Bab 6 Erick Feng

12 1 0
                                    

Sambil tangan memegang buku raport sekolah, hmm... nampak wajah Arum di selimuti mendung tebal. Hampir aja air matanya jatuh membasahi daftar nilai yang... duh... nggak ada nilai UAS yang di atas tujuh. Semua nilai di raport hanya enam koma, bahkan ada yang lima.

Arum duduk di bangku kelas 4 SD, kini lagi berduka karena nilai raportnya yang buruk, dapat ranking tiga tapi dari belakang. Jiwanya resah...

Jiwa: "Andai Bapak ama Ibuk tahu raport ini, pasti mereka bakalan marah."

Hati: "Mereka paling marah dikit aja kok."

Jiwa: "Ngawur, bukan marah dikit. Duh... apa yang harus aku lakukan?"

Hati: "Pulang aja! Siap-siap kena marah. Dah... itu aja, lalu nge-game lagi."

Jiwa: "Hmm... apa ada solusi lain?"

Hati: "Gimana kalau nge-mall dulu?"

Jiwa: "Hahaha... duitmu tinggal lima ribu, di mall mau beli apa? Emm, kok tiba-tiba aku jadi ingat ama Si Erick, ya? Si Erick Feng... hmm... kenapa dia bisa ranking satu?"

Hati: "Dia orang china. Kayaknya orang china tuh tekun-tekun. Nggak kayak orang kita, hehehe."

Jiwa: "Hmm, gimana kalau aku akan bertanya ke Erick tentang cara belajar yang efektif?"

Hati: "Boleh. Tuh Erick dah lewat di depanmu."

Arum memanggil Erick. Nampak mereka berbicara beberapa kalimat. Kini mereka berdua menuju ke kantin sekolahan, pesan nasi pecel ama teh hangat.

Erick: "Nasi pecelnya lumayan enak, ya?"

Arum: "................"

Erick: "Kok kamu diam aja? Wajahmu nampak sedih banget, kenapa?"

Arum: "Bapakku akan membunuhku."

Erick: "Whatttt???? Jangan asal bicara, to!"

Arum: "Nilai raportku jeblog. Hmm... aku takut pulang ke rumah."

Erick: "Aku ikut berduka."

Arum: "Aku bingung... duh..."

Erick: "Nyantai aja! Nggak ada orang tua yang tega ama anaknya."

Arum: "Eh, kenapa kamu bisa ranking satu?"

Erick: "Nggak tahu."

Arum: "Halah, pasti kamu merendahkan hati."

Erick: "Bener, aku nggak tahu. Setiap hari senin sampai sabtu... aku belajar dua jam sehari. Itu aja, gak ada yang lain. Aku juga nggak ikut les atau bimbel kok."

Arum: "Aku juga belajar dua jam sehari."

Erick: "Apa kamu belajar sendiri atau ditemanin ama HP?"

Arum: "Hehehe, kok kamu tahu?"

Erick: "Cuman nebak aja kok."

Arum: "Kelihatannya sih belajar, tapi sebenarnya aku banyak main game di HP dan tab, hehehe. Bosan banget jika harus belajar terus."

Erick: "Kalau aku... benar-benar belajar sendiri, gak ada HP, gak ada musik, gak ada gadged. Aku fokus 100% belajar."

Arum: "Kamu hebat."

Erick: "Bukan hebat. Mungkin sudah menjadi kebiasaan di keluargaku yang sangat disiplin. Seluruh anggota keluargaku rajin belajar. Bahkan bapakku yang sudah tua juga rajin belajar."

Arum: "O ya? Beda banget ama keluargaku. Mereka menyuruhku belajar, tapi mereka sendiri tak pernah belajar. Kerjaannya hanya nonton TV, nge-game, dan membuang-buang waktu. Erick, sekali lagi... kamu sangat beruntung mempunyai keluarga seperti itu."

Jangan Pernah Keluar Rumah Tanpa Membawa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang