#11

2K 279 35
                                    

Hari yang sangat cerah. Secerah senyum semangat pagi di wajah Ten sore hari ini. Ia menyerahkan beberapa kotak susu hamil dan sayuran beku ke kasir. Seorang wanita mengernyit melihat perut besarnya. Walaupun sudah lama ada kasus pria hamil di negara ini, tetapi beberapa orang tetap saja ada yang merendahkan mereka. Ten dengan berani mendeliknya sinis. Wanita itu kemudian langsung melengos pergi. Ten tersenyum menang.

Sementara seorang pria manis yang berada di balik meja kasir tampak gemas pada perut besar Ten. "Berapa bulan usianya?" tanyanya semangat sambil memindai barcode barang.

Ten mengusap perutnya. "Tujuh." jawabnya. Pria manis yang Ten tebak usianya masih belasan itu semakin mengembangkan senyumnya.

"Ahh pasti menyenangkan bisa punya bayi lucu, kau sudah tau jenis kelaminnya?" Ten mengangguk.

"Dokter bilang perempuan," kata Ten. Pria manis itu lalu meraih sebuah boneka kucing yang dipajang di meja kasir.

"Ini untuk anakmu, gratis." katanya sambil tersenyum dan memasukan boneka itu ke dalam kantong belanja Ten.

"Oh, terima kasih banyak," balas Ten tersenyum senang.

"Sama-sama, semoga persalinanmu lancar." doanya tulus.

"Semoga pekerjaan dan sekolahmu juga lancar, sampai jumpa." Ten melambaikan tangannya setelah menerima kembalian dan keluar dari minimarket tersebut. Tak jauh ia melangkah, ponselnya berdering dan tertera nama 'Haechanie Appa'. Bukan Ten yang berinisiatif menamai kontak Taeyong seperti itu tetapi Taeyong sendiri yang memaksanya.

Ten segera mengangkat telepon tersebut setelah dering kedua.

"Hey, sedang apa?" sambut Taeyong lebih dulu.

"Aku sedang pergi berbelanja~" ucap Ten pada ponselnya di telinga. Kakinya melangkah menyusuri jalan kecil yang menghubungkan jalan besar yang dipadati pertokoan dan area perumahan. Sebelah tangannya memegang kantong plastik berisi belanjaan.

"Apa? Sendirian? Bahaya sayang, kau sedang hamil besar…" panik Taeyong dari seberang telepon. Ten tertawa renyah. Berusaha terdengar bahwa ia sebenarnya baik-baik saja.

"Aku ini hamil, bukan sakit, lagi pula mini marketnya hanya satu blok dari sini." jawabnya. "Tidak ada pekerjaan malam,  kan?" sahut Ten sambil memegang pinggangnya.

"Tidak, aku kan sudah janji untuk makan ayam bakar petir bersama mu, tunggu aku di rumah, ya." Ten tersenyum lebar. Ia merubah posisi ponselnya ke telinga lain dan mengepitnya dengan bahu selagi ia mencari kunci rumah di kantung jaketnya.

"Tentu saja, ah, aku mau mencari kunci dulu, aku tutup, ya, bye sayang."

"Poppo juseyongg~"

"Kkkk muuah~!" Ten mencium ponselnya sambil tertawa geli.

"Muahhh gomawo, ppai~!" Taeyong mematikan sambungannya lebih dulu. Ten mengulum senyum. Tingkah laku manja Taeyong itu bagian favorit Ten. Selain menggemaskan, Ten juga merasa terhibur karenanya.

Ten kembali merogoh sakunya mencari kunci. Namun ia tidak juga kunjung menemukan kuncinya, sementara rumahnya semakin dekat. Ketika ia berhasil menemukan kunci tersebut dalam dompetnya, sebuah mobil dengan plat yang Ten sangat kenal berhenti di depannya. Ten segera menaikan ponco hoodienya dan berjalan cepat.

Sang pengemudi membuka kaca dan memanggil namanya. Ten tidak menghiraukannya sampai ia memblokir jalan menuju rumah Ten. Ten mendengus sebal. Si pengemudi akhirnya keluar dari mobil.  Meskipun ia memakai topi dan masker, Ten tetap bisa mengenalinya.

UndecidedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang