Pernah gak kalian mendengar baitan semacam ini, "udah tua tontonannya kok masih kartun kaya anak kecil"? Padahal jelas-jelas kalian nontonnya anime bukan Thomas & His Friends.
Oke, aku gak mau bahas soal orang-orang yang gak bisa bedain anime sama kartun. Gak guna juga gitu, soalnya kebanyakan dari mereka cuma lihat gambar bukan konteks ceritanya. Kasusnya sama kaya buku dongeng dan buku ensklopedia, cover boleh sama-sama buku tapi kan isinya beda banget malin. Ya tapi yaudah lah terserah mereka.
Karena yang mau aku bahas itu bagian, anime tontonan anak kecil.
Hm... Iyakah? Yakin? ( ͡° ͜ʖ ͡°)
Rasanya aku pengen maksa mereka yang ngomong anime tontonan anak kecil, buat duduk dan lihat isi laptopku.
Kalian mikir apa? Aku cuma mau ngasih liat anime gore kok, gak yang mesum-mesum. Aku alien suci. Mana tau anime model-model Kuzu no Honkai, Domestic na kanojo, Highschool dxd, YNS, atau BNP.
Ehm.. Mari kita mulai dari awal mula mengapa anime samapai di cap sebagai tontonan anak kecil.
Dimulai dari tahun 90, dimana beberapa stasiun tv Indonesia menayangkan anime yang ditujukan untuk anak-anak. Di televisi memang kebanyakan menayangkan anime bergenre kodomo. Genre untuk anak dibawah usia remaja, yang minim adegan macem-macem. Contohnya aja Hamtaro, Doraemon, Ninja Hatori, Yokai Watch, dan masih banyak lagi. Kalau pun ada anime dengan rating remaja, seperti Naruto, Inuyasha, Bleach, pasti terjadi pemotongan habis-habisan biar lolos sensor. Alhasil dimata orang awam yang tau anime dari tv doang, anime itu tingkatnya sama aja kaya kartun.
Bahkan emakku pernah bilang, "itu ponakanmu dateng, ajak nonton kartun di laptopmu sana biar gak rewel."
Apakah aku.... Harus memperlihatkan...
KAMU SEDANG MEMBACA
Anime Lovers Zone
Non-FictionHighest rank 2 in Nonfiction / 19 Desember 2017. 4 in Nonfiction / 20 Januari 2018. Thanks dukungannya minna-san!!!! ? Ini cuma tulisan absurd yang kami buat saat ada waktu luang. Semua isinya tentang anime. Kadang kami ngereview anime recomended, b...