Day 7

2.1K 326 1
                                    

Si manis nampak girang menapakkan kakinya pada kasarnya aspal.
Selepas demamnya hilang semalam, ia meminta agar Changbin menemaninya untuk jogging pagi ini.
Awalnya, Changbin menolak.
Namun melihat binaran dari mata rubah itu, Changbin jelas tidak bisa menolak.

" Kak Piliks gak diajak bang? " Tanya si manis.

" Gak bisa, dia ada tugas " jawab Changbin.

" Ih rajin ya kak Piliks, gak kaya abang " ucap Jeongin yang diakhiri oleh kekehan manisnya.

" Oh udah berani kamu bilang abang males hm? Sini coba sini ngomongnya deketan dikit "

Changbin berlari. Mencoba mengejar adiknya yang kini telah berlari juga.

" Je sini dulu kamu! "

" Hahaha, ampun abang ih ade bercanda "

Jeongin kewalahan.
Lengan Changbin terus menerus menggelitik pinggangnya.
Tawa Jeongin pun lepas. Tak lagi bisa menahan geli pada pinggangnya.

" Abang ih haha udah cape ahaha "

Changbin akhirnya mengindahkan kata memohon dari sang adik.
Keduanya terlihat lelah.
Hanya dengan mengelitiki pinggang sang adik, mampu membuat keduanya berbanjirkan keringat.

" Abang, cape, duduk dulu ayo " ucap Jeongin sembari menarik lengan Changbin kebawah pohon.

" Duluan aja, abang beliin minum dulu "

" Ih kan tadi ade udah bilang, bawa minum dari rumah aja "

Changbin hanya terkekeh menanggapi ekspresi marah sang adik.
Memang benar tadi Jeongin menyuruh dirinya untuk membawa dua botol minum yang sudah adik manisnya itu siapkan diatas meja.
Namun memikirkan bahwa dirinya bisa membeli nanti, membuat Changbin melupakan dua botol tempat minum yang sudah menunggu sejak tadi.
Toh Jeongin tak akan marah padanya.

Jeongin melangkahkan kakinya dengan cukup tergesa gesa. Ingin beristirahat lebih cepat dibawah pohon rindang yang terlihat sejuk itu.

Jeongin mendudukkan dirinya dengan nyaman. Menikmati hembusan angin yang menerpa wajah cantiknya.
Sejenak, rasa sakit itu hilang.
Dan Jeongin paham, hanya ketenangan yang dapat mengusirnya.
Namun nyatanya, ketenangan dirinya tak bertahan lama.
Dari ujung mata rubahnya, Jeongin bisa melihat seorang lelaki jangkung tengah duduk sembari berpegangan tangan dengan seorang lelaki yang Jeongin jelas ketahui siapa itu dibangku yang tak jauh darinya.
Dan Jeongin tak cukup bodoh untuk tahu siapa lelaki yang menggenggam erat lelaki disebelahnya.

Siapa lagi jika bukan Hwang Hyunjin, si pemilik hatinya.

Ada butiran bening yang memaksa keluar dari pelupuk matanya.
Tapi dengan sekuat tenaga, Jeongin menahannya.
Sudah cukup dirinya terlihat lemah untuk cinta.
Sudah cukup dirinya menangisi kisah yang bahkan tak pernah berpihak kepadanya.
Kini, saatnya Jeongin bangkit.
Apapun yang akan dirinya terima dari Hyunjin, ia akan menerimanya dengan lapang dada.
Benar kata Changbin, cinta itu tak harus selalu memiliki.
Kadang, mengikhlaskan akan jauh lebih menenangkan.

" Bengong aja "

Teguran Changbin sontak membuat Jeongin terkejut.
Terlebih dengan satu botol minuman yang tiba tiba telah ada dalam genggamannya.

" Dibawah pohon, banyak setannya. Jangan bengong " kekeh Changbin.

Jeongin mengerucutkan bibirnya kesal.
Changbin ini senang sekali membuat dirinya marah.

Tatapan Changbin lurus kedepan.
Melihat dengan jelas dimana sahabatnya tengah tertawa lepas dengan mantan kekasihnya.
Ya, Seungmin adalah mantan kekasih Changbin.

Lengannya ia arahkan untuk menarik kepala Jeongin agar menyender dibahunya.
Ada rasa sesak yang membuat Changbin ingin berteriak saat ini juga.
Memikirkan Jeongin dihari esok selalu membuat Changbin bahkan tak bisa terpejam.
Banyak pertanyaan yang mulai muncul dalam benaknya.
Seperti, apakah dirinya bisa membuat Jeongin bahagia hingga akhir hidupnya?
Atau, apakah Changbin bisa menikmati hari hari tanpa Jeongin dihari esok?
Semua pertanyaan itu membuat Changbin merasa terpuruk.
Selama ini, dirinya hidup untuk Jeongin.
Namun ketika kelak Jeongin tak lagi ada disisinya, untuk siapa lagi dirinya hidup?

" Abang "

" Hm? "

" Soal perkataan abang tempo hari, Jeongin mau ikutin saran abang aja "

Changbin mengernyit bingung.
Perkataan yang mana?

" Yang mana dek? "

" Yang soal kak Hyunjin "

Changbin menghela nafas lelah.
Matanya masih tak bisa lepas dari kedua insan yang masih sibuk dengan dunia mereka sendiri didepan sana.

" Abang bener, cinta itu gak harus selalu adek punya Kak Hyunjin dan Kak Hyunjin punya adek.
Adek seneng banget, pernah diizinin untuk sayang sama kak Hyunjin. Tapi kayaknya, adek berhenti disini aja bang "

Changbin menoleh.
Mengubah posisinya menghadap sang adik.

" Kenapa berhenti? "

" Kak Hyunjin bahagia sama Seungmin, adek jugs bahagia liat Kak Hyunjin bahagia. Lagian adek udah gak lama, masa Kak Hyun- "

" Gak usah ngelantur " potong Changbin.

" Ya begitu deh. Jeongin rasa semuanya sampai disini aja. Kan abang yang bilang, kalau seandainya Kak Piliks itu rumah abang, sejauh apapun abang pergi pasti abang bakal kembali ke Kak Piliks.

Sama kaya Jeongin. Kalau seandainya adek itu rumahnya Kak Hyunjin, pasti Kak Hyunjin balik ke Jeongin. Karena Seungmin itu cuma persinggahan sementaranya, dan adek itu rumahnya. Tempat Kak Hyunjin buat pulang nantinya "

Changbin memeluk erat tubuh ringkih milik Jeongin.
Entahlah, Changbin merasa jauh lebih lemah dibanding Jeongin.
Jeongin dengan segala cobaan yang Tuhan berikan masih mau tersenyum dan hidup tergar.
Sedangkan dirinya?
Hanya tahu kata putus asa.

" Abang janji, abang bakal jagain adek. Bikin adek bahagia "


















" Makasih Tuhan, udah kasih anugerah sebaik bang Changbin ke Jeongin "








































-TBC

15 days before i go ; [ Hyunjeong ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang