#13

2.2K 293 63
                                    

Kaki panjangnya berlari menembus keramaian. Beberapa perawat menegurnya untuk berjalan pelan-pelan. Namun, Winwin tidak sabar. Ia harus segera bertemu kakaknya. Di balik tirai putih itu, Ten terbaring lemah. Mata bengkaknya menatap lesu Winwin.

"Hyung, huh maaf, maafkan aku, aku terlambat." sesal Winwin diiringi oleh Hendery di belakangnya.

Ten menggeleng lemah. Ia berusaha bangkit untuk duduk namun Hendery menahannya. Ten merasa pusing di kepalanya semakin parah berniat pergi ke dokter sendiri dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Tetapi ketika sampai di persimpangan jalan, ia jatuh pingsan. Seorang anak muda yang kebetulan lewat membantunya dan membawanya ke rumah sakit.

"Ini aku bawakan makanan untukmu," suara khas itu membuat Winwin dan Hendery menoleh.

"Dia yang membantuku, terima kasih banyak." ucap Ten. Laki-laki muda itu tersenyum. Ia mengulurkan tangan berkenalan dengan Winwin dan juga Hendery.

"Yangyang." ucapnya mengenalkan diri. Ia kemudian menaruh bungkusan yang ia bawa tadi di meja nakas dekat kasur Ten.

"Maaf, tapi kurasa aku harus segera pergi, temanku menunggu." pamitnya sopan segera berbalik pergi. Winwin mengejarnya.

"Tunggu," Yangyang pun menghentikan langkah. Ia melihat Winwin mengeluarkan sejumlah uang. Yangyang langsung menggeleng dan menjauhkan tangan Winwin.

"Tidak, tidak, aku membantu dengan ikhlas, sungguh." ucapnya. Winwin balas menggeleng dan menjejalkan beberapa lembar seratus ribu itu ke tangannya.

"Kau menyelamatkan nyawa kakakku, kita tidak tahu apa yang terjadi kalau ia telat dibawa ke rumah sakit, bahkan kurasa uang ini belum cukup, jadi ambilah, dan ini kartu namaku, hubungi aku kalau kau butuh sesuatu," Winwin menyelipkan kartu namanya di tangan Yangyang.

Yangyang memandangi tangannya. Ia lalu tersenyum tipis dan mengangguk. "Baiklah, terima kasih." jawabnya. Winwin membalas dengan senyuman.

"Kau anak yang baik." tutup Winwin sebelum ia berbalik dan kembali ke bilik Ten. Di sana dokter sedang berbicara dengan Ten juga Hendery.

"Kandungan hemoglobin dalam sel darah merah anda juga sangat rendah, jadi saya sarankan anda untuk rawat inap minimal dua hari agar saya bisa memantau anda juga janin anda." kata dokter. Ten menghela napas pasrah. Ia mengangguk.

Dokter itu tersenyum tipis kemudian memerintahkan para perawat untuk memindahkan Ten ke ruang inap. "Kau temani Ten sebentar, aku akan mengurus administrasi." ucap Winwin pada Hendery.

Sementara Ten memandang kosong ke arah lain. Winwin menatapnya kasihan. Ia sudah mengetahui semuanya semalam ketika Ten menelponnya sambil terisak. Saat itu juga Winwin segera pergi ke rumah Ten dan menginap di sana. Paginya pun Winwin berencana untuk tidak pergi ke butik tetapi Ten memaksanya untuk bekerja.

Winwin lalu menghela napas lelah. Ingin sekali rasanya ia menghajar pria bernama Seo Johnny dan pria bernama Lee Taeyong itu satu persatu. Satu akan menerima pukulan karena tidak bisa menjaga mulut dan sudah membuat kakaknya masuk ke dalam masalah paling pelik dalam hidup. Lalu yang satunya akan mendapat pukulan gratis karena sudah tega meninggalkan kakaknya yang sedang hamil besar dan sakit sendirian di rumah menangis sesegukan. Atau menghadapi keduanya sekaligus Winwin tidak takut. Kalau saja Ten tidak memperingatkannya, dua pria itu sudah jatuh babak belur akibat pukulannya.

"Silahkan tanda tangan disini dan disini." suara seorang petugas administrasi membuyarkan lamunan Winwin. Lagi-lagi ia menghela napas sambil membubuhkan tanda tangan. Pokoknya kalau sampai salah satu dari pria itu memunculkan batang hidungnya kemari, Winwin tidak segan-segan untuk melemparnya dari lantai teratas.

UndecidedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang