"Bahkan jika kau tidak memakai makeup, kau akan memakai parfummu yang disebut 'ketertarikan'."
"Lo ngalah sama gue dikit aja ngapa sih Jov!"
"Makannya kalo gak bisa maen, gak usah lo nantang-nantangin gue!"
"Lah ngapa sii? Ga boleh?"
"Males gue maen game sama orang goblok kaya lo, lo yang nantangin, giliran kalah marah-marah sendiri." Ucap Jovan malas.
"Lah, kok lo jadi ngotot gitu Jov!" Biyan berkata dengan kesal.
"Apa? Kalo gue ngotot terus lo mau apa? Berantem? Ayok!" Tantang Jovan.
"Ayok! Lo kira gue berani?" Balas Biyan melotot kearah Jovan.
Dan akhirnya terjadilah perang.
Saga yang melihat hal itu menatap kedua sahabatnya malas. Kenapa saat pertama masuk sekolah dirinya malah berteman dengan dua kucrut itu. Sungguh hal yang sangat disesali oleh Saga.
Saga memang sekarang berada dirumah Jovan. Sepulang sekolah tadi dirinya berkata pada Jovan akan pulang kerumah temannya itu. Jovan yang awalnya heran kenapa Saga meminta kerumahnya, akhirnya mengiyakan saja, mungkin Saga hanya ingin main kerumahnya, pikirnya.
Tapi saat sampai dirumah Jovan, Saga langsung masuk kekamar Jovan lalu menjatuhkan tubuhnya diatas kasur milik Jovan dan memejamkan mata. Jovan dan Biyan yang melihat itu menatap Saga heran, namun mereka memilih diam dulu saja, dan memilih untuk bermain game.
Kembali ke dua kucrut yang masih memegang bantal guling untuk senjata mereka. Jovan memukul kepala Biyan dengan guling, dibalas oleh Biyan dengan sangat keras, menimbulkan rasa agak pening dikepala Jovan, karna memang bantal guling dikamarnya memiliki tekstur agak keras.
"Lo!!" Tunjuk Jovan kepada Biyan sambil mengusap kepalanya, Biyan hanya cengengesan melihat Jovan yang kesakitan. Sedetik kemudian dirinya terkejut saat tiba-tiba Jovan mengunci kedua lengannya dan melayangkan guling ke kepalanya berkali-kali.
"Aduhh, aduh woy! Udah woy kunyuk lu Jov, sakit tau gak?! Pusing gue!" Kesal Biyan.
"Lah bodoamaaaat, lah bacot amat!" Ucap Jovan bernada.
Dengan rasa kesalnya Biyan melempar guling kearah Jovan, namun guling itu malah mengenai kepala Saga yang sedang memejamkan matanya.
"Lah goblok amat, lah goblok amat!" Ucap Jovan meledek Biyan. Biyan hanya meringis melihat Saga yang melotot padanya.
"Sorry Ga, hehe, gue disuruh Jovan, katanya suruh lempar kepala lo pake bantal, biar lo gak diem-diem bae." Ucap Biyan menunjuk Jovan.
Jovan yang mendengar itu langsung menggeplak kepala Biyan "Lo tuh ya, belum aja lo gue masukin tong sampah!"
"Udah ah bosen gue, Jovan mah bacot mulu!"
"YA ELO KAMPRET!" Kesal Jovan.
"Brisik deh kalian pada!" Ucap Saga malas.
"Lo kenapa sih Ga, kalo ada masalah cerita ke kita, kita udah jadi sohib lo kan?" Ucap Jovan.
"Iya bener tuh Ga, kalo ada masalah curhat aja sama gue, gausah sama cunguk Jovan!" Biyan berkata dengan santai.
"Lo keluar dari kamar gue!" Ucap Jovan, menatap Biyan datar.
"Ah elah Jov, becanda doang kali," Balas Biyan cengengesan sambil mencolek dagu Jovan yang langsung ditepis oleh Jovan. "Ada masalah apa Ga, cepet cerita!" Biyan kembali bertanya kepada Saga dengan lebih serius.
Saga diam mendengar pertanyaan-pertanyaan sahabatnya, dia juga bingung, dia ini sebenarnya kenapa. Saga hanya ingin berdiam diri. Hatinya risau, entah karna apa dirinya juga tidak tau.
Baru saja Saga akan menjawab pertanyaan sahabatnya kalau ia tidak apa-apa, handphone nya berdering, panggilan dari orang yang sangat dihindarinya saat ini. Saga diam menatap layar handphonenya, bimbang memilih mengangkat atau menolaknya. Jovan dan Biyan yang melihat Saga tak kunjung mengangkat panggilan itu saling berpandangan heran. Sampai akhirnya panggilan terputus.
