1 | The Storm Has Begin

1K 118 84
                                    

DENTANG LOGAM yang saling beradu menjadi melodi pembuka hari. Dua anak manusia telah terjaga sejak matahari belum menampakkan diri, berlatih, menempa keterampilan bertarung agar lebih terasah lagi. Seretan kaki yang bergerak cepat di tanah yang basah oleh embun dari rerumputan membuat licak di sepatu-sepatu yang telah disemir mengilat itu. Helaan napas yang terengah terdengar di sela-sela, lelah, tetapi rasa lelah belum cukup kuat untuk membuat keduanya mengistirahatkan tubuh yang masih terasa bugar.

"Perhatikan kuda-kudamu, Erin!"

Logam dari pedang baja hitam beradu dengan cakar besi membuat denting yang melengking.

Erin, sang kesatria--calon kesatria--bersurai merah, si pemilik cakar besi bermata tiga di sela jari kedua tangannya itu melompat ke belakang setelah tangannya bergetar menghantam logam hitam pedang milik Orion--pementornya--untuk ke sekian kali. Dia kemudian terbatuk-batuk, membungkuk karena hal itu. Napasnya mulai terasa sesak, tetapi jiwanya masih belum ingin berhenti berlatih. Targetnya adalah menjatuhkan pedang dari tangan Orion, dan ia belum berhasil melakukannya sejak satu minggu yang lalu. Seringnya, latihan harus terhenti karena sesak napas yang Erin derita sejak kecil tiba-tiba kambuh di tengah latihan, lantas Orion akan memaksa menghentikan duel dan menyuruhnya beristirahat seharian. Untuk hari ini, Erin bertekad akan mengalahkan penyakit yang terus menjadi batu penghalangnya sejak dulu--

"Cukup. Kita cukupkan sampai sini."

Wajah Erin terangkat, alisnya mengkerut, "E-eh? Kenapa? Aku belum berhasil menjatuhkan pedang dari tanganmu!" Pemuda bersurai merah itu terengah kala mengambil napas, "A-aku masih sanggup bertarung!"

Mendengar penolakan itu, Orion melangkahkan kaki sampai berada tepat di depan Erin, lantas menjentikkan jari pada dahi anak itu, "Lihat dirimu. Tidak akan lucu kalau kau mati dalam latihan, bukan?"

Mengabaikan rasa sakit di dahi akibat jentikkan itu, Erin masih berusaha menolak, "Tapi aku--"

"Beristirahatlah sekarang." Orion menepuk tangannya dua kali, dua orang pelayan wanita berseragam tunik hitam dengan celemek putih bermotif lambang kerajaan besi Lama--perisai berukir simbol matahari yang tertembus bilah pedang hitam--muncul dari balik pilar-pilar tinggi istana, siap sedia mematuhi perintah Orion untuk mengawal Erin kembali ke kamar, demi mendapat perawatan. "Tengah hari nanti, ada tamu penting dari Eterno. Kau akan temani aku untuk menemuinya."

"Eterno? Bintang Padang Pasir itu?" Seketika, netra crimson Erin berbinar, "Aku belum pernah bertemu orang-orang Eterno! Apakah mereka teman baikmu, Orion? Atau rekan bisnis? Para pedagang? Penjarah Gurun? Bandit perompak? Atau--"

Mendengar Erin yang terus saja mengoceh meski napas anak itu menjadi pendek-pendek dan berat, Orion mengacak surai merah terang milik Erin. "Kalau kau mau tahu, istirahatlah sekarang."

Sesungguhnya pemuda bermata perak itu khawatir. Erin begitu bersemangat untuk berlatih bertarung--ditambah, anak itu memilih senjata yang jarang dipakai orang-orang Lama : cakar besi, butuh waktu lebih lama bagi Erin untuk menguasainya, tetapi ia tak pernah menyerah. Biasanya penduduk Bestia yang menggunakan senjata tangan tersebut, pun cakar besi yang Erin pakai adalah hadiah dari saudagar kaya Bestia yang telah menjadi sahabat Orion sejak dulu. Orion harus menyewa seorang ahli tarung cakar besi dari Bestia untuk mengajari Erin dasar-dasar bertarungnya, tetapi sang guru sudah kembali ke bintang asalnya karena terjadi sesuatu pada keluarganya enam bulan lalu. Itulah mengapa Orion yang kini melatih Erin secara langsung.

Mendengar tawaran yang menarik, senyum Erin langsung mengembang. Binar di matanya bertambah dan ia mengangguk-angguk. Andai saja Erin memiliki darah Bestia, mungkin ruh hewan yang ada dalam dirinya adalah ruh anak anjing yang penurut--dan menggemaskan.

Throne of StellarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang