#12

2.1K 288 43
                                    

Dua hari dan kondisi Ten Taeyong rasa semakin memburuk. Batuknya semakin jadi. Setiap menjelang malam suhu badan Ten akan naik. Taeyong pun membujuknya untuk pergi ke dokter. Ia benar-benar khawatir terjadi sesuatu dengan Ten.

"Kita pergi ke dokter, ya?" Tapi Ten malah menggeleng lemah.

"Besok pasti sembuh, uhuk." Ucap Ten terbatuk-batuk. Ia menarik selimut lagi. Di musim panas yang memuncak ini ia malah merasa sangat kedinginan.

Malamnya, suhu badan Ten mencapai angka tiga puluh sembilan. Tanpa persetujuan Ten, Taeyong menggendongnya masuk ke dalam mobil menuju rumah sakit. "Tidak ada penolakan." tekan Taeyong menginjak gas sedalam mungkin.

Ten tergolek pasrah di sampingnya. Sesampainya di rumah sakit, dokter mengambil sampel darahnya. Ten memalingkan wajah dari jarum panjang yang menusuk nadinya. Taeyong mengusap kepalanya menenangkan.

"Ssttss gwechana." kemudian Ten mengaduh sedikit ketika dokter mencabutnya. Selagi menunggu hasil pemeriksaan, Ten ditempatkan di salah satu bilik di IGD.

"Kau tidak ada digigit nyamuk, kan?" tanya Taeyong menatap khawatir. Ten mengedikkan bahu. Ia tidak merasa pernah di gigit nyamuk. Tak lama berselang, dokter beserta seorang suster yang tadi memeriksanya kembali membawa hasil uji laboratorium.

"Tidak ada penyakit yang mengkhawatirkan, tuan Lee hanya sedang stress ditambah pengaruh perubahan musim, bayinya sejauh ini baik-baik saja tetapi kalau demamnya tidak segera turun itu akan berbahaya," Dokter memandang Ten yang terbaring lemas. Taeyong menghela napas lelah. Dokter lalu kembali menekuni papan dan menuliskan sesuatu di atasnya. "Karena kami tidak bisa memberikan obat keras, kami hanya memberikan resep obat ringan dan beberapa vitamin pendukung." jelas sang dokter seraya menyerahkan secarik resep obat.

"Terima kasih, dokter." ucap Taeyong mengangguk sopan. Ten ikut mengangguk, dokter itu pun berlalu. Taeyong mengecek suhu tubuh Ten sekali lagi. Sudah lumayan reda setelah dokter memberikannya sebuah suntikan tadi.

"Apa yang mengganggu pikiran mu eoh? Sampai kau sakit begini?" Taeyong menatap lurus Ten dan menggenggam tangannya. Ten membalas tatapannya sendu. Taeyong tahu jelas ini bukan masalah sepele. Mereka bertatapan lama.

Dalam pikirannya, Ten sedang menimbang-nimbang. Apakah ia harus jujur atau tidak. Sebelum semuanya terlambat dan Taeyong mengetahuinya dari mulut orang lain. Atau bahkan dari mulut Johnny sendiri mengingat Johnny bertekad melakukan apa saja.

Ten pun menghela napas berat. Ia menoleh kiri kanan kemudian berbicara pelan. "Kita bicara di rumah." pintanya. Taeyong mengangguk setuju. Ia membantu Ten turun dari ranjang dan menggandengnya berjalan menuju parkiran.

Sesampainya di mobil, ponsel Taeyong tiba-tiba berdering. Telepon dari project manajer. Taeyong sempat ragu untuk mengangkatnya. Ten mengangguk tanda agar Taeyong segera mengangkat telepon penting dari atasannya.

"Yoboseyo manager-nim, oh, aku baru keluar dari rumah sakit, bukan bukan aku tapi istriku, sekarang?" Taeyong melirik Ten lagi. Ten terbatuk sedikit kemudian bersusah payah memasang safety belt. Taeyong mengulurkan sebelah tangan untuk membantu memasangkan safety belt Ten dengan benar.

"Baiklah, baiklah, aku antar istriku dulu ke rumah setelah itu aku akan segera kesana, maaf kalau nanti aku terlambat, iya, sampai jumpa." telepon pun terputus. Ten memandangnya diam.

"Mereka mengatur rapat dadakan karena ada idol yang jadwal comebacknya di majukan, dan mereka ingin melihat konsep pakaian yang kubuat segera." dengus Taeyong setengah mengomel sambil menyalakan mesin mobil.

"Pergilah, kita bisa bicara setelah kau pulang." jawab Ten lembut. Taeyong meliriknya penuh sesal.

"Maaf," Ten menggeleng.

UndecidedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang