Twelve

23 3 1
                                    

Calum Hood

"Hey, kau percaya cinta pertama bertahan selamanya?"

Aku menoleh, tersenyum kecil menatap sepasang mata biru yang tengah menatapku dengan tatapan penasaran.

"Yah, kupikir begitu." Jawabku akhirnya.

Empunya sepasang mata itu tertawa kecil, "Yang benar saja! Kau percaya hal yang seperti itu?" tangannya terangkat diudara, mempertanyakan jawabanku yang seolah-olah adalah sebuah lelucon.

"Hey!" aku mengacak rambutnya, tertawa. "Kau bertanya, aku menjawab. Lagipula, kenapa kau bertanya itu sekarang?"

Dia mengangkat kedua bahunya, menatap lurus ke depan, ke kerumunan orang-orang yang sedang berdansa.

"Hey, mau berdansa bersamaku?" dia mengulurkan tangannya padaku, dan aku menerimanya.

"Tentu saja, kapan lagi kau mau mengajakku berdansa?"

Dia tertawa, menarikku menuju kerumunan. Tangan kami saling bertautan, satu tanganku berada pada pinggulnya, sementara tangannya yang satu berada pada bahuku.

"Malam, ini kau tampak berbeda, Cal." ujarnya lirih. Kedua mata kami tak lepas dari pandangan.

Aku tertawa kecil, mengikutinya berputar diatas lantai dansa. Kerumunan ramai menjadi menghilang, seolah-olah, tempat ini hanya ada kami.

"Aku tampak berbeda karena aku jauh lebih tampan dari sebelumnya." ujarku.

Tangan mungilnya memukul bahu ku pelan. "Sungguh sombong!" dia tertawa, lagi.

Entahlah, sudah beberapa kali kulihat dia tertawa malam ini. Rupanya, ini malam yang sangat membahagiakan untuknya. Aku tersenyum, dia terlihat sangat cantik.

Kami hanya berputar-putar diatas lantai dansa selama beberapa menit, hingga lagu perlahan mulai habis. Tanpa sepatah katapun selanjutnya.

"Hey, kau mau minum?"

"Ya, tentu."

Kami turun dari lantai dansa, mengambil minum, dan kembali duduk ditempat kami sebelumnya.

"Apa yang kau suka dariku, Calum?" tatapannya lurus, seolah enggan menatapku langsung.

Tersenyum, aku hanya menjawab, "kau selalu tertawa, aku suka caramu tertawa."

Dia memutar kepalanya kepadaku, tertawa kecil sekali lagi. "Apa maksudnya itu? Jadi kau menyukaiku karena aku mudah tertawa? Yang benar saja."

Aku menghabiskan minumku sebelum menjawab, "memangnya kenapa? Aku suka kau yang seperti itu."

"Tentu saja." dia mengedikkan bahu.

Kami menatap lurus pada orang-orang yang sepertinya sangat menikmati pesta ini. Hening dengan isi kepala masing-masing selama beberapa saat.

"Hey, Calum.." dia menatap kedua tangannya yang tengah bermain diatas gaun putih miliknya.

Aku terdiam, hanya tersenyum menatapnya tanpa berkata apapun.

"Kau ingat saat pertama kali kita bertemu? Kita seakan-akan sangat membenci satu sama lainnya." bisiknya.

"Yeah," aku tersenyum lebar mengingat saat-saat itu. Saat dimana kami benar-benar saling membenci satu sama lain. Kami bahkan mungkin bisa saja saling membunuh pada saat itu.

"Aku ingat bagaimana aku membuatmu harus pulang hanya mengenakan pakaian dalam, sedangkan pakaianmu ku buang begitu saja di selokan." dia tertawa kecil, matanya tetap tertuju pada gaunnya.

"Kau sangat keterlaluan saat itu." ujarku, tersenyum.

"Kau ingat, saat kita mulai menyukai satu sama lain?" kali ini kedua mata biru nya beradu pandang denganku.

"Yeah.." bisikku.

"Kau membuatkan beberapa donat untukku, kau berusaha sangat keras walaupun rasa donatmu itu sungguh tidak seenak kelihatannya." dia tersenyum mengejek.

"Hey!" protesku, namun bibirku tetap tersenyum.

"Kau sungguh pria yang baik, Calum.."

Aku bergeming, hanya menatap tenang pada kedua mata yang sangat kukagumi.

"Violet!" seorang pria dengan pakaian jas lengkapnya menghampiri kami, menganggukkan kepalanya menyapa padaku, aku membalasnya.

"Sudah saatnya kita berdansa untuk menutup acara." ujarnya.

"Oh, ya, tunggu aku sebentar lagi. Aku akan menyusul." jawab Violet.

Setelah kepergian David, pria itu, Violet kembali menatapku, beranjak dari tempatnya duduk.

"Sungguh, Calum. Kau pria yang baik. Kau bisa mendapat yang lebih baik dariku." tatapannya sangat lembut padaku.

Aku pun beranjak dari tempatku duduk, mensejajarkan kedua mata kami.

"Calum.." dia menyentuh tanganku, menggenggamnya. "Kau tak bisa selalu mengandalkanku. Kau tahu hatiku bukan untukmu sekarang, aku sudah menikah dengan David hari ini. Kuharap kau menemukan wanita yang jauh lebih baik dariku. Kuharap kau bahagia."

Aku tersenyum, mengangguk mengerti. "Yeah, aku tahu. Pergilah, David sudah menunggumu."

Violet tersenyum, menepuk tanganku yang berada pada genggamannya dan melepaskannya saat itu juga.

"Terimakasih, Calum.." dan dengan itu, Violet pergi..

Aku masih tersenyum melihatnya menjauh. Walaupun beberapa kabut menutup mataku, aku senang melihatnya bahagia sekarang.

Tubuhku bergetar.

Bohong, bohong jika kukatakan aku bahagia melihatnya bahagia. Ini sangat menyakitkan.

Aku terisak, terduduk ditempatku dan mulai memikirkan betapa bodohnya diriku.

--
"Hey, kau percaya cinta pertama bertahan selamanya?"

Ya, Violet. Aku percaya. Kau lah cinta pertama yang kau bicarakan. Kau juga lah yang masih bertahan bersamaku, didalamku hingga saat ini.

Sudah 15 tahun sejak kepergianmu, namun aku masih belum bisa melepaskanmu. Aku berharap tak pernah meninggalkanmu sebelumnya. Aku berharap aku tak perlu pergi jauh untuk meraih cita-citaku.

Dan semua ini tak akan terjadi. Tak akan membuatmu jauh dariku.

Violet, berapa usiaku sekarang?

Kenapa aku masih enggan melepasmu?

Kenapa kau begitu melekat padaku?

One Shot(s) // 5SOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang