#03

2.3K 311 47
                                    

Sudah berjalan kurang lebih tiga hari, Sejak makan siang waktu itu, Ten tidak pernah menerima pesan masuk lagi dari Taeyong. Ten sendiri disibukkan untuk menyelesaikan project-nya untuk Seoul Fashion Week yang akan diselenggarakan dua hari lagi.

Ten melirik jam ditangan nya ia harus segera pergi mengambil pakaian-pakaiannya di rumah jahit. Rumah jahit itu jaraknya tidak terlalu jauh, hanya butuh sepuluh menit untuk pergi ke sana. Biasanya Winwin akan menemaninya, tetapi karena Winwin sedang sibuk dengan laporan keuangan butik, ia tidak akan mengganggu.

"Selamat siang," sapa Ten memasuki sebuah toko kecil yang tampak antik. Wanita yang duduk di balik meja kasir langsung mengenali dan tersenyum padanya.

"Tuan Lee, tunggu sebentar aku akan menyiapkannya." ucapnya kemudian masuk ke bagian dalam toko.

"Iya, aku akan menunggu." jawab Ten kemudian duduk di sofa. Di sekelilingnya banyak display hasil jahitan rumah jahit ini. Ten bukannya tidak bisa menjahit, hanya saja ia tidak bisa melakukannya sendiri. Ia butuh tenaga yang lebih banyak untuk menyelesaikan project besar seperti Fashion Week saat ini misalnya.

Kebetulan, rumah jahit ini terkenal di kalangan para desainer karena hasil jahitannya yang sangat rapi juga sesuai dengan keinginan. Biayanya pun tidak terlalu mahal. Dan mereka bisa mengerjakan tepat waktu. Itu yang Ten suka.

Beberapa karya desainer yang pernah memakai jasa mereka dipajang di manekin sekeliling toko. Salah satunya hasil karya Ten. Ten tersenyum kecil. Di samping pakaiannya, ada karya salah satu perancang gaun pengantin. Gaun itu sangat cantik kristalnya gemerlapan. Tiba-tiba saja Ten jadi membayangkan pernikahan.

Imajinasi membawanya terbang ke waktu di mana suatu hari ia akan menggandeng tangan Johnny lalu menandatangani surat pernikahan. Setelah itu mereka akan pergi bulan madu ke tempat yang jauh dan tidak pernah mereka kunjungi seperti Kuba atau Bali. Kemudian Ten setiap hari akan bersamanya, tidur di atas kasur yang sama, melayaninya, dan berbicara tentang kebutuhan rumah tangga bersama. Dan mungkin, kalau di berikan kesempatan mereka juga akan memiliki versi kecil dari diri mereka, anak.

Ten tidak pernah memeriksa secara spesifik tapi kemungkinan besar ia memiliki keistimewaan, yaitu ia adalah satu dari ribuan laki-laki yang bisa mengandung. Satu yang lainnya adalah ibunya sendiri. Tapi Ten masih ragu kalau pun ia tidak punya masih ada teknologi lain yang bisa membantunya memiliki keturunan. Ibu pengganti misalnya.

"Ini milikmu tuan Lee." ucap wanita itu tanpa Ten sadari sudah kembali dengan membawa setumpuk pakaian. Ten pun tersadar dari lamunannya. Ten menyambutnya dan sedikit kewalahan.

"Butuh bantuan?" tawar wanita itu. Ten menggeleng.

"Tidak, aku bisa kok, terima kasih, ya." jawab Ten ramah lalu keluar dari toko. Ia sedikit kesusahan menyusuri jalan ramai menuju butiknya. Tumpukan pakaian di tangannya ini menutup jarak pandangnya.

Beberapa langkah ke depan, Pakaian itu tiba-tiba berkurang dari tangannya. Ten berhenti melangkah dan menoleh. Di sampingnya Taeyong memeluk sebagian pakaiannya dan tersenyum manis. Ten sempat terpana.

"Hai." sapanya ramah menyadarkan Ten.

"Oh, hai, apa kabar?" sahut Ten sambil melanjutkan langkah menuju butik diiringi oleh Taeyong.

"Lumayan, dibilang baik tidak terlalu baik, dibilang buruk juga tidak terlalu buruk, bagaimana denganmu?" Taeyong menggedikkan bahunya.

"Ya, seperti yang kau lihat, aku sibuk sekali akhir-akhir ini," Jawab Ten merujuk ke pakaian-pakaian yang ada di tangannya. "Kau barusan dari mana?"

Taeyong menunjuk dengan dagunya. "Aku baru saja makan siang dengan rekan-rekanku di kedai ujung sana, kimbabnya sangat enak."

"Benar, kedai di ujung sana masakannya lebih enak juga suasananya membuatmu merasa nyaman, bahkan menurutku lebih baik daripada restoran perancis waktu itu." ucap Ten. Taeyong wajahnya merona dan ia menutupinya dengan tawa renyah.

UndecidedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang