19 | Calling for Eternity

435 73 10
                                    

GEMURUH BADAI mulai menghampiri langit-langit Mistero.

Pemuda bersurai emas itu menutup buku tebal yangsedari tadi ia baca. Ia menghela napas panjang. Ditatapnya balai-balai berkelambu tempat seseorang yang selalu ia tunggu masih tertidur lelap di sana.

Ah, sepertinya keliru. Sejatinya ia tak pernah tenang sejak percik api pertama mulai berkobar dan iklim Mistero mulai berubah tak karuan. Mistero adalah miniatur konstelasi keenam bintang. Semua yang tengah terjadi di luar sana dapat dirasakan dari dalam bintang ini. Karena sejatinya, Mistero adalah ibu dari kelima bintang lainnya, muasal dan ruh bagi yang lainnya.

Capella bangkit dari kursi. Diletakannya buku tebal bersampul kulit cokelat ke atas meja. Lantas, ia berjalan ke luar ruangan. Sendirian menapaki koridor yang selalu lengang, hanya bertemankan suara langkah dari sepatu yang membantur lantai granit transparan. Tempat yang ia tuju adalah aula besar di sebelah selatan bangunan utama. Di sana, ia akan bertemu dengan seseorang yang telah ia paggil sebelumnya.

Begitu membuka pintu aula, orang-orang yang telah menunggunya segera berlutut, memberi kehormatan.

Capella menyipitkan mata. "Di mana saudara kalian?" Dan hening yang menyesakkan menyergap ketiganya.

Mata Capella yang tajam menangkap gerak gemetar dari si pemuda bersurai keperakan. Kepalanya terus tertunduk, irama napasnya bertambah cepat. Tahu bahwa dia tak akan menjawab pertanyaan yang diajukan, atensi Capella beralih pada pemuda bersurai langit malam.

"Hope ... tidak bisa diselamatkan, Capella."

Ah, itu menjawab kebungkaman dan kesedihan Curse saat ini.

"Seorang penyihir dari Eterno berniat kemari untuk bertemu dengamu," lanjut Truth melaporkan situasi, "Karena ketiadaan Hope saat ini untuk menyeimbangkan situasi, keadaan ini tidak akan bisa dicegah lagi."

Capella mengangguk. Vega pernah berkata kepadanya, bahwa ia takkan tidur selamanya.

"Manusia itu luar biasa, Capella," ucap Vega sambil tersenyum, "terkadang, mereka bisa menembus batasan yang seharusnya mustahil untuk dilakukan. Itu karena mereka mampu merengkuh tiga hal itu dan berdamai dengan keadaan."

"Apa itu?"

"Kutukan, harapan, dan kenyataan."

Curse akhirnya mampu untuk mendongak. Ada rona kemerahan di bagian bawah matanya. Capella tahu bagaimana Curse menyayangi Hope lebih dari siapa pun di dunia ini. Hidup berdampingan bersama para manusia mungkin membuatnya menjadi lebih sentimental daripada sebelumnya. Toh, mereka sudah paham betul bagaimana cara kerja kehidupan spesial mereka--yang seharusnya kehilangan itu tak perlu dirisaukan sedemikian rupa.

"Keegoisan menguasai segalanya. Tetapi, akan selalu ada itu untuk mengalahkannya." ucap Curse, tegas, "Curse akan menjaga Mistero dan mengembalikan keseimbangan."

Truth mengangguk, melakukan hal yang sama. "Truth akan menjaga Mistero dan mengembalikan keseimbangan."

Suara langkah kaki datang dari ujung aula. Semua kepala tertoleh, senyum Capella mengembang.

Sosok itu berlutut di samping Curse yang tak bisa menyembunyikan isak, mengucap sumpah yang sama.

"Hope akan menjaga Mistero dan mengembalikan keseimbangan."

.

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Throne of StellarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang