Bab 14 Ada Apa Dengan Lereng Lawu

19 1 0
                                    

Tahun 2008 di lereng Gunung Lawu

Berkali-kali Fadhli mengusap air mata yang terus menetes. Di punggungnya nampak tas gunung berwarna hijau dengan isi tenda, sleeping bag, makanan seadanya dan... termos teh panas bertuliskan kata: Fadhli, tak lain adalah namanya sendiri. Suhu udara lumayan dingin, jam sudah menunjukkan angka 20.05, jiwanya mantap untuk naik gunung ini.

Fadhli, dia duduk di bangku SMA kelas 3, baru aja selesai UAS, nilainya sangat memuaskan karena berhasil menjadi ranking satu di kelasnya. Tapi... hmm... Tita... teman satu kelas yang sangat dia cintai... duh... siang tadi menyatakan bahwa Tita ingin move on aja karena... hmm... tak ada yang tahu alasannya.

Tanpa mengucap doa apapun, Fadhli dengan emosi melangkahkan kaki menyusuri jalan makadam yang sangat kasar menuju puncak gunung. Padahal suasana sangat gelap, tapi... hmm... sakit yang mengiris hati mengalahkan segalanya.

Langkahnya tiba-tiba terhenti manakala Tita telpon.

Tita: "Halo, Fadhli, kamu dimana?"

Fadhli: "............" (air mata menetes deras)

Tita: "Fadhli, please jawab! Kamu lagi dimana?"

Fadhli: "Hiks ..." (tangisan terdengar pelan)

Tita: "Fadhli, aku tahu bahwa hatimu hancur, tapi please ... jangan berbuat yang aneh-aneh!"

Fadhli: "Hiks... hiks..." (volume suara tangisan mulai meninggi)

Tita: "Fadhli, apa sekarang kamu lagi kebut-kebutan di jalan tol?"

Fadhli: "..............."

Tita: "Fadhli, apa kamu lagi minum beer?"

Fadhli: ".............."

Tita: "Fadhli, please jawab! Hiks... hiks... please!!!!!"

Tangisan Fadhli tak terdengar lagi. Sejenak dia mengeluarkan termos dari dalam tas gunung. Diapun menuangkan sedikit teh panas di gelas penutup termos dan... diapun meminumnya dengan berat. Setelah tenggorokannya basah, dia mencoba bicara walau terasa hati ini teriris.

Fadhli: "Tita, sudah berapa lama kita berteman?"

Tita: "Se... sejak kelas satu SMP."

Fadhli: "Saat kelas tiga SMP, kejadian apa yang masih kamu ingat?"

Tita: "Saat itu aku sangat kagum atas kepandaianmu. Aku sangat kagum atas keshalihanmu. Aku... aku cinta kamu."

Fadhli: "Saat kelas satu SMA, apa yang kamu ingat?"

Tita: "Aku... hiks... aku semakin mencintaimu. Andai saat itu boleh menikah, tentu aku mantap menikah denganmu."

Fadhli: "Saat kelas tiga SMA?"

Tita: "Aku memakai jilbab karenamu. Aku mengaji Qur'an juga karena pengaruhmu. Hingga aku menghafal juz 1, juga karena ingin mirip denganmu."

Fadhli: "Tapi... hiks... tapi kenapa siang tadi kamu meninggalkanku?"

Tita: "Fadhli, kamu sudah menanyakan hal ini lebih dari 20 kali. Fadhli, aku meninggalkanmu bukan karena apa-apa, karena aku ingin sendiri."

Fadhli: "Bohong, kamu pasti sudah punya..."

Tita: "Sumpah, aku enggak punya cowok lain. Kenapa kamu tak percaya kepadaku?"

Fadhli: "Hiks... kamu tega."

Tita: "Fadhli, lebih baik kita bersahabat saja! Kita bersaudara aja, ya! Seperti kakak adik..."

Fadhli: "Hiks... hiks..."

Jangan Pernah Keluar Rumah Tanpa Membawa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang