KENDATI LANGKAHNYA TERSEOK-SEOK,tidak ada penghalang apa pun yang mampu menyimpangkan Yoongi dari tujuannya kembali ke Half-Moon Street. Mendapati pintu rumah Jungkook dalam keadaan terbuka, persis seperti saat ditinggalkan oleh Hoseok, masuklah Lord Jung tanpa basa-basi. Pintu ruang tamu juga terbuka dan cahaya memancar dari sana. Yoongi menyembulkan kepala dari balik pintu dan menengok ke dalam.
Lord Jung sedang menduduki kursi di dekat meja sambil memegangi kepala dengan kedua tangannya. Di lantai, tergeletak sebuah botol anggur kosong dan sebuah tongkat penyodok. Mendengar langkah kaki, Lord Jeon mendongak dan menatap kosong ke arah Yoongi.
Yoongi menjejakkan kaki ke dalam ruangan. “Mampir untuk melihat apakah kau sudah mati,” katanya. “Bertaruh dengan Yijeong bahwa kau belum mati.”
Jungkook mengusap matanya. “Aku masih hidup,” timpalnya dengan suara lirih.
“Betul. Maafkan aku,” kata Yoongi apa adanya. Dia mendekat ke meja, kemudian duduk di kursi. “Hosiki mengatakan dia membunuhmu. Yijeong membenarkan, jadi kusangkal saja. Omong kosong.”
Jungkook, masih memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut dengan satu tangan, mencoba untuk menenangkan diri. “Begitukah?” tukasnya. Dia mengamat-amati sang tamu tak diundang. “Untung bagimu, berarti. Biar kutegaskan sekali lagi bahwa aku masih sangat hidup.”
“Kalau begitu, coba benarkan rambut mu,” protes Yoongi. “Yang ingin kuketahui adalah, kenapa Hosiki memukul kepalamu dengan tongkat penyodok?”
Jungkook meraba kulit kepalanya yang memar dengan hati-hati. “Dengan tongkat penyodok, ya? Silakan tanyakan sendiri kepadanya, meskipun aku ragu dia bersedia memberitahumu.”
“Kau tidak boleh membiarkan pintu depan terbuka,” kata Yoongi. “Bagaimana kalau orang-orang masuk dan menghajar kepalamu? Bahaya sekali.”
“Mending kau pulang saja,” ucap Jungkook letih.
Yoongi memperhatikan hidangan makan malam di atas meja. “Pesta kartu?” tanyanya.
“Bukan.”
Pada saat itu, terdengarlah suara Jang Yijeong yang memanggil temannya. Dia juga menyembulkan kepala dari balik pintu dan, saat melihat sang Viscount, seketika ikut-ikutan masuk. “Kau harus pulang,” katanya. “Aku sudah berjanji kepada Tuan Hoseok akan mengantarmu pulang.”
Yoongi menunjuk tuan rumah yang kesal. “Dia belum mati, Jeong. Sudah kukatakan, bukan?”
Yijeong mengamati Jungkook baik-baik. “Betul, dia belum mati,” pemuda itu mengakui dengan enggan. “Tidak ada yang dapat kita lakukan. Mari kita pulang.”
“Langsung pulang begitu saja? Akhir yang payah untuk malam ini,” Yoongi berkeberatan. “Mari main piquet dulu.”
“Jangan di rumah ini,” kata Jungkook sembari Membernarkan pakaiannya, kemudian mengibas-ngibaskan bagian depan pakaiannya.
“Kenapa tidak boleh di rumah ini?” Yoongi menuntut penjelasan.
Pertanyaan itu ditakdirkan tak terjawab gara-gara kedatangan tamu ketiga.
“Jungkook yang budiman, tolong maafkan aku, tapi hujan ini keterlaluan sekali! Tidak ada usungan, sama sekali tidak ada kereta ataupun usungan yang dapat disewa! Dan karena pintu rumahmu terbuka lebar, aku melangkah masuk saja untuk berteduh. Aku tidak mengganggu, kan?” kata Mr. Drelincourt sambil mengintip ke dalam ruang tamu.
“Oh, sama sekali tidak!” timpal Jungkook ironis. “Silakan masuk! Rasanya aku tidak perlu memperkenalkan Lord Jung dan Jang Yijeong kepadamu?”
Mr. Drelincourt kentara sekali berjengit, tetapi dia berusaha mengatur garis wajahnya yang tegas sehingga menampakkan mimik acuh tak acuh. “Oh, jika demikian—aku tidak tahu bahwa kau sedang menjamu tamu, Tuan—mohon maafkan aku!”
![](https://img.wattpad.com/cover/104540044-288-k124796.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Convenient Marriage [END]
Fanfiction"Hoseok, jadi kau tanpa tahu malu meminta Lord V menikahimu?" "Ya," jawab Hoseok tegas. "Aku harus melakukannya." "Dia pasti luput menyadari," ujar Yoongi "bahwa kau gagap." Hoseok mengangkat dagunya. "Aku menyinggung b-bah-bahwa aku g-gagap dan di...