🌻Segeralah kembali, kau itu separuh dari hatiku, jadi saat kau pergi seperti ini, hatiku bisa patah🌻
Malam ini aku sendirian, Jeon dan Vedrick sedang melakukan pekerjaannya, mereka akan ke Ulsan malam ini.
Aku gugup sekaligus takut, takut jika Vedrick tidak bisa mengalihkan perhatian penjaga kasir.
Dan aku khawatir jika ada yang melihat Jeon sedang melakukan kegiatannya.
Aku mengigiti kuku jariku. Aku bisa mati dibunuh ketakutanku sendiri.
Ponselku berbunyi. Buru-buru aku mengangkatnya.
"Halo Jeon"
"Belum tidur?"
"Aku takut"
"Kami berhasil, kami sedang dalam perjalanan pulang"
Berhasil. Salah satu kalimat yang sangat aku sukai. Dan aku bahagia mendengar Jeon akan segera pulang.
Beberapa jam menunggu, aku mendengar suara ketikan pin dan pintu terbuka. Gurat senang tak bisa lepas dari wajahku.
"Aku membawakan sesuatu" ucapnya
"Sunflower" sahutku menerima sekuntum bunga matahari yang aku sukai.
"Thank you Jeon, I love it"
"I love you too" ucapnya mengecup pipiku.
"Jangan berdiri di pintu sialan, tidak lihat aku sedang kesusahan mengangkat barang-barangmu?" Aku dan Jeon terkekeh lalu Jeon membantu Vedrick memasukkan barang-barang yang berhasil mereka dapatkan dari Ulsan.
Vedrick langsung pulang setelah mengantar barang-barang yang mereka bawa dari Ulsan, mereka membawa banyak, bahkan yang tidak dibutuhkan, pasti ulah Vedrick.
Jam menunjukkan pukul 2 dini hari, ponselku berbunyi, siapa yang mengirim pesan dini hari begini?
"Happy birthday Lili.. Daddy love you" aku meletakkan ponselku kembali.
Kulihat Jeon sangat nyaman dengan posisinya memeluk bantal guling di atas sofa.
Aku gundah dengan perasaanku sendiri. Aku tidak ingin mengingat masalah itu lagi. Aku tidak ingin kembali.
Semua orang punya kesedihan tersendiri bukan?
Pikiranku berputar mengulang adegan itu lagi.
Saat itu aku mendengarnya. Aku mengintip dari lobang pintu. Ibuku mengeluh karena sudah banyak utang yang tidak bisa mereka tutupi. Dan ayah hanya diam, ayah memijit kepalanya, mungkin terlalu banyak beban yang harus ia tanggung.
Malam berikutnya pun sama, sudah tengah malam. Ibu mengajak ayah tidur, namun ayah mengeluh tidak bisa tidur karena pinggangnya selalu terasa sakit.
Ayah menatapku kala itu dan menyuruhku tidur. Dan saat aku terbangun dini hari, aku melihat ayah masih setia duduk di atas sofa.
Apa beban yang ia tanggung terlalu berat?
Aku memilih pergi. Aku tidak bisa tinggal dengan mereka. Mungkin jika aku pergi maka beban mereka akan berkurang satu.
Itulah yang aku harapkan.
Apa pinggang ayah sakit lagi? Kenapa belum tidur? Aku mengingat masa-masa itu lagi hingga aku tidak bisa tidur.
Pagi ini aku membuatkan sarapan seperti biasanya. Kudengar Jeon memanggilku.
"Wait, ini akan selesai"
"Lisa come here"
Aku mengaduk sup yang kubuat, lalu mencicipinya. Ah kurang garam.
Jeon itu tidak suka seledri, tidak suka tomat, dan tidak suka kacang.
"Lisa"
Kalian tahu? Jeon akan menjadi bayi saat hanya berdua denganku. Setiap pagi saat ia bangun, aku harus ada di pelukannya.
"Lisa"
Oh Tuhan. Aku terpaksa harus mematikan kompor lalu bergegas menemui Jeon yang merengek memintaku datang.
"I'm Here Jeon" dia mengangkat tubuhku ke pangkuannya, lalu memelukku sangat erat.
"Aku pikir kau pergi" rajuknya menempelkan kepalanya ke cerukan leherku.
"Aku akan selalu disini bersamamu"
Kuharap begitu.