Mata Muti mendelik ketika Pak Dibyo menyuruh Bimo mengantar Muti, lelaki yang telah mengganggunya sedari tadi itupun tersenyum penuh arti."Ya, Tuhan!" Kata Muti seraya menepok jidatnya.
"Yuk, mbak! Aku antar pulang, tenang aja, aman kok." Kata Bimo sambil tersenyum.
Bagi Muti, senyuman pria menyebalkan itu serasa sebuah ejekan. Entahlah, Muti merasa tidak suka dengan sikap Bimo yang sok kenal itu.
"Mbak Muti mau pulang, kan?" Tanya Bimo lagi karena melihat Muti tak bergeming dari tempat berdirinya.
"I-iya."
"Ya, udah hayuk!"
Muti akhirnya naik ke motor, terpaksa dia menerima tawaran itu. Hari sudah malam, tidak mungkin dia pulang jalan kaki. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya sesekali Muti memandu Bimo agar tidak salah jalan.
"Makasih, ya." Kata Muti setelah turun dari motor.
"Iya, sama-sama. Lain waktu boleh main, kan?"
Mata Muti kembali mendelik, 'semakin ngelunjak nih cowok' batin Muti kesal.
"Maaf, disini aku ikut tante. Jadi, ga bisa sembarangan orang datang menemuiku."
"Aku akan minta ijin ke tantemu."
'Ini orang kenapa, sih? Maksa banget!' Batin Muti kembali. Kali ini benar-benar membuat Muti hilang kesabaran.
"Maaf, ga bisa.!" Jawab Muti ketus.
Muti segera membuka pagar dan meninggalkan Bimo yang terus saja memandanginya dengan senyum mengembang di bibirnya.
****
Dua hari kemudian.
Tek, tek, tek!
Suara pagar diketuk menggunakan kunci motor, Muti yang saat itu ada di lantai atas segera keluar dari kamarnya menuju balkon. Kepalanya melongok melihat ke bawah dan ekspresinya pun berubah terkejut luar biasa."Ya, Tuhan!" Kata Muti setengah berteriak dan lagi-lagi dia menepok jidat.
Melihat siapa yang datang, Muti segera turun. Ingin rasanya segera mengusir pria itu. Muti mencoba melihat situasi, ia takut jika sampai tantenya itu tahu ada pria yang ingin menemuinya. Kalau ketahuan bisa diomelin habis-habisan dia.
"Ngapain kamu kesini!" Kata Muti dengan suara tertahan, ingin membentak Bimo namun takut terdengar oleh tantenya.
"Mau main." Jawab Bimo santai.
"Aku sudah bilang, jangan kesini!" Muti nampak kesal sampai suaranya terdengar begitu geregetan.
"Aku suka kamu."
"Apa?!" Mata belok Muti makin melotot demi mendengar ucapan Bimo.
"Eh, aku kasih tau ya. Aku ga kenal kamu, aku juga ga tau siapa kamu. Jadi, ga usah sok kenal denganku." Dengan tegas Muti berkata, telunjuknya sudah mulai menunjuk muka Bimo. Sesekali Muti menoleh ke belakang, takut kalau-kalau orang rumah ada yang keluar dan memergokinya yang sedang di depan pagar dengan seorang pria.
"Ya, karena ga kenal itu aku mau kenalan. Pengen lebih dekat denganmu. Boleh, ya?"
"Enggak!"
"Kalau ga mau ya sudah. Aku ga akan pulang." Tantang Bimo sambil menyilangkan kedua tangan dan bersandar di motornya.
'Ya, Tuhan... Ini manusia apa?'
"Tolong, ya. Aku ga pernah punya masalah denganmu, jadi jangan mencarikan aku masalah. Tanteku paling tidak suka jika aku dekat dengan cowok. Sekarang kamu pulang!" Sengaja Muti memberi tekanan pada kalimat terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH PENGUJI
Short Storyulasan tentang keluh kesah seorang wanita yang telah lelah menanggung beban