12. Disaat Hati dan Raga tidak kompak

915 52 0
                                    

Keira POV

Saat aku turun mobil, Al sebagai pengemudi langsung menginjak pedal gas untuk melaju meninggalkanku di depan rumah dan membiarkan mataku untuk menyaksikan kepergiannya.

Setelah mataku sudah tidak menangkap mobil hitam mengkilap itu dari pandanganku, aku langsung memasuki rumah dengan malas.

Tas maroon yang kupakai, ku lempar ke sembarang arah setelah membuka pintu kamar yang aromanya membuatku langsung tumbang diranjang dan membuat tubuhku memantul di permukaannya. Sedangkan seragam Bhakti Nusa masih setia menempel ditubuh lemasku ini. Enggan rasanya untuk beranjak dari zona yang benar-benar membuatku malas untuk melakukan hal apapun. Bagaikan tidak memiliki tulang yang menopang tubuhku untuk beranjak hanya sekedar cuci muka dan berganti pakaian.

Setelah aku menangis karena Melvin lalu tidur di ruangan Bu Marina, dua pengawal Andra membawaku pulang, itu perintah Andra katanya.

Noval bilang, Andra merintahkan dirinya dan Al untuk membawaku pulang jika aku sudah bangun dari tidur. Aku tidak mengetahui alasan logisnya. Tetapi Al bilang, agar aku istirahat saja. Bodolah, susah untuk dipahami. Bodohnya aku langsung nurut dari permainan si laki-laki berkuasa itu.

Dan benar. Aku dipulangkan dengan selamat tanpa cacat sedikitpun. Ralat, cacat, hati aku yang cacat. Cacat karena memikirkan laki-laki bernamakan Melvin yang entah seperti apa kabarnya setelah dimangsa Andra. Jujur, aku selalu mikirin dia. Aku merasa bersalah, karena memang itu salahku juga.

Baru satu menit aku berada di zona nyaman itu, pintu kamarku langsung terbuka tanpa aba-aba mengeluarkan suara ketukan sebagai isyarat untuk izin masuk kamar.

Pelakunya mama, tidak heran. Kemungkinan hanya merintahkanku untuk sekedar makan atau berganti pakaian.

Tapi dugaanku salah besar. Mama memanggilku lalu merintahkanku untuk turun karena ada temanku yang datang.

Aku menurutinya. Karena aku sangat penasaran, siapa yang datang sampai-sampai mama menggodaku dengan matanya yang dikedipkan secara berulang.

Mama bilang sih laki-laki yang datang. Ganteng katanya.

Dugaanku Melvin.

Tapi tunggu.

Aku tidak beranggapan kalau Melvin itu ganteng. Aku hanya menebak saja, tidak lebih. Tqpi aku masih menimbang-nimbang pikiranku. "Melvin kan masih sakit akibat Andra tadi, mana mungkin bisa kesini?" Itu pikiranku. Tapi tidak masalah jika memang itu Melvin. Jadi aku tidak perlu mengkhawatirkan dia lagi.

Aku menuruni anak tangga agar sampai ke  bawah sana. Dan ini sudah tangga yang ter-akhir kupijak. Dari sini aku sudah melihat laki-laki yang tengah berbicara dengan mama disofa sana.

Bisa kulihat itu bukan Melvin. Laki-laki itu sehat, tanpa ada hiasan luka di wajahnya.

Semakin penasaran. Aku mendekati objek itu.

Degg

Ini Jelas. Sangat jelas.

Langkah kakiku semakin enggan untuk melangkah lebih dekat setelah mengetahui siapa laki-laki yang tengah berbicara dengan mama saat ini.

"Kenapa dia kesini?" mulutku komat-kamit berbicara seorang diri.

"Ra, sini!" mama merintahkanku untuk mendekat.

Aku menurutinya. Tidak lepas dari pandanganku terhadap laki-laki yang saat ini juga tengah memandangku dengan tatapan yang seakan dirinya ingin memangsaku. Senyumannya penuh arti. Jika aku telaah, banyak unsur negatif di balik senyumannya itu.

Aku menduduki diriku. Tapi belum sempat pantatku mendarat dipermukaan sofa, laki-laki itu langsung berpamitan dan meminta izin kepada mama untuk menculikku beberapa jam kedepan.

RaRaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang