Bab 12 Gaya Komunikasi Orang Awam

9 1 0
                                    

Pak Rekso: "Tak terasa, sekarang umurmu sudah hampir 20 tahun ya, Nak?"

Dimaz: "Enggih Pak. Hmm... selama ini aku merasa sulit dan sangat sulit dalam menjalani hidup ini."

Pak Rekso: "Oya?"

Dimaz: "Kuliah... targetku dapat IP 3.6 ke atas. Dengan memasang target itulah, aku jadi kurang nyaman, bahkan seperti under pressure. Kemana-mana harus belajar. Aku... hmm... kayaknya nggak bisa menikmati umur ini lagi, Pak."

Pak Rekso: "Saat bangun tidur, apa yang terlintas dalam pikiranmu pertama kali?"

Dimaz: "Pelajaran. Hmm... tepatnya adalah beban pelajaran."

Pak Rekso: "Saat mau tidur?"

Dimaz: "Sama kok Pak... cuman mikir pelajaran. Bahkan jalan-jalan ke Pantai Baron Jogja, di sana aku tak bisa rileks, melainkan terus memikirkan tentang pelajaran."

Pak Rekso: "Apakah memang seperti ini keadaan hidup ideal menurutmu?"

Dimaz: "Enggak."

Pak Rekso: "Tapi kenapa kamu masih tetap bertahan di situ?"

Dimaz: "Aku nggak tahu. Mungkin sudah menjadi habit sehingga itulah hidupku."

Pak Rekso: "Nak, cobalah berkata jujur! Kira-kira lima tahun lagi, apa yang kamu inginkan?"

Dimaz: "Terus terang, aku ingin jadi pengusaha. Aku ingin mempunyai penghasilan 20-50 juta perbulan. Dengan uang itu, aku ingin membeli mobil seharga 500 jutaan. Aku juga ingin membeli rumah seharga 800 jutaan. aku ingin motor 650 cc. Aku ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa aku bisa meraih cita-cita yang kuinginkan asalkan kerja keras dan... ambisi yang besar."

Pak Rekso: "Wow... mantap."

Dimaz: "Apa Panjenengan setuju?"

Pak Rekso: "Sedikit mengeluh dan sedikit sombong."

Dimaz: "Kenapa Bapak berkata seperti itu?"

Pak Rekso: "Aku tak menuduhmu seperti itu. Tapi begitulah model komunikasi masyarakat awam. Isi pembicaraan mereka cuma dua jenis yaitu sedikit mengeluh dan sedikit sombong."

Dimaz: "Duh... kayaknya aku juga kena' nih... hehehe."

Pak Rekso: "Oya, besok ada beberapa teman seangkatan Bapak akan silaturrahmi ke rumah kita. Hehehe... coba besok kamu perhatikan pembicaraan mereka! Silakan kategorikan: mana yang termasuk sedikit sombong, mana yang termasuk sedikit mengeluh."

Dimaz: "Enggih Pak."

Pak Rekso: "Ini adalah pelajaran penting untuk kehidupan. Pelajaran ini tidak diajarkan di sekolah maupun tempat kuliah. Jadi... kamu harus benar-benar memperhatikan."

Dimaz: "Njih, pangestunipun mawon."

Sehari kemudian, ada beberapa bapak dan ibu-ibu yang silaturrahmi ke rumah Pak Rekso. Suasana kangen-kangenan... duh... uenak banget. Sudah hampir 15 tahun tak bertemu, kini mereka bisa bersama lagi walau hanya beberapa menit. Setelah ngobrol ngalor ngidul, kini mereka menikmati hidangan kopi hangat, ketela goreng, kacang tanah rebus dan kroni-kroninya, hehehe. Wis pokoke jajanan pasar metu kabeh, deh. Oya, satu lagi... sambil nyantai tapi serius, Dimaz terus memperhatikan perkataan para tamu ini.

Pak Mursyid: "Jeng Fida..."

Bu Fida: "Enggih Pak?"

Pak Mursyid: "Aku dengar kabar Sampeyan tahun kemarin naik haji, ya?"

Bu Fida: "Alhamdulillah, sekali lagi alhamdulillah. Kalau bukan Allah yang menghendaki, kayaknya kagak bakalan bisa. Aku tuh dah daftar haji dua tahun lalu, tapi kayaknya berangkatnya 14 tahun lagi. E e e kebetulan ada ibu-ibu dari Kudus cancel berangkat karena masuk rumah sakit. Aku yang menggantikan kursi beliau, jadi... berangkat haji deh."

Jangan Pernah Keluar Rumah Tanpa Membawa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang