Books 20

583 81 23
                                    

SEJAM BERSELANG, TAMPAKLAH tiga pria berkuda dengan mantap ke arah Knightsbridge. Namjoon, yang menunggang seekor kuda cokelat kemerahan nan gesit dari istal Yoongi, telah mengganti seragam resimennya yang berwarna merah dan dengan jas kulit polos juga rambut yang diikat ke belakang kepalanya. Sebelum bergabung dengan Yoongi di pondokannya, Namjoon sempat bertamu lagi ke Grosvenor Square dan mendapati Hoseok yang sedang resah.

Ketika Hoseok memperoleh kabar mengenai perkembangan terbaru, dia pertama-tama mengutarakan ketidakpuasan karena Mr. Drelincourt terkutuk tidak dibunuh. Baru bermenit-menit kemudian, Namjoon bisa membujuk Hoseok untuk menyetop ceramahnya tentang kebiadaban Mr. Drelincourt. Saat kegeraman Hoseok sudah sedikit mereda, Namjoon memaparkan rencana Yoongi kepada saudara iparnya. Uraian ini serta-merta memperoleh persetujuannya. Rencana Yoongi merupakan gagasan tercerdik yang pernah dia dengar, kata Hoseok, dan tentu saja rencana itu mustahil gagal.

Namjoon mewanti-wanti Hoseok agar tidak bercerita kepada siapa-siapa, kemudian berangkat ke Pall Mall.

Dia menduga tak akan menjumpai Mr. Hawkins baik di Halfway House atau di mana pun, tetapi percuma menyampaikan pendapat tersebut kepada Yoongi yang optimistis. Karena pada saat ini saudara iparnya sedang bersemangat, entah Mr. Hawkins menepati janji atau tidak, rencana Yoongi kemungkinan besar akan jalan terus.

Tidak sampai setengah kilometer sebelum Halfway House, tampaklah seorang laki-laki menuntun kudanya. Saat mereka kian dekat, lelaki itu menengok ke balik bahunya dan Namjoon terpaksa mengakui bahwa dia telah salah menilai kenalan baru mereka.

Mr. Hawkins menyambutnya dengan riang gembira. "Wah, rupanya kau tidak bohong!" dia berseru. Matanya menelaah kuda betina Yoongi dengan tatapan memuji. "Kuda bagus," katanya sambil mengangguk. "Tapi susah diatur-susah diatur, taruhan demi nyawaku. Ayo, ikut denganku ke tempat minum yang kuceritakan."

"Mantel kami bagaimana?" tanya Yoongi.

"Beres, Tuan."

Kedai minum yang dijadikan markas oleh Mr. Hawkins terletak agak jauh dari jalan utama. Tempat usaha yang meragukan itu diramaikan oleh pria-pria bertampang preman yang sepertinya adalah rekan seprofesi Mr. Hawkins. Untuk mengawali petualangan mereka, Yoongi memesan empat gelas brendi, yang dia bayar dengan melemparkan sekeping guinea ke meja layan.

"Jangan lempar-lempar guinea di sini, Pemuda Bodoh!" kata Namjoon dengan suara pelan. "Bisa-bisa kau dicopet jika kau tidak waspada."

"Iya, si kapten benar," kata Mr. Hawkins, yang juga mendengar. "Aku garong jalanan tulen-belum pernah coba-coba membobol rumah dan tidak akan pernah-tapi ada beberapa copet yang sudah memperhatikanmu. Di sini ada macam-macam orang-tukang tadah, copet, maling biasa, rampok rumah. Nah, silakan minum, Rekan-Rekan! Aku minggat dulu. Ambil mantel kalian."

Yijeong menjawil lengan baju Namjoon. "Kau tahu, Joon," bisiknya penuh rahasia, "brendi ini berkualitas jelek! Mudah-mudahan Yoongi tidak menjadi mabuk karenanya-dia cepat sekali mabuk-dan dia sangat gegabah ketika mabuk! Selain itu, tidakkah kita harus mencegat Hawkins? Katanya dia hendak minggat."

"Menurutku dia tidak bermaksud kabur," hibur Namjoon. "Kuduga itu hanya istilah jalanan."

"Oh, begitu ya?" kata Yijeong lega. "Pantas saja. Aku sering kali tidak memahami ucapannya, kau tahu."

Mr. Hawkins ternyata "minggat" untuk menaiki tangga reyot, yang mengarah ke sebuah kamar tidur bau. Ketiga pria mengikutinya dan, di ambang pintu, Yijeong sontak berjengit sambil menempelkan saputangannya yang berparfum ke hidung. "Yoon-ya ampun, Yoongi, jangan!" katanya lirih.

"Baunya seperti bawang bombai," komentar Yoongi. Dia memungut topi bersudut tiga yang sudah penyek dari kursi dan, setelah melepaskan topi necisnya, mengenakan topi itu di rambut nya yang tak tertata. Dia mematut-matut diri di depan cermin retak dan terkekeh-kekeh. "Bagaimana menurutmu, Jeong?"

The Convenient Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang