#02

3K 324 57
                                    

Sinar matahari berusaha menembus dari sela-sela gorden. Mencoba membangunkan sepasang anak manusia dengan silaunya. Ia berhasil membuat salah satunya melenguh malas. Namun, si pemuda cantik itu malah membalikkan badan dan menyembunyikan wajahnya di dada telanjang sang kekasih.

Sang kekasih menariknya ke dalam pelukan. Tidak memperdulikan rasa lengket jejak semalam yang masih melekat di tubuh telanjang mereka. Kedua matanya masih terpejam. Sinar matahari sama sekali tidak mengganggu tidur nyenyak mereka.

Tidak berselang lama, ponsel di meja nakas berbunyi keras lengkap dengan getarannya. Johnny mengerenyitkan kening. Tangan panjangnya terulur mencoba mematikan alarm ponsel.

Setelah itu ia menghela napas lega dan kembali memeluk kekasihnya. Hanya berjarak beberapa menit, ponselnya kembali berdering. Sayangnya bukan alarm melainkan panggilan masuk. Johnny menggeram kesal. Di tempelkannya ponsel itu di telinga dengan malas.

"Yoboseyo." sahutnya dengan suara serak sambil mata terpejam.

"Yak! jam berapa ini?! Semua orang mencarimu!" teriak manajernya dari seberang sambungan.

Johnny mencoba membuka mata. Lalu melirik jam. Matanya langsung terbuka sempurna. Jadwal syutingnya akan dimulai sepuluh menit lagi. Tidak akan jadi masalah sebenarnya jikalau lokasinya dekat dengan rumah Ten, tempatnya berada saat ini. Sayangnya jarak tempuh ke lokasi saja butuh waktu 15 menit dengan kecepatan penuh mobil sedannya. Ia jelas sudah terlambat.

Johnny pun segera bangkit dan melepas pelukannya pada Ten. Ten terkejut melenguh sedikit. "Mwoya..." katanya. Johnny masih berbicara dengan manajernya di telepon.

"Aku segera ke sana, tunggu." ucapnya sebelum memutuskan sambungan. Ia lalu beralih menatap Ten yang sedang mengusap-usap wajahnya.

"Maaf, aku harus pergi, mereka mencariku." kata Johnny mengecup bibir Ten. Ten menahan wajahnya.

"Tidak sarapan dulu?" tanyanya setengah sadar.

"Aku ingin sekali tapi kurasa tidak akan sempat," Johnny menjauh dan meraih handuknya. Ten menyelimuti tubuh telanjangnya sebatas dada. Ten duduk bersandar, beberapa menit kemudian Johnny keluar sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ia memandangi Johnny yang hilir mudik tanpa mengenakan apapun sambil tersenyum genit.

"Ah sayang sekali kau buru-buru, padahal aku masih kangen..." kata Johnny sambil memakai pakaiannya dan diangguki oleh Ten.

"Hm apalagi melihatmu se seksi itu." sahut Ten. Johnny mengulum senyum. Johnny sudah berpakaian lengkap. Ia mendekati Ten lagi untuk memberikan ciuman selamat tinggal.

Ternyata tidak hanya sekedar kecupan, mereka memperdalam ciuman sampai dengan ciuman panas. Johnny menahan tangan Ten dari kancing kemejanya. "Kuusahakan pulang secepatnya, kita lanjutkan nanti." ucap Johnny. Si cantik melenguh pasrah.

"Heuh... Baiklah." katanya cemberut. Johnny tersenyum dan mengacak-acak rambut Ten.

"Mandi sana, kau bau." perintahnya sebelum keluar dari kamar Ten.

"Yak!" seru Ten tidak terima. Percuma, Johnny tidak mendengarnya. Ten pun bangkit dari kasurnya hanya dengan berbungkus selimut. Ia mengintip sedikit dari jendela lalu melambaikan tangannya pada Johnny.

Mobil itu kemudian melaju meninggalkan halaman rumah Ten. Ten dengan riang masuk ke kamar mandi, mengisi baknya dengan air hangat lalu melemparkan bathbomb beraroma mawar. Favoritnya. Hari ini suasana hati Ten semakin baik. Sebab semalam adalah malam yang luar biasa.

. . .

Sesuai janji, Winwin akhirnya menghubungi Taeyong setelah Ten menyiapkan koleksi yang diminta Taeyong. Belum setengah jam Winwin menghubunginya, pria bergaya nyentrik itu sudah muncul di butik Ten. Ia tampak sangat bersemangat.

UndecidedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang