KEPULANGAN TUAN MUDA JUNG yang bungsu ke South Street disaksikan oleh kedua kakak lelaki submissive nya dari jendela ruang tamu. Ketidakhadirannya memang sudah dipertanyakan, tetapi karena sang porter bisa mengonfirmasi kepada ibunya yang gelisah bahwa Tuan Hoseok keluar sambil ditemani pelayannya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tindakan Hoseok sungguh janggal dan seenaknya sendiri, tetapi tak diragukan lagi dia keluar diam-diam hanya untuk membeli pita merah menyala yang dia idamkan di etalase toko topi, atau lembaran katun cap untuk bajunya. Inilah teori Seokjin, yang disampaikan dengan suara lembut menenteramkan, hingga memuaskan Lady Jung yang berbaring di sofa sambil mencengkeram botol kecil aromaterapi.
Kemunculan sebuah kereta, yang dihela oleh kuda-kuda berbulu cokelat tua dengan tali kekang berkilauan, hanya menarik perhatian Lady Jung sekilas, sebelum menjadi jelas bahwa kendaraan mewah tersebut hendak berhenti di depan pintu rumah bernomor 20.
Jimin memekik, “Demi Tuhan, siapa kiranya itu? Ibu, ada tamu!” Dia menempelkan wajah ke jendela, dan berkata, “Ada lambang keluarga di panel pintunya, tapi aku tidak tahu milik siapa—Jinnie, aku yakin yang datang adalah Lord V!.”
“Oh, tidak!” kata Seokjin kalut sambil menempelkan tangan ke depan jantungnya.
Pada saat ini, seorang pria pelayan telah melompat turun dan membukakan pintu kereta. Mata kecil Jimin melotot. “Itu Hosiki!” dia terkesiap.
Lady Jung mencengkeram botol kecilnya. “Jimin, sarafku!” katanya dengan suara lirih.
“Tapi, memang itu Hosiki, Ibu!” Jimin bersikeras.
Perasaan Seokjin tidak enak. “Aduh, apa yang sudah dia lakukan?” katanya sambil duduk ke kursi, mukanya memucat. “Kuharap bukan… bukan perbuatan yang macam-macam.”
Langkah kaki yang buru-buru terdengar di tangga; pintu dibuka dengan tergesa, lalu berdirilah Hoseok di depan mereka dengan wajah kemerahan dan mata nyalang, sambil mengayun-ayunkan pita topinya.
Tangan Lady Jung memain-mainkan selendang panjangnya yang dililitkan ke leher. “Sayang, anginnya!” erang wanita tua itu. “Kepalaku yang malang.”
“Tolong tutup pintu, Hosiki!” kata Jimin. “Bisa-bisanya kau berlarian begitu, padahal kau tahu betapa tegangnya saraf Ibu!”
“Oh, maafkan aku!” Hoseok berkata, lantas menutup pintu dengan hati-hati. “Aku lupa. J-Jinnie, semua sudah b-beres dan kau b-bisa menikahi Namjoon!”
Lady Jung menegakkan duduknya. “Oh, Tuhan, anak itu meracau! Hoseok, apa—apa yang sudah kau lakukan?”
Hoseok mengesampingkan mantelnya, lantas menjatuhkan diri ke bangku di samping sofa ibunya. “Aku b-baru mendatangi Lord V!” dia mengumumkan.
“Sudah kuduga!” kata Seokjin, bagaikan seorang cenayang.
Lady Jung kembali bersandar ke bantal sambil memejamkan mata. Jimin, yang melihat bahwa ibunya mendadak menjadi tegang, memekik, “anak tidak tahu diuntung! Tidakkah kau mengasihani Ibu kita tersayang? Jinnie, amonia!”
Amonia, cairan aromaterapi, dan minyak wangi dioleskan ke pelipis untuk memulihkan kondisi Lady Jung yang lemas. Dia membuka mata dan memperoleh cukup kekuatan untuk mengucapkan, “Apa kata anak itu?”
Sambil memegangi tangan ringkih sang ibu dengan penuh kasih sayang, Jimin berkata, “Ibu, jangan cemas, aku mohon!”
“J-jangan cemas, I-Ibu,” kata Hoseok penuh sesal. “B-betul bahwa aku b-baru saja menemui Lord V, tapi—”
“Kalau begitu, tamatlah riwayat kita!” ratap Lady Jung. “Kita sebaiknya bersiap-siap memasuki penjara untuk debitor macet. Aku pribadi tidak keberatan, sebab sisa usiaku toh tinggal sedikit lagi, tapi Jinnie-ku yang cantik, Jimin-ku yang manis J—”

KAMU SEDANG MEMBACA
The Convenient Marriage [END]
Fiksi Penggemar"Hoseok, jadi kau tanpa tahu malu meminta Lord V menikahimu?" "Ya," jawab Hoseok tegas. "Aku harus melakukannya." "Dia pasti luput menyadari," ujar Yoongi "bahwa kau gagap." Hoseok mengangkat dagunya. "Aku menyinggung b-bah-bahwa aku g-gagap dan di...