Day 1

4.1K 435 40
                                    

   Mata rubah itu terus menerus terlihat gelisah.
Ada air mata yang terus mendesak ingin keluar namun ia tahan sekuat mungkin.
Makanan yang sedari tadi tergeletak didepannya pun tak ia hiraukan.
Pikirannya terus berkecamuk.
Rasanya, tidak ada lagi alasan untuk Jeongin hidup didunia ini.

Flashback

Kini Jeongin terlihat sedang menyusuri sebuah lorong rumah sakit.
Ia tak sendiri, ada seorang lelaki berambut hitam disisinya.
Siapa lagi jika bukan Changbin, kakak Jeongin.

" Apapun yang nanti Dokter Minhyun bilang, ade harus tetep optimis ya. Ade harus tetep percaya kalo ade bisa sembuh. Abang selalu ada buat ade, jadi ade gausah ngerasa sendirian disini "

Jeongin hanya mengangguk.
Ia membenci penyakitnya ini, penyakit sialan yang telah merenggut 80% kebahagiaan hidupnya.
Namun Jeongin tetaplah Jeongin, lelaki manis yang selalu sabar dan banyak bersyukur pada Tuhan.
Jeongin mensyukuri seluruh peristiwa yang Tuhan berikan padanya, seperti memiliki abang sehebat dan sepengertian Changbin.
Tidak jarang saat Jeongin terbangun ditengah malam, dirinya selalu pergi ke kamar Changbin hanya untuk mengecup dahi dan mengucapkan ribuan kata terimakasih pada abang kesayangannya itu.

" Ayo de, Dokter Minhyun pasti udah nungguin "

Changbin memutar knop pintu yang bertulisan nama dokter yang akan mereka temui.
Ya, Hwang Minhyun.
Dokter yang sudah menangani Jeongin selama kurang lebih dua tahun belakangan ini.

" Changbin, Jeongin udah dateng? "

" Udah dok " Ucap mereka berbarengan.

Minhyun segera mempersilahkan Changbin dan Jeongin untuk duduk dikursi yang menghadap kepadanya.
Bisa dilihat, tidak ada yang berubah dari Jeongin.
Pipi itu tirus, bahkan kian menirus. Bibir yang tetap seputih dinding. Wajah yang pucat. Dan juga tubuhnya yang kian terlihat ringkih dan lemah. Jalannya bahkan sudah semakin gontai. Matanya sanyu. Seperti tidak ada lagi Yang Jeongin ketika dua tahun yang lalu.

" Udah ada perubahan hm? " Tanyanya

Jeongin hanya menggeleng lemah. Air matanya rasanya terus mendesak ingin keluar. Tapi sebisa mungkin ia tahan agar dua sosok yang setia menemaninya ini tidak khawatir.

" Waktunya tersisa 15 hari lagi dari prediksi dokter pusat waktu itu "

" Kamu juga udah gabisa lakuin kemoterapi lagi Je, fisik kamu udah gakuat buat nerima dosis obat yang tinggi "

Jeongin hanya tersenyum hambar. Bahkan selesai hidupnya pun telah ditentukan oleh dokter. Tak sampai satu bulan lagi.

" Changbin yakin Dok, Jeongin pasti ga selemah itu "

Changbin membuang mukanya kearah jendela. Tak ingin memperlihatkan matanya yang memerah menahan buliran bening yang terus mendesak untuk keluar. Rasanya sakit jika harus terus seperti ini.
Ingin rasanya ia bertukar raga dengan Jeongin, biar ia yang merasakan bagaimana sakitnya menjadi Jeongin. Changbin selalu merasa bahwa dirinya gagal menjadi seorang kakak yang baik untuk adiknya.

" Jeongin juga punya batas waktu bertahan Changbin "

" TAPI CHANGBIN BELUM SIAP KEHILANGAN JEONGIN DOK!! "

Changbin tak bisa menahannya lagi. Air mata itu mengalir tanpa seizinnya. Katakan jika Changbin egois. Dirinya terlalu egois. Dirinya selalu menahan Jeongin agar lebih lama lagi bersamanya tanpa sadar bahwa Jeonginpun lelah. Jeongin ingin istirahat. Jeongin kesakitan.
Tapi kakak mana yang rela melepas adiknya pergi? terlebih untuk pergi selama lamanya. Changbin belum siap.

15 days before i go ; [ Hyunjeong ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang