1

106 14 2
                                    

Fatiya Aline. Anak ajaib, bahkan sangat ajaib. Bagaimana bisa? Dia mungkin satu dari sepuluh juta orang di dunia ini yang bisa membaca perasaan seseorang, hanya dengan menatap dalam manik matanya.

Tapi dia tidak bisa seenaknya sendiri untuk melakukannya, karena dia membutuhkan tenaga.

Aline pun tidak tahu kenapa dia seperti itu. Sejak dia meminum minuman berwarna biru yang diberikan temannya satu tahun lalu. Teman pertama yang Aline miliki saat masuk SMA pertama kalinya, dan sekarang temannya itu menghilang entah kemana. Setelah mengalami kecelakaan, satu minggu setelah dia memberikan minuman tersebut kepada Aline.

Mari lupakan tentang teman Aline dan kembali ke Aline yang sekarang posisinya lagi nunggu Adam --satu satu nya saudara kandung Aline-- bersiap untuk berangkat sekolah sekaligus mengantar Aline sekolah. Aline jarang berangkat sekolah sendiri, males katanya.

Mendingan duduk manis disebelah supir sambil melihat indahnya pemandangan. Walaupun Aline sama Abangnya beda sekolah, sekarang Aline SMA kelas dua, dan Adam SMK kelas tiga.

"Bang ih buruan mandinya. Beraknya entar aja disekolah!" teriak Aline sambil gedor gedor pintu wc.

Dan balasannya hanya terdengar suara 'plung' dari dalam.
'untung sodara ew' kata Aline dalam hati.

"Sabar tongkol! Lo tunggu dulu dimobil" balas Bang Adam setengah berteriak.

Aline pun berjalan menuju teras rumah, dia memilih duduk di kursi taman depan sambil memainkan handphonenya, daripada masuk ke mobil duluan.

Satu menit...
Dua menit...
Lima menit...

"Eh cebong!" Adam yang baru keluar rumah terlonjak sambil mengelus-elus dadanya.

"Kaget woi kirain dah masuk mobil. Yaudah yok buru," tambah Adam

Keduanya memasuki mobil berwarna hitam metalik. Perlahan benda itu bergerak menjauhi garasinya, sampai roda hitamnya mulai berputar di atas aspal.

Adam mengalihkan pandangannya ke Aline, "Al, Lo ngerasa mobilnya aneh gak sih jalannya?"

"Lah baru gue mau bilang. Yaudah minggir dulu deh dicek takut ada apa-apa,"

Bang Adam pun menepikan mobilnya, lalu turun mengecek ban mobil.

"Lah kan beneran bocor nih mobil," kata Adam sambil menendang-nendang ban mobilnya yang tidak terisi angin.

Aline yang melihatnya melalui spion pun akhirnya turun menemui Abangnya,
"Kenapa bang?"

"Ini nih bannya gak pake pembalut sayap kan jadi bocor. Mana disini gak ada minimarket yang jual pembalut lagi," jawab Adam sembari melihat sekitar dengan tampang yang dibuat bingung.

"Bang ih serius," Aline memukul lengan Abangnya itu.

"Gamau serius gitu ah. Kan kita muhrim masa maunya serius-serius,"

"Terus gue berangkatnya gimana coba bang?! Ini bentar lagi masuk. Gue gamau kena point yaa!" Jawab Aline menghiraukan perkataan Adam.

"Yaudah naik ojol aja. Lo ada aplikasinya kan?" Tanya Adam sambil menunjuk handphone Aline dengan dagunya.

"Ga ada udah gue uninstal. Biar lo mau antar jemput gue," jawab Aline.

Adam menunduk sambil mengetikkan sesuatu pada handphonenya,
"Lah gimana ceritanya. Gue mau nebeng temen gue nih, bentar lagi berangkat dianya."

"Terus gue gimana baaaang!" Teriak Aline.

"Coba deh lo nunggu aja, anak SMA lo banyak kan yang searah sama kita, gue sering liat kok. Bentar lagi pasti ada yang lewat, lah lo nebeng tuh,"

Aline mendorong Adam ke pinggir jalan,
"Ya masa seenaknya gitu gue nebengnya, malu lah. Lo sana bang berdiri pinggir jalan cariin gue tebengan,"

Adam mengedarkan pandangannya ke jalanan, mencari seseorang yang sekiranya bisa menjadi tumpangan Aline.

Sepuluh menit matanya mencari, dia pun melihat incarannya,

"Nah kan bener kata gue. Beneran ada gak lama, tuh ada yang pake seragam kayak lo," Adam menunjuk sebuah motor yang dikendarai bocah seusianya dengan seragam yang sama dengan Aline.

Dia pun menghentangkan tangannya menghadang pengendara motor itu, "Berhenti woiii!" Dan motor berhenti sesuai dengan instruksi dari Adam.

Orang yang mengendarainya mengangkat alisnya sebelah, memandangi Adam dengan wajah penuh tanya.

"Misi yaa bro, gue mau minta bantuannya nih. Adek gue mau nebeng, soalnya mobil kita bocor. Bisa kan nebeng?"

Adam menarik lengan Aline dan menyuruhnya menaiki motor itu, dan menghiraukan pengguna motor yang bahkan belum menjawabnya.

"Thanks ya bro. Oiya kalo lo naksir sama adek gue, gue bisa langsung ijinin lo deh. Oke silahkan, hati-hati dijalan" kata Adam sambil menepuk bahu cowok itu.

Dan motor itu pun mulai jalan menjauhi Adam yang masih berdiri dengan senyum tengilnya sambil melambaikan tangannya.

Sepuluh menit Aline hanya duduk terdiam, hening. Dia memikirkan apa yang harus dia katakan ketika sampai sekolah nanti.

Tidak ada yang berinisiatif memulai pembicaraan sampai akhirnya sepeda motor yang membawa mereka berdua berhenti diparkiran SMAN Pucuk Harum.

"Em... makasih banyak yaa," kata Aline berusaha membuka percakapan mereka sembari turun dari sepeda motor.

Si empu yang diajak bicara melepas helm nya,
"Iya sama-sama"

"Mau barengan ga?," tawar Aline menatap dalam manik mata cowok didepannya

-Biasa saja
-Masih sedikit bingung
-Canggung

Dia melihat perasaan seperti itu, untung saja pagi hari ini Aline sarapan, jadi dia tidak akan pingsan karena telah membaca perasaan seseorang.

"Boleh,"
Aline berjalan cepat, mencoba menyamakan langkah kakinya dengan cowok jangkung disebelahnya yang sudah berjalan duluan.

"Eh, gue boleh tau nama lo? Gue Aline," tanya Aline ditengah-tengah perjalanan.

"Gue Davin," jawabnya singkat.

'sok cuek dasar' kata hati Aline

Hening kembali...
"Vin, gue duluan yaa. Sekali lagi makasih banget," Aline mengarahkan kakinya memasuki pintu kelas.

Pandangan Davin lurus, terus menatap punggung Aline yang semakin menjauh dan tenggelam diantara teman-temannya.
.
.
.
.
.
Jangan lupa like and comment
Terimakasiiih buat yang udah ngehargai acuuu
Maaf yee kalo ceritanya ga memuaskan kaleaan sodara sodara
Tengkyuuuuu gaezzz

i can see your feelings -discontinueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang