Bab 2 Apakah Sorga Semurah Itu?

51 2 0
                                    

Di ruangan kelas dua SD yang lumayan panas, Listi mengantuk berat, tapi dia tetap mencoba mendengarkan Pak Guru Agama yang berkata, "Anak-anak, islam tuh sangat baik, sangat mudah. Hanya dengan mengucapkan Laa ilaha illallah, maka kita pasti masuk sorga. Sekali lagi, hanya dengan bersyahadat, maka kita akan masuk sorga. Walaupun dosa kita sepenuh bumi, tapi pasti Allah akan mengampuni jika kita mengucapkan Laa ilaha illallah."

Bel berbunyi, semua murid pada berlarian keluar kelas. Panas menyengat, Listi mengayuh tuh sepeda yang catnya sudah mulai terkelupas. Selama di perjalanan, dia terus merenungi kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh Bapak Guru Agama.

Jam tiga sore, seperti biasa... Listi membantu ibunya untuk mencabuti rumput gulma yang sering mengganggu tanaman padi. Matahari terus menyengat, untunglah angin lembut mulai datang menyapa sehingga kulit tak lagi terasa tersengat sinar matahari.

Satu jam kemudian, dia melihat di pematang sawah... para pemuda lagi mengadu kecepatan burung dara. Sejenak Sang Ibu juga istirahat sambil minum air putih. Merekapun ngobrol.

Listi: "Bu, kenapa mereka mengadu burung dara?"

Ibu: "Judi, kalau menang dapat uang, kalau kalah... mringis... hehehe."

Listi: "Bukankah judi itu dosa?"

Ibu: "Iya, mereka semua tahu. Pernah aku menasihati mereka untuk menghentikan adu burung dara. Tapi mereka menjawab, 'Memang dosa, tapi aku kan mengucapkan syahadat, aku mengucapkan Laa ilaha illallah. Jadi aku pasti masuk sorga walau mampir ke neraka bentar, nggak apa-apa, yang penting masuk sorga selamanya."

Listi: "Hmm... apakah sorga semurah itu?"

Ibu: "Sudahlah, ibu nggak tahu. Ntar kamu tanyakan sendiri aja ama Pak Ustadz saat kamu mengaji di masjid."

Sepuluh tahun kemudian

Listi sudah duduk di kelas tiga SMA 3 Pati. Sepulang sekolah, sejenak dia mampir ke rumah Tia... teman satu kelasnya. Tia tinggal di Margorejo, daerah Pati selatan. Setelah mengerjakan tugas bersama, sambil nyeruput es teh, mereka guyon.

Tia: "Abis lulus SMA, enaknya ngapain, ya?"

Listi: "Nikah aja, yuk! Mumpung masih muda, hehehe."

Tia: "Halah. Kok kayaknya kamu tuh nggak bisa menahan nafsu deh? Hehehe."

Listi: "Guyon aja kok, fren. Lha gimana lagi? Mau kuliah... duh... biaya satu semester tuh 15 juta lebih. Belum termasuk ongkos transport dan nge-kost."

Tia: "Kalau kerja di pabrik?"

Listi: "Maksudmu... pabrik kacang?"

Tia: "Iya... gimana?"

Listi: "Hmm... gajinya sangat kecil. Lelahnya bekerja nggak sebanding dengan gaji yang di dapat."

Tia: "Hmm... aku juga bingung. The next... enaknya ngapain, ya?"

Listi: "Apakah ada kerjaan yang nyantai, hepi, tapi gajinya besar?"

Tia: "Emm... ada."

Listi: "Oya?"

Tia: "Tuh... lihatlah ke arah selatan! Ada rumah-rumah yang di luarnya nampak gadis-gadis cantik. Di situ kerjaannya uenak, gajinya guedhe. Tenan fren, hehehe."

Listi: "Kerja apa? Menjahit???"

Tia: "Bukan."

Listi: "Garmen?"

Tia: "Bukan. Kerjanya... jadi pe-es-ka."

Listi: "Hahahahaha. Duh... parah loe."

Tia: "Tetanggaku, namanya Mbak Gina. Dia kerja di situ. Perbulan... dia pernah cerita bisa mengumpulkan duit hampir 10 juta."

Jangan Pernah Keluar Rumah Tanpa Membawa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang