Kali ini author bercerita dengan menggunakan POV Bimo. Kisahnya author dapat dari Muti yang mendapat keluh-kesah dari Bimo dan beberapa teman serta keluarga Bimo. Jadi, author kisahkan disini mengenai pandangan Bimo ke Muti.
Ingat ya para readers, author tidak bertanggungjawab jika ada kekesalan berlanjut yang menyesakkan dada, hahaha...
Happy reading para readers sayang...
POV Bimo
"Aku merasa istriku mengusir halus. Ia memintaku untuk pulang ke orang tuaku dengan alasan suruh merawat ibu yang sakit dan sekaligus mencari kerja di kota asalku." Curhat Bimo kepada kawannya yang juga tetangga depan rumah.
"Aku tahu kalau aku salah, tapi tidak begini juga dia menghukumku. Aku rasa Muti memang tak punya hati membiarkan aku sendirian jauh darinya. Dia tak mengerti cintaku kepadanya melebihi apapun." Lanjutnya.
"Mungkin maksud Muti ada benarnya, Bim. Dia ingin kamu kerja disini sambil rawat ibumu. Biar makin berkah." Jawab kawannya.
"Muti hanya memberiku uang satu juta rupiah untuk bertahan sampai aku mendapat pekerjaan. Seharusnya Muti tahu kalau mencari pekerjaan itu tidak mudah. Ini sama saja menyuruhku untuk memutar otak." Kata Bimo tanpa menghiraukan pendapat dari kawannya.
"Ah, Muti memang kejam. Aku rasa Muti sudah tidak mencintaiku, pasti ada pria lain yang mendekatinya sampai-sampai tega mengusirku halus dari rumah." Masih dengan nada jengkel Bimo bercerita. Namun, kali ini kawannya hanya diam mendengarkan. Entah apa yang dia pikirkan.
"Aku mencoba mencari cara agar uang pemberian Muti yang tak seberapa itu bisa untuk bertahan sampai aku mendapat pekerjaan. Tapi apa ya?"
"Jualan aja, Bim. Cari peluang barang apa yang cepat laku di pasaran."
Lama Bimo berfikir.
"Aku mencoba sharing dengan keluarga dan juga beberapa teman. Banyak yang menyarankan aku untuk jualan, tapi mau jualan apa?"
"Ya, coba jualan apa gitu. Kan bisa survei dulu, product apa yang lagi booming." Saran kawannya lagi.
"Ah, pusing! Aku telpon saja Muti, biasanya dia kan banyak ide. Bentar ya, Wan. Aku mau telpon Muti dulu." Pamit Bimo masuk rumah.
Segera Bimo ambil gawai dan mencari kontaknya Muti.
"Lagi apa, Ma?" Tanya Bimo setelah mendengar suara berisik dari seberang telpon.
"Ini masih ngelesi."
"Lho, ini kan udah malam. Kok masih ngelesi?"
"Iya, sekarang mama ngelesi di rumah. Anak-anak yang datang ke rumah, jadi bisa buka sampai malam."
"Oh. Yang les banyak, Ma?"
"Alhamdulillah."
"Wah, uang mama tambah banyak donk."
"Aamiin."
"Ada apa? To the point aja, ni aku masih ngelesi."
"Papa bingung, Ma. Mau usaha tapi usaha apa?"
"Jualan lah."
"Iya, tapi jualan apa?"
Sejenak Muti berfikir. Usaha dengan modal minim tapi hasil lumayan.
"Jualan buah saja, Pa. Tapi dikelilingkan."
"Malu lah, Ma."
"Terserah kalau ga mau. Udah ya, aku mau lanjut ngelesi dulu."
Muti langsung menutup telpon dan melanjutkan aktivitasnya, menyelesaikan mengajar sesi akhir sampai pukul 20.30 sambil momong Avi pastinya.
****
"Huh! Muti memang tak mau berfikir, asal saja dia ngomong. Mantan supervisor perusahaan besar suruh jualan buah keliling. Jahat bener dia." Gerutu Bimo penuh kekecewaan.Bimo keluar menemui kawannya yang masih duduk di teras rumah.
"Muti malah menyuruhku jualan buah, ga bener banget dia. Merendahkan suami sendiri." Kata Bimo kepada kawannya.
"Ga ada salahnya dicoba, Bim."
"Ga tau lah, pusing." Seru Bimo sambil mengacak rambutnya.
Seketika hening. Hanya kepulan asap rokok yang saling berlomba menguar tanpa bekas.
Pikiran Bimo kalut. Sudah satu minggu ia belum juga mendapatkan kerja, sedangkan uang pemberian Muti hampir setengahnya ia gunakan. Kalau minta tambahan lagi yang ada Muti pasti ngomel tak jelas.
****
Dua hari kemudian, uang Bimo tinggal Rp 350.000,00. Ia semakin bingung, bagaimana kalau uang habis tapi ia belum juga mendapatkan pekerjaan. Akhirnya ia putuskan telpon Muti kembali."Ma, papa belum dapat kerja juga. Gimana donk ini?"
"Udah cari belum?" Jawab Muti santai.
"Udah, tanya sana sini juga."
"Kalau belum nemu kerjaan, sebaiknya usaha dulu, jualan atau kerja seadanya, ga usah milih-milih." Nasihat Muti ringan tanpa beban. Bahkan ketika menasihati Bimo, ia sedang melahap soto tauto yang super nikmat.
"Papa sampai ga makan, Ma. Biar irit."
"Kenapa ga makan? Nanti sakit lho. Disitu kan tinggal dekat keluarga, tinggal minta aja makan. Gampang kan?" Ejek Muti sambil senyum.
"Mama bisa bilang gitu, mama ga ngerti penderitaan papa." Protes Bimo kesal.
"Lha...kok aku dibilang ga ngerti? Emang situ tau penderitaanku selama jadi istrimu?" Lagi-lagi dengan sikap santai.
"Ma, kirimin uang lagi donk. Udah menipis nih." Pinta Bimo memelas.
Kali ini kesabaran Muti mulai menipis, yang tadinya masih bisa bersikap santai kini suaranya mulai menegaskan.
"Gini ya, Pa. Aku dah capek bantu kamu. Aku juga butuh simpan hasil jerih payahku untuk anak-anak. Kalau terus-terusan habis sirna gitu aja hanya buat bantu kamu, ga lagi-lagi deh. Sumpah, mama capek dengan semua tingkahmu!"
"Kan bener... pasti ngomel. Istri kok ga bisa dukung suami. Ya sudah lah, aku mau mikir sendiri!" Seru Bimo kesal sekesal-kesalnya. Dengan emosi Bimo menutup telpon.
Ditempatnya, Muti hanya mampu menghela nafas dan mengelus dada.
****
Biar tak terlalu nyesek, tak perlu panjang-panjang ya, Mak😊
Jangan lupa komen dan vote bintangnya yach, makasih😉

KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH PENGUJI
Nouvellesulasan tentang keluh kesah seorang wanita yang telah lelah menanggung beban