Saga menghela nafas, namun tak lama setelah itu handphone Saga berdering lagi masih dengan penelpon yang sama. Dengan menghela nafas berat, Saga mengangkat telponnya.
"Kemana kamu? Kenapa jam segini belum pulang? Kelayapan lagi? Mau jadi apa kamu? Mau jadi berandal, iya?!" Ucap si penelpon yang ternyata adalah Papa Saga.
Tangan Saga terkepal, selalu saja seperti ini. Perkataan Papanya selalu membuat Saga merasa dirinya adalah bukan seorang anak. Perkataan Papanya yang selalu penuh amarah dan benci kepadanya.
"Kenapa diam, bisu kamu sekarang?" Tanya Bram, terkekeh sinis diujung sana.
"Bukan urusan anda saya ada dimana sekarang!" Balas Saga datar.
"Wow, sekarang sudah bisa melawan?" Ucap Bram dengan angkuh seperti sedang berbicara bukan dengan anaknya sendiri.
Saga hanya diam, mencoba meredakan emosinya.
"Pulang sekarang juga!" Perintah Bram.
"Saya tidak sudi!" Balas Saga.
"Pulang! Atau kamu akan tau sendiri akibatnya!" Klik. Sambungan terputus. Tangan Saga mengepal, nafasnya memburu, dia benci saat Papanya mengeluarkan ancaman-ancaman itu. Dalam hati Saga bertekad akan segera menyelesaikan 'masalah' dengan Papanya.
Saga bangkit dari tempat tidur, melangkah mengambil jaket denimnya yang tersampir disofa dan bergegas keluar untuk segera pulang.
"Mau kemana Ga?"
Astaga, Saga sampai lupa dengan dua sahabatnya itu. Saga menoleh kearah dua sahabatnya yang kompak menatapnya itu, menunggu jawaban darinya.
"Gue pulang dulu."
"Gak jadi nginep?"
"Gak, lain kali aja, makasih ya."
"Oke, hati-hati Ga!"
Saga hanya mengangguk, dan berlalu keluar rumah Jovan, menghampiri mobilnya.
-----
Saga membuka pintu rumah mewah didepannya dengan enggan. Rumah mewah tapi berupa gubuk bagi Saga, tidak ada kasih sayang didalamnya, tidak ada rasa nyaman dan tentram didalamnya. Saga muak jika sudah menginjakkan kakinya kerumah ini.
Saat Saga membuka pintu, Papahnya sudah duduk disofa ruang TV. Bram memang sedang menunggu Saga.
"Habis kemana?" Tanya Bram dingin.
"Saya bilang bukan urusan anda!" Balas Saga tak kalah dingin tanpa menatap kearah Papahnya, Bram.
Bram yang mendengar itu terkekeh sinis, menatap Saga dengan tatapan remeh.
"Oke, memang kalau dipikir-pikir bukan urusan saya juga sih," Saga menatap Papahnya malas, sudah muak ingin segera masuk kekamarnya. "Oiya, besok pagi kamu gantikan saya meeting dikantor!"
"Tidak, saya banyak urusan lain!" Balas Saga acuh.
"Bocah ingusan seperti kamu memangnya punya urusan lebih penting apa selain mengurus kantor?" Tanya Bram bersedekap dada.
"Pokoknya besok kamu harus hadiri meeting itu, kalau tidak kamu tau kan apa yang saya lakukan?" Tanya Bram tersenyum sinis menatap Saga.
Saga memejamkan matanya menahan emosi sambil mengatur nafasnya. Memilih melangkah menuju kamar meninggalkan Papahnya.
Bram tertawa sinis menatap punggung Saga, "Dasar anak jalang!"
-----
Saga memasuki kamarnya, melepas sepatu lalu melepas kemeja putihnya menyisakan kaos polos berwarna hitam. Dirinya duduk ditepi ranjang sambil mengusap kebelakang kepalanya yang terasa pening. Saga meraih benda kecil yang berada dilaci nakasnya. Tersenyum sedih menatap benda itu.
"Kamu ada dimana?" Lirih Saga mengelus jepit rambut berwarna pink yang masih terawat dengan baik itu setelah Saga menyimpannya bertahun-tahun.
"Aku ingin bertemu." Ucap Saga pelan mengecup jepit rambut itu.
-----
Hoho, segini dulu yaaaa, santeee santeee😂 besok insyaAllah Up lagi kalo gak sibuk. Semoga suka.
16 April 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Right
Teen FictionSaga mencintai seseorang dimasalalunya, namun seorang gadis cantik membuatnya jatuh cinta kembali. Siapakah gadis itu? Bagaimana jika gadis yang dicintai oleh Saga sekarang itu adalah gadis masalalunya yang sudah Saga cintai sejak dulu? Bagaimana ji...