21 | Holy Night

608 75 17
                                    

BILA ADA yang bertanya tentang keluarganya, selalu ada rasa sakit yang menggores perasaan Capella. Karena jawabannya adalah : dia tidak tahu.

Ribuan tahun Capella hidup, ribuan tahun dia telah belajar untuk memahami kebijaksanaan yang ada di tiap jengkal semesta, Capella tak pernah menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Pemuda pirang itu tak tahu siapa ayahnya, atau ibu yang telah melahirkannya. Saudara kandung? Capella tak dapat membayangkannya.

Capella tidak pernah meragukan ingatannya. Ia hafal silsilah para pemilik kuasa di kelima bintang lain. Ingatan paling jauh yang dapat Capella ingat hanyalah sosok pemuda yang memiliki warna surai serupa kelopak lilac  lembut yang tengah tersenyum hangat kepadanya.

"Namamu siapa?" Pemuda itu berlutut untuk menyamakan tinggi tatapannya. Tangannya berada di bahu Capella.

Capella kecil menggeleng.

"Namaku Vega," senyum itu belum memudar, "Kalau begitu ... mari kita mencari nama yang cocok untukmu."

Tangan Vega terulur untuk kemudian Capella raih dan mereka berjalan bergandengan. Capella ingat, Vega membawanya berjalan berkeliling taman istana Mistero. Memandang takjub bunga-bunga krisan berwarna lembut, carnation merah muda yang membentuk barisan, dan teratai yang hidup di permukaan kolam, serta banyak lagi. Kupu-kupu hinggap di kelopak-kelopak, Capella berusaha mengejarnya tetapi gagal. Ada satu yang malah hinggap di hidung Capella, membuat anak kecil itu terjatuh karena terkejut. Lututnya menghantam jalanan batu istana, menimbulkan luka yang merembaskan darah.

Capella ingat. Kala itu, Vega menggendongnya yang menangis kesakitan. Vega--dengan tatapan lembutnya--menempelkan dahinya ke dahi anak itu, berkata pelan. "Jangan menangis, ya? Sebentar lagi, lukanya akan sembuh kok." Vega mengusap lututnya, seketika rasa sakit itu hilang.

"Vega," panggil Capella, "aku mau bersama Vega selamanya!"

Mendengarnya, Vega tersenyum. "Mengapa?"

"Vega baik dan aku suka! Aku mau bersama Vega!"

Vega tertawa kecil. "Ah, pernah mendengar tentang bintang Vega?"

Capella kecil mengangguk. Dia tahu rasi-rasi bintang di angkasa. Seseorang sering mendongengkan itu kepadanya.

"Ada satu bintang yang selalu terlihat bersama bintang Vega. Kedudukan itu tak pernah berubah sejak dulu hingga kini dan nanti. Kau tahu apa itu?"

Capella kecil menggeleng.

"Namanya bintang Capella."

Ca-pel-la. Anak kecil itu melafalkan dalam hati. Mematri dengan kuat bahwa Capella adalah yang terdekat dengan Vega, selalu bersama Vega, melindungi Vega. Maka dari itu, ia membuat keputusan yang tak akan pernah ia sesali seumur hidupnya.

"Kalau begitu aku mau menjadi Capella!"

***

"Capella,"

Capella tersadar dari lamunan akan masa kecil tatkala Curse memanggilnya. Pemuda pirang itu tengah berada di posisinya, duduk di samping tempat tidur Sang Penjaga, menjaga Vega sepanjang waktu.

"Ada apa?"

"Sebuah kapal angkasa mendekati Mistero. Truth sudah memastikan kalau itu adalah kapal milik Sirena."

Mendengarnya, raut Capella berubah mengeras. "Pastikan dia tidak menemukan istana ini."

Curse mengangguk, kemudian memohon izin untuk keluar ruangan. Tak lama, Capella mendengar suara langkah kaki yang datang mendekat. Tampaklah seorang pemuda dengan iris mata indigo cerah dengan senyum tipis di wajahnya.

"Capella."

Capella mengangguk, mempersilakan pemuda itu untuk berbicara. "Hope."

Pemuda itu tersenyum lemah. Tatapan matanya meredup.

"Capella, aku ... aku tidak merasakan apa pun lagi...."

.

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Throne of StellarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang