Enam

25 1 0
                                    

Ketika aku hanya berdua denganmu, kamu membuatku merasa nyaman.

Ketika aku hanya berdua denganmu, kamu membuatku merasa utuh lagi.

The Cure, Lovesong

***

Para siswa masih sibuk dengan tugas mencatatnya. Dengan semangat empat lima mereka menyalin huruf demi huruf yang di tulis oleh sekretaris kelas. Hening, karena semua siswa fokus dengan apa yang ada di depan kelas.

"Heran gue sama nih guru, kerjaannya suruh kita catat mulu. Dijelasin juga enggak."

Suara Ardan memecah keheningan kelas. Beberapa siswa hanya mendengar sekilas lalu melanjutkan aktivitasnya lagi.

"Tenang saja, Dan. Kalau mau kejelasan, pulang sekolah ke kafe impian saja," suara Syfa membungkam Ardan.

"Memang ada apa di kafe impian?" Asri ikut menimpali, "Ada diskon atau promo menu baru?"

"Ada diskon beli tiga gratis satu, As. Lo mau traktir gue?"

Asri yang notabennya suka dengan hal semacam itu lantas berbinar. "Gampang kalau itu, Dan. Nanti gue pesenin latte buat lo. Tapi minumnya bekas gue."

Ardan bangkit, menghampiri Asri yang duduknya satu deret denganku. Ku kira ia akan marah pada Asri. Namun ucapan yang keluar dari mulutnya membuat ku tertegun.

Ardan sedikit mencondongkan tubuhnya sambil berkata lirih, "Tahu nggak kalau dua orang, cowok dan cewek minum dengan cara yang lo sebutkan tadi, itu sama saja mereka melakukan kissing. Jadi dari pada kita kissing lewat cangkir, lebih baik langsung sekarang saja."

Ardan sudah mendekatkan kepalanya ke wajah Asri. Seolah memang dia akan mencium Asri saat ini. Sedang Asri sudah pasi melihatnya. Wajahnya memerah. Dengan cepat ia menutup wajahnya dengan buku tulis.

"Ardan! Pergi nggak lo!" Asri berkata lantang. Membuat Seisi kelas tertawa melihat mereka.


Hingga bel pulang berbunyi, Ardan masih saja menggoda Asri.

"Sudah, aden. Kasihan itu Asrinya," ucapku pada Ardan.

Ardan hanya menampilkan senyum tak berdosanya. Ia lalu berdiri, merangkul bahuku. "Biarin aja. Bercanda juga kali, Al."

"Nanti jangan lupa ke apartemen. Guru lo udah nunggu di sana."

Ardan tersenyum hingga tampak lesung pipinya. Hal yang paling ku sukai dari Ardan.

"Iya."

Aku hanya menjawab singkat. Sesampainya di lapangan utama, kami berpisah. Aku langsung menghampiri Mang Mamat yang sudah menungguku di gerbang sekolah. Begitu masuk mobil, Mang Mamat melajukan mobil.

Beberapa menit kemudian aku sudah sampai dirumah. Aku segera turun, tak lupa berpesan kepada Mang Mamat untuk mengantarkanku nanti ke apartemen Ardan.

Apartemen Ardan berada tak jauh dari sekolah. Mungkin hanya lima menit kalau ditempuh dengan kendaraan bermotor. Sambil mendengar lagu dari penyanyi Malaysia, aku berjalan menuju kamar Ardan di lantai dua puluh.

MalikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang