Tega Kau, Mas Bimo!

284 36 15
                                        


Hai, readers sayang. Muti dan Bimo muncul lagi dengan cuplikan kisah lain nich. Jangan terlalu gemes ya dengan Bang Bimo, ntar ikutan nyesek lho... Ingat, dada rata akibat kebanyakan ngelus dada tidak ditanggung BPJS, ya... hahaha...

Happy reading para readers😊

****
Kisah di tahun 2014

"Ini buat beli pakaian lebaran untuk anak-anak, ini buat kasih ke ibu dan mertua, ini nanti angpau buat bagi-bagi ke keponakan, terus ini untuk zakat, khusus ini aku persiapkan untuk sodakoh, aku rasa untuk bensin cukup lah sekian." Gumam Muti sambil mencocokkan hitungan di kertas.

Sejenak Muti berfikir, "Aku hitung ulang lagi berapa uang yang masuk, biar ga salah perhitungan, kudu ada sisa buat di tabung dan persediaan buat habis lebaran, jadi ga perlu jual gelang." Kata Muti sambil tersenyum.

Kembali dia menuliskan sumber pemasukan dan menghitung. Nampak lega raut wajahnya mendapati semua keuangan beres.

"Alhamdulillah, semua bisa tercukupkan. Masih ada sisa buat pegangan setelah lebaran, ditambah THR Mas Bimo, lebih dari cukup." Senyum Muti kembali mengembang.

Kertas rincian kebutuhan lebaran yang dia buat diselipkan dalam dompet. Sudah terbayang di pelupuk mata, anak-anaknya akan senang berlarian di Mall Ramayana memilih baju-baju yang mereka sukai.

"Dua minggu lagi lebaran, besok Sabtu sore mau ajak jalan-jalan Rizki dan Avi ke Ramayana, biar mereka milih baju yang mereka suka."

Muti keluar dari kamar dan memanggil anak-anaknya, ia memberitahukan bahwa Sabtu besok akan jalan-jalan membeli baju baru. Tentu saja Rizki dan Avi bersorak gembira mendengar kata mamanya.

Muti tersenyum melihat tingkah polah anaknya. Ya, karena mereka lah Muti bertahan dengan Bimo. Karena anak-anak Muti mempunyai kekuatan lebih untuk terus berusaha.

Selesai shalat isya Muti memilih menemani anak-anaknya belajar sebentar, membimbing Kakak Rizki yang sudah kelas IV sambil momong Avi yang masih berusia 2 tahun namun aktifnya luar biasa. Dibiarkannya Avi membawa peralatan masak ke depan TV dan memukul-mukulnya, sedangkan dia fokus mengajari Rizki mengerjakan PR.

Muti menghela nafas, rasa lelah karena kegiatan rutinnya. Pagi dia mengajar, kemudian dari siang pukul 13.30 dia lanjut mengajar privat ke rumah-rumah hingga pukul 17.30. Anak-anak di rumah dengan assistan rumah tangga yang datang pagi pulang sore.

Sesampai di rumah Muti masih tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu, memberikan waktunya untuk anak-anaknya.

Rasa lelah sangat dia rasakan malam ini, apalagi ketika sesekali matanya melihat ke Avi yang bolak-balik ke dapur mengambil berbagai macam alat dapur. Panci, baskom, nampan, dan sudip sudah berpindah ke ruang tengah. Sudah terbayang rumah akan menjadi kapal pecah, mainan juga akan berserakan dimana-mana.

"Ma, sudah pukul 20.00 kok papa belum pulang ya, Ma." Tanya Rizki.

"Kata Papa bos yang dari German datang, kak."

"German itu luar negeri ya, Ma?"

"Iya."

Sampai anak-anak tidur, Bimo belum juga pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.10. Muti mencoba keluar pagar, melihat jalanan. Tak berselang lama terdengar suara Bimo dari arah selatan. Muti merasa lega ketika melihat suaminya pulang.

"Kok baru pulang, Pa?"

"Iya, tadi stock opname."

"Oh. Papa sudah makan?" Tanya Muti sambil membuntuti suaminya dari belakang.

"Sudah, Ma." Jawab Bimo dengan lesu.

Muti menangkap ada gelagat dari suaminya, seperti ada beban berat yang sedang dia tanggung.

JODOH PENGUJITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang