Books 13

666 93 16
                                    

KURANG-LEBIH BERBARENGAN dengan saat Baekhyun membeberkan riwayat masa lalunya kepada Hoseok untuk dicermati, Lord Jeon dipersilakan memasuki sebuah rumah di Hertford Street. Menolak diantar oleh sang lelaki pelayan, dia naik sendiri ke ruang tamu yang menghadap ke jalan, tempat Lady Nancy tengah tak sabar menantikannya.

“Wah, Sayang,” kata Jungkook sambil menutup pintu di belakangnya. “Aku tentu saja tersanjung, tapi panggilan urgen ini dalam rangka apa?”

Nancy sedang menerawang ke balik jendela, tetapi dia seketika berputar. “Kau menerima suratku?”

Jungkook mengangkat alis. “Jika tidak, Nancy, aku tak akan berada di sini sekarang,” katanya. “Aku jarang bertamu pagi-pagi.” Pria itu mengangkat sebelah bibirnya dan mengamati Nancy dengan jeli dari balik iris tajam nya. “Perkenankan aku memberitahumu, Sayang, bahwa kau kelihatan lain dari biasa. Ada apa kiranya?”

Nancy maju mendekati Jungkook. “Kook, apa yang terjadi di Ranelagh semalam?” semburnya.

Jemari kokoh Jungkook kentara sekali mengencang dibalik kantung celananya, sedangkan matanya yang menyipit menatap wanita itu. “Di Ranelagh…” ulangnya. “Kenapa memang?”

“Oh, aku berada di sana!” timpal Lady Nancy. “Aku mendengarmu berbicara kepada si kecil bodoh itu. Kau masuk ke paviliun. Apa yang lantas terjadi?”

Wajah cerah Jungkook telah meninggalkan wajahnya dan kini mengambil kotak tembakau dari saku. Pria tersebut mengetuk kotak dengan satu jari dan membukanya. “Boleh kutanya kenapa kau ingin tahu, Nancy?” tanyanya.

“Ada yang mengatakan bahwa seseorang berjubah merah darah telah masuk ke ruang kartu yang terkecil. Aku tak melihat siapa pun di sana. Aku kemudian keluar ke teras. Aku melihat kau—kukira itu kau—memotong rambut si pengantin baru… Oh, tapi itu tidak penting sekarang! Bocah itu lari keluar dan masuklah aku.” Nancy terdiam sambil merapatkan saputangan ke bibirnya. “Ternyata si jubah merah adalah V, demi Tuhan!” ujarnya.

Lord Jeon mengambil sejumput tembakau, membersihkan residunya, dan mendekatkan tembakau tersebut ke satu lubang hidung kemudian ke lubang hidung sebelahnya. “Pasti kau sangat terperangah, Kasihku!” ucapnya datar. “Aku yakin kau sudah berkata macam-macam.”

Nancy bergidik. “Kukira dia itu kau. Aku mengatakan… tidak jadi soal apa yang kukatakan. Kemudian dia melepas topengnya. Aku nyaris pingsan.”

Lord Jeon menutup kotak tembakau dan mengebuti rimpel di ujung lengan bajunya. “Sangat menghibur, Nancy. Kuharap itu menjadi pelajaran untukmu supaya tidak mencampuri urusanku. Sungguh aku berharap kalau saja aku melihatmu saat itu!”

Wanita itu memerah karena marah dan bergerak mendekati sebuah kursi. “Kau selalu mendengki, Kook. Tapi, kau memang di Ranelagh semalam dan kau mengenakan jubah merah darah itu. Kutegaskan kepadamu bahwa selain kau, aku tidak melihat orang lain yang mengenakan jubah berwarna itu!”

“Memang tidak ada,” timpal Jungkook kalem. Dia tersenyum bengis. “Taehyung pasti melewatkan malam yang bermutu. Dan betapa bodohnya kau, Nancy! Apa pula yang kau katakan kepadanya?”

“Tidak penting,” kata Nancy tajam. “Barangkali kau meminjaminya jubahmu? Benar-benar sesuai kebiasaanmu!”

“Nah, di situlah kekeliruanmu,” kata Jungkook dengan besar hati. “Yang seperti itu justru sama sekali bukan kebiasaanku. Jubah tersebut direbut dariku.”

Nancy mencibir. “Kau mengizinkannya? Kau membiarkan Taehyung menggantikan tempatmu di sisi bocah itu? Sangat tidak mungkin!”

“Aku tidak punya pilihan,” kata Jungkook. “Aku dienyahkan dengan cara yang amat rapi. Ya, aku mengatakan ‘dienyahkan’, Nancy.”

The Convenient Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang