Books 8

817 107 17
                                    

HOSEOK TIBA DI GROSVENOR Square pukul lima lebih. Saat diberi tahu oleh sang porter sudah jam berapa saat itu, dia memekik cemas dan berlari ke lantai atas. Di koridor atas, dia nyaris bertubrukan dengan Taehyung, yang sudah berpakaian rapi untuk menghadiri opera. “Oh, T-Tuan, aku b-baru saja mengalami petualangan mendebarkan!” ujarnya tersengal-sengal. “Akan kuberi tahu kau sekarang juga andaikan aku b-belum telat. Tolong m-maafkan aku! Aku t-tak akan lama-lama!”

Taehyung memperhatikan sang istri menghilang ke dalam kamarnya sendiri, kemudian melanjutkan perjalanan ke lantai bawah. Rupanya tidak mempermasalahkan keterlambatan sang istri, Taehyung berpesan ke pelayan dapur agar makan malam disajikan setengah jam lebih lambat ketimbang biasanya, kemudian melenggang ke ruang duduk untuk menunggu kemunculan Hoseok. Fakta bahwa opera dimulai pukul tujuh sepertinya tidak merisaukan Taehyung sama sekali dan bahkan, ketika jarum jam bersepuh emas di atas rak perapian telah menunjukkan pukul enam kurang seperempat, dia tetap tidak menunjukkan ketidaksabaran sedikit pun. Di ruang bawah, sang koki—yang mondar-mandir gelisah antara dua ekor kalkun panggang dan kepiting masak mentega—mencecarkan sumpah serapah kepada kaum submissive.

Pada pukul enam kurang lima menit, Hoseok akhirnya menghadirkan diri dengan baju halus berenda dan kepala berambut coklat tertata mahkota yang cantik di ruang makan. Mengambil kursi di balik meja makan, berseberangan dengan suaminya, Hoseok mengumumkan sambil tersenyum mempesona bahwa dirinya ternyata tidak begitu telat. “Jika yang dipentaskan adalah komposisi G-Gluck, aku tidak k-keberatan melewatkan sebagian,” dia berujar. “Tapi, aku h-harus memberitahumu mengenai petualanganku. Aku ditodong oleh perampok, T-Taehyung, percaya atau tidak!”

“Ditodong oleh perampok?” ulang sang Earl, cukup terkejut.

Hoseok, karena mulutnya penuh kepiting masak mentega, hanya mengangguk kuat-kuat.

“Ya ampun, kapan dan di mana, Sayang?”

“Oh, di d-dekat Halfway House sepulang dari rumah Laney. Padahal hari masih terang, tapi mereka mengambil d-dompetku. Untung isinya tidak banyak.”

“Syukurlah,” kata sang Earl. “Tapi, aku masih belum mengerti. Apa perampokan ini terjadi tanpa perlawanan sama sekali dari para pelayanku yang heroik?”

“M-masalahnya, Jeffries tidak membawa p-pistol. Sais menjelaskannya kepadaku sesudah kejadian.”

“Ah!” kata sang Earl. “Jika demikian, tak diragukan lagi bahwa dia nanti akan berbaik hati juga untuk menerangkannya kepadaku.”

Hoseok, yang sedang mengoperkan hidangan artichoke ke piringnya sendiri, mendongak cepat saat mendengar kata-kata itu, kemudian berkata, “T-tolong jangan marah, Taehyung. Akulah yang salah karena b-bertamu terlalu lama di rumah L-Laney. Lagi pula, menurutku Jeffries tak akan b-bisa berbuat banyak kalaupun membawa senapan, sebab ada lebih dari satu perampok dan mereka semua menembakkan pistol!”

“Oh!” kata Taehyung sambil menyipitkan mata. “Berapa banyak, tepatnya?”

“T-tiga orang.”

Sang Earl mengangkat alis. “Aku jadi semakin tertarik, Hosiki. Kau ditodong oleh tiga pria—”

“Ya, dan mereka semua b-bertopeng.”

“Sudah kuduga,” kata sang bangsawan. “Tapi, apakah kau bermaksud memberitahuku bahwa kau hanya kehilangan dompet di tangan para, eh, pencopet tersebut?”

“Ya, tapi salah seorang b-berusaha mencopot cincin dari jariku. Aku b-bertaruh mereka sudah mengambil semuanya andaikan seorang p-penolong tidak menyelamatkanku tepat pada waktunya. Romantis, b-bukan, Tuan?”

“Mujur benar,” kata sang Earl. “Boleh kutanya siapakah pahlawan pemberani itu?”

“Lord J-Jeon!” jawab Hoseok, mengucapkan nama tersebut dengan nada menantang.

The Convenient Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang