Berhitung yuk pa!
"Ma, ini sisa gajian papa. Diolah dengan baik, sisihkan untuk ditabung. Jangan boros-boros ma biar bisa beli rumah." Kata Bimo menerocos sambil menyerahkan uang gajian ke istrinya.
"Alhamdulillah..." ucap Muti menerima uang tersebut.
Muti mulai menghitung uangnya, dia ulang sampai 3 kali menghitung."Pa, kok cuma satu juta seratus ribu rupiah sih?"
"Lha kan dipotong hutang kantor, ma. Nih ya, papa jelasin. Dipotong hutang kantor Rp 600.000,00, dipotong hutang Bank Kredit Rp 500.000,00. Yang Rp 300.000,00 untuk perjalanan pulang."jelas Bimo panjang lebar.
Muti hanya termangu sambil memandang uang merah sebelas lembar itu. Dia sandarkan kepala dan tubuhnya ke dinding ruang tamu. Lelah hati dan pikiran menggelayut. Hutang buat apa juga tak jelas, tapi Muti yang harus menanggung semua beban ini. Membayar hutang suaminya yang diluar potongan gajinya dan masih menanggung biaya hidupnya.
Perih rasanya, nafas jadi terasa berat karena dada menjadi sesak menahan semua beban yang entah sudah berapa tahun Muti tanggung.
"Pa, kita berhitung yuk!" Kata Muti sambil menyuruh suaminya duduk di depannya.
"Uang Rp 1.100.000,00 kira-kira bisa tidak ya disisihkan?"
"Ya, pintar-pintar mama lah ngaturnya gimana."
"Iya, dengerin dulu ya. Kita hitung bareng pengeluaran kita ya. Seminggu papa minta uang pegangan Rp 500.000,00 kali 4 minggu sudah Rp 2.000.000,00. Untuk bayar antar jemput anak Rp 150.000,00. Uang saku anak dan jajannya Rp 20.000,00/hari dan itu artinya Rp 600.000,00/bulan, bayar kontrakan Rp 500.000,00/bulan. Belum belanja bulanan sabun, sampo, odol, dan lain-lain. Jangan lupa juga, kebutuhan masak untuk harian kalau sehari Rp 50.000,00 maka sebulan Rp 1.500.000,00. Terus itu masih ada hutang kreditan hp punya papa yang setoran Rp 600.000,00/bulan. Kira-kira itu uang sejuta seratus ribu cukup ya, pa?"
Panjang lebar Muti menjelaskan dengan harapan suaminya paham dan bisa berfikir sebelum menasehatinya.
"Ya, udah. Apa enaknya papa ga usah kerja aja. Daripada kerja tapi hasilnya ga disyukurin."
"Astaghfirullah..." hanya bisa ngelus dada dan entah sampai kapan begini.
Dada rata akibat kebanyakan dielus, badan kurus tak sempat melebar akibat terlalu bersabar.
Kalau ada yang seperti kisah di atas saranku jangan terlalu banyak mengelus dada ya, biar tak rata juga. Hahaha...
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH PENGUJI
Short Storyulasan tentang keluh kesah seorang wanita yang telah lelah menanggung beban