4

41 12 3
                                    

Lo ngapain disini?" Tanya Adam sesampainya dia dihadapan Davin,

"Mau main tapi ditinggal pulang sama temen, bang"

Adam terkekeh mendengar pernyataan Davin "Ngenes banget hidup lo. Eh tapi mending sih daripada ditinggal pacar kaya gue," ucap Adam dengan memasang wajah yang dibuat-buat sedih.
"Yaudah mending masuk lagi gih, main bareng. Gue yang bayarin," tambah Adam menarik lengan Davin dan membawanya kembali ke dalam Timezone,

"Boleh deh,"

Adam menyuruh Aline untuk membeli koin, sedangkan dia dan Davin duduk manis menunggu. "Nih bang," kata Aline sambil menyerahkan setengah koinnya kepada Abang nya itu.

Adam membuka telapak tangan Davin dan meletakkan koin tadi ditangannya, "Lo temenin adik gue main yaaa,"

Davin mengerutkan keningnya, matanya melirik kearah Aline sekilas. "Lah bang Adam gimana?

"Kaki gue lagi pegel nih, gabisa buat jalan." kata Adam mengusap-usap lututnya.
"Oh iya. Katanya nih bocah lagi pengen main basket tuh," imbuh Adam menunjuk Aline.

Aline melebarkan matanya menatap tajam Adam. Berusaha menghentikan kelakuan Abangnya dan berharap dia membatalkan apa yang dia perintah.

"Yaudah silahkan main," kata Adam karena melihat dua orang didepannya masih berdiri di tempat.

Sebenarnya Davin ingin menolak, tetapi masih merasa canggung karena mereka belum dekat.

Kata Mamanya, tidak baik jika membantah perintah orang tua. Yaa walaupun dia dan Adam hanya beda satu tahun. Tapi tetap saja dia merasa tidak enak jika harus menolak.

Sedangkan Aline sudah mengeluarkan segala jurus sumpah serapahnya. Kesal dengan kelakuan Adam yang sudah terlalu nyeleneh.

"Jadi ke basket?" Tanya Davin mencoba menetralisir kecanggungan yang mereka ciptakan sendiri.

Aline menengok ke Davin sekejap, "Lo gimana? Mau?"

Davin mengangguk, "Oke,"

Kemudian keduanya berjalan menuju tempat bermain basket. Meninggalkan Adam yang sudah cengengesan sendiri.

Satu jam sudah mereka memainkan bola oranye itu. Dan keadaannya pun ikut berubah seiring waktu, kini keduanya justru berbeda 180 derajat dengan sebelumnya.

Yang awalnya mereka canggung, malu malu anjing. Sekarang justru terbahak-bahak karena ulah mereka sendiri, melepaskan tawa, seolah-olah tidak memiliki beban hidup satu pun. Terlihat aneh memang. Tapi biarlah mereka merasakan manisnya hidup.

Aline mencoba meredakan tawanya, lalu menarik lengan Davin mendekati tempat duduk di sudut ruangan, "Vin gue capek nih, udahan deh. Duduk dulu yuk,"

"Mau minum ga? Biar gue yang beli di cafe sebelah," tawar Davin begitu duduk

"Boleh deh tapi air mineral dingin aja yaa satu,"

"Oke wait a minute,"

Davin beranjak dari duduknya dan melangkah memasuki Cafe Angkasa,  mengambil satu botol air mineral dari kulkas, membayar kepada pelayan lalu membawanya menuju Aline.

"Nih, minum dulu"
Diletakkannya botol minum itu di meja depan tempat duduk Aline, lalu Davin ikut duduk disebelahnya.

"Thanks yaa," Aline mengambil sebotol minuman itu dan meneguk nya, "Lah lo ga beli minum?" Lanjut Aline sambil meletakkan botol yang kini airnya sudah tandas setengah.

Davin menegakkan punggungnya, mengambil botol minum yang tadi diletakkan Aline dan ikut meneguk juga, "Tadi belum haus si. Tapi sekarang udah. Gue mau ya,"

"Itu kan bekas gue, Vin" sentak Aline menatap dalam manik mata cokelat Davin yang sedang menenggak minuman miliknya.

"Yaudah gapapa, Lo inih" jawab Davin mengusap dagunya yang ikut basah karena terkena air.

-Bahagia
-Lelah

Aline tersenyum kecil setelah membaca perasaan cowok jangkung yang sedang duduk disebelahnya. Ternyata bukan hanya dia yang saat ini sedang bahagia. Davin juga.

'Dengan membuat orang lain bahagia, gue bisa ikut bahagia,'

"Vin, gue lemes banget rasanya" ucap Aline setelah menyadari dia membaca pikiran seseorang dengan keadaan yang sedang lelah.

"Yaudah mending langsung pulang aja,"

"Tapi Bang Adam mana ya?"

"Oh iyaa baru inget. Kok dari tadi gak keliatan,"

"Bentar gue telepon dulu," kata Aline merogoh tas kecilnya mencari benda persegi panjang dengan case berwarna baby pink.

Aline : Lu dimana bang? Kok gue gak nemu Lo ya 

Adam : Sok sok an gak nemu, emang Lo dah nyari gue?

Aline : Gak lah kan cuma gimik ehe. Tapi serius ih lo dimana?

Adam : Gue lagi nemenin Thanos nyari cincin nih 

Aline : Yaudah bodo amat, terserah Lo gue udah males.

Tuuut...Tuuut...Tuuut...

Aline menghela napasnya kasar setelah memutuskan panggilan Abangnya sepihak. Dia sedang malas melayani Abangnya. Percuma saja jika harus melanjutkan percakapan tidak jelas itu yang hanya akan membuang-buang waktu saja.

"Gimana, Lin?"

"Abang gue lagi bantuin Thanos cari cincin,"

Davin terkekeh mendengar pernyataan Aline. Matanya menyipit, deretan gigi putihnya terekspos jelas.

Satu dentingan pesan menginterupsi Davin supaya membuka ponselnya.

Gue udah balik ke rumah, Lo tolong anterin Aline pulang deh ya. -Adam

"Nih," Davin menyodorkan ponselnya yang menampilkan room chatnya dengan Adam supaya Aline bisa ikut membaca.

Aline menganggukan kepala nya setelah membaca sederet pesan tersebut, "Yaudah deh pulang sekarang aja. Gue udah cape,"

Begitu sampai di parkiran sepeda motor Davin melepas hoodie army yang dikenakannya dan mengisyaratkan kepala Aline agar memakai  itu.

"Pake. Lo cuma pake kaos pendek gitu,"

"Lo juga,"

"Udah pake aja,"

"Yaudah deh," jawab Aline pasrah dengan memakai hoodie milik Davin.

Seketika bau parfum maskulin khas Davin menyeruak masuk menusuk hidung Aline.

Kemudian dia ikut menaiki sepeda motor berwarna hitam yang sebelumnya sudah diperintahkan oleh Davin.
Kuda besi milik Davin kembali membelah jalanan malam ini dengan angin malam yang berhembus semakin kencang seperti menyambut Aline.
.
.
.
Sekarang udah jam 00.40 gaess
Stuck banget pikiran gue
Udah cape juga seharian
Selamat menikmati part yang mungkin membosankan
Jangan lupa VoMent
Terimakasiiih❤❤❤❤

i can see your feelings -discontinueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang