Bab 7 Mengumpulkan Barang Langit

11 1 0
                                    

Sambil makan pisang ambon, Pak Dayat menikmati kicauan burung cucakrawa di pelataran rumahnya yang asri. Sudah menginjak usia 50 tahun, para tetangga mengatakan bahwa beliau sukses dalam meniti karier. Tekun di PNS, jual beli mobil, mempunyai beberapa rumah makan yang tersebar di Semarang. Hehehe... kini dia benar-benar menikmati keberhasilannya.

Namun ada satu hal yang mengganjal. Walau beliau sudah bergelar haji, dalam bidang akademik beliau juga menyabet gelar MBA, tapi... beliau tak hafal surat Al Ikhlas. Memang aneh... kok bisa? Pernah kejadian beliau menjadi imam shalat di kantor. Hehehe, banyak yang komplain karena beliau salah dalam melantunkan Al Ikhlas. Hmm... padahal tuh surat kan pendek banget. Kalau Al Ikhlas aja gak hafal, apalagi surat lainnya? Hanya dinding dan burung di rumah beliau yang mengetahui... kenapa bisa seperti ini.

Burung: "Menurutku Pak Dayat tuh cinta dunia."

Dinding: "Tapi kulihat dia rajin shalat juga."

Burung: "Cuman shalat doang. Shalat tapi gak memahami ilmu yang terkandung di dalamnya."

Dinding: "Contohnya apa?"

Burung: "Saat dia mengambil air wudhu, harusnya kan seiring dengan bersihnya badan, bersih juga hati dan jiwa. Tapi... dia kadang makan uang haram hasil korupsi."

Dinding: "Hmm... bener juga."

Burung: "Saat dia shalat... duh... parah deh. Membaca Al Fatihah, tajwidnya nggak ada yang bener. Melantunkan bacaan basmalah aja masih salah. Kata bismillah, harusnya tuh pakai huruf sin, tapi dia malah pakai syin. Dalam lafal Allah ada tasydid, dia nggak peduli, tasydid nggak dipedulikan."

Dinding: "Padahal dia kan tahu kalau shalat tanpa ilmu, maka shalatnya tak diterima."

Burung: "Dia tahu tapi gak peduli. Jiwanya dipenuhi dengan materi dan materi. Padahal mobilnya sudah 8, harta kekayaannya hampir 10 milyar. Harusnya kan sudah sumeleh, gak usah ngejar-ngejar lagi. Sekarang yang harus dikejar tuh adalah ilmu, membenarkan bacaan Fatihah, bacaan shalat, bacaan surat pendek, ngaji bab sabar, bab takwa, bab zuhud, dan lainnya."

Dinding: "Seminggu kemarin dia sakit, ya? Tensinya naik."

Burung: "Aku tahu sebabnya."

Dinding: "Kenapa?"

Burung: "Warung makan kepunyaannya yang ada di Mijen terpaksa tutup karena sepi. Tiap hari rugi terus."

Dinding: "Hmm... kalau harta dunia berkurang, dia sedih sejadi-jadinya. Tak pernah dia bersedih seperti itu kalau agamanya berkurang."

Burung: "Bener. Sudah tahu kalau bacaan Al Fatihahnya sangat kurang, tapi dia rileks aja, gak pernah sedih, gak pernah punya ide untuk memperbaiki bacaan. Apa dia nggak pernah berfikir apakah shalatnya tuh diterima Allah atau tidak?"

Dinding: "Tiga hari yang lalu dia membeli HP mahal. Kulihat senyumnya merekah dan maksimal, hehehe."

Burung: "Tak pernah dia sepuas itu saat agamanya bertambah. Lain halnya jika dunianya bertambah, pasti jingkrak-jingkrak."

Dinding: "Apa dia pernah mengaji Al Qur'an?"

Burung: "Nggak pernah."

Dinding: "Padahal kan sudah Haji?"

Burung: "Cuman gelar doang, browww."

Dinding: "Apa dia pernah mengaji hadis Nabi?"

Burung: "Nggak. Dia paling mengaji bab mobil baru, apartemen baru, bisnis baru."

Dinding: "Hmm... apa dia pernah merindukan Allah?"

Burung: "Kayaknya enggak. Minggu ini dia merindukan KIA Sportage varian Titanium seharga hampir 500 juta."

Jangan Pernah Keluar Rumah Tanpa Membawa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang