9

33 8 0
                                    

Aline : Tunggu bentar gue baru keluar kelas.

Davin memasukkan ponselnya ke dalam saku celana abu-abunya setelah membaca sederet pesan dari Aline. Ia memutuskan untuk kembali memasuki sekolah, menyusul Aline.

Davin menghentikan sepeda motor hitamnya persis di lobi sekolah ketika melihat gadis yang dicarinya baru saja akan berjalan keluar.

"Yuk,"

Aline melebarkan bola matanya begitu menangkap objek Davin didepannya, "Ngapain ke sini segala?!"

"Kelamaan nunggu males gue,"

Aline menaiki sepeda motor Davin dengan tergesa-gesa. "Yaudah cepet keburu ada yang liat,"

Lalu Davin mulai meluncurkan sepeda motornya keluar sekolah. "Emangnya kalo ada yang liat kenapa?''

Aline memajukan kepalanya setelah telinganya mendengar sayup-sayup suara, "Hah Lo ngomong apaan? Ga denger gue,"

"Ga jadi," balas Davin dengan suara yang lebih keras daripada sebelumnya.

Lampu lalu lintas lebih memilih menyorotkan warna merahnya ketika Davin baru saja akan melintas. Ia membuka kaca helmnya kemudian berusaha menengok kebelakang, "Mau makan dimana?"

"Eh. Terserah Lo yang penting ada nasi,"

Berhubung Davin bingung makan dimana, jadilah ia membawa Aline menuju rumah makan langganan keluarganya.

Setelah Davin melepas helm, ia mengisyaratkan Aline agar mengikutinya masuk ke dalam rumah makan bercat biru itu.

"Silahkan ini menunya kak," ucap seorang pelayan setelah melihat Davin dan Aline mendudukkan diri.

Davin memandang Aline. "Mau apaan, Al?"

"Gue nasi ayam kremes aja sama es jeruk,"

"Nasi ayam kremes 1, es jeruk 1, sup buah 1, frech fries 1 Mba"

"Ada tambahan lagi?"

"Cukup,"

"Silahkan ditunggu kak,"

Aline menyenggol lengan Davin, "Kok Lo ga makan?" Tanyanya sepeninggal Mba pelayan.

"Jam terakhir tadi gue cabut ke kantin. Masih kenyang," jawab Davin cengengesan.

Aline menganggukan kepalanya, kemudian dia meletakkan ponselnya diatas meja, "Gue ke toilet dulu deh. Nitip ya, Vin" ujarnya beranjak meninggalkan Davin.

Suara dentingan pesan dari ponsel Aline menarik perhatian Davin. Bola matanya melirik sekilas ponsel yang tergeletak didepannya itu. Sedetik berikutnya dahi Davin berkerut, dilihatnya foto sahabatnya, Dafa yang terpampang pada wallpaper ponsel Aline yang sempat menyala tadi.

"Mirip Dafa sih. Eh mirip banget malah. Fix ini mah Dafa," kata Davin bermonolog.

Davin mendapati Aline yang baru keluar dari toilet lantas mengalihkan pandangannya kembali pada ponsel miliknya sendiri.

"Udah lega?" Tanya Davin meledek.

"Ih apaan si,"

Hidangan mereka berdua akhirnya datang. Keduanya sama-sama menikmati dalam diam.

"Kenapa?" Aline mendongak begitu merasa Davin sedang memperhatikan dirinya.

"Apaan yang kenapa?" ucap Davin bertanya balik mencoba berlagak bodoh.

"Lo liatin gue?"

"Idih geer amat lu. Gue lagi liatin itu cowok, ganteng deh," ujar Davin nyeleneh sambil menunjuk seorang laki-laki yang berada dibelakang Aline.

Aline kembali melanjutkan aktivitasnya dan membiarkan rasa penasarannya tadi.

Setelah sepuluh menit akhirnya makanan milik Aline sudah habis, "Alhamdullilah kenyang,"

Davin menyodorkan sesendok sup buah kedepan mulut Aline "A coba,"

"Gamau ah kenyang," kata Aline menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Coba dulu deh. Enak banget asli. Seger. Dingin beeeh. Se suap doang ga bikin perut melar kok," bujuk Davin.

Dengan ragu Aline membuka mulutnya, "Lumayan," katanya menganggukan kepala.

Davin tersenyum meledek, "Gengsi mau bilang enak?"

Aline mengerucutkan bibirnya, menatap mata Davin dalam.

Aline sebenarnya heran dengan Davin, setiap dia membaca perasaan cowok itu selalu bahagia. Semudah itu kah? Atau memang dia tidak mempunyai masalah di hidupnya?

"Lo ulangan BAB apaan?"

Aline mengeluarkan buku fisikanya, "Termodinamika,"

"Yang kurang paham bagian apa?" Tanya Davin sambil mencomot frech friesnya.

"Yang bagian grafik siklus carnot ih asli gue ga paham paham,"

Setelah sekitar tiga puluh menit mereka belajar, akhirnya keduanya memutuskan untuk pulang.

"Ntar kerjain soal-soalnya, tadi udah gue tandain yang sekiranya mirip sama soal ulangan," ujar Davin ketika baru saja keluar dari rumah makan.

"Cape ah, males."

Ctaaak

Aline mengusap-usap dahinya yang baru saja disentil Davin, "Iiiiish sakit," ucapnya.

Davin terkekeh kemudian dia memakai helm miliknya lalu menaiki sepeda motor. Dilihatnya Aline sedang memandang lurus ke halte di seberang jalan dengan pandangan kosong.

"Al,"

"Al!"

"Aline!"  Panggil Davin lebih keras dari sebelumnya.

Aline membalikkan badannya terlonjak. Matanya mengerjap berkali-kali. Wajahnya seketika pucat pasi. Tubuhnya yang lemas langsung merosot ke tanah.

Davin kembali turun dari motornya, menyejajarkan tubuhnya dengan Aline yang berjongkok lemas, "Lo kenapa Al?" tanyanya memegang kedua bahu Aline.

Aline menggelengkan kepalanya, cairan bening terlihat menggenang di pelupuk matanya, "Gue mau pulang," ucapnya lirih.

"Iya udah kita pulang sekarang,"

Sepanjang perjalanan Davin tidak berani membuka pembicaraan. Aline pun terakhir bersuara tadi ketika meminta pulang.

"Lo serius gapapa?" Ucap Davin ketika motornya sudah berhenti didepan gerbang rumah Aline.

Aline tersenyum mencoba menyamarkan keadaannya yang sesungguhnya, "Gapapa. Makasih ya, Vin,"

Davin ikut tersenyum, "Kalo butuh sesuatu, Lo boleh hubungin Gue,"

Aline mengangguk sekali. Kemudian masuk kedalam rumahnya.

Davin menatap lurus punggung mungil Aline, sampai akhirnya hilang dibalik pintu kayu. Kemudian dia menancapkan gas menuju rumahnya.



👇Tap tap
TERIMAKASIIIH❤❤❤

i can see your feelings -discontinueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang