12 | Red Bond

489 86 54
                                    

CODA TIDAK penah meminta, tetapi Erin sudah bergerak lebih cepat darinya. Coda bahkan harus berkali-kali mengucek mata, memastikan kalau ia tidak salah lihat bahwa mata Erin berbinar ketika berlarian dari kamarnya.

"Hei apa yang kau tunggu?" Kesatria Lama bersurai merah itu berdiri dekat pintu berkacak pinggang, memandangi Coda yang masih berdiri terpaku.

"Apa ... kau serius?"

Gemas, Erin memutuskan untuk berbalik dan menarik tangan pemuda Bestia itu keluar, "Seberapa penting dia bagimu?" tanya Erin dengan nada nyaris sewot, "dia kakakmu, kan? Aku tahu bagaimana perasaan seorang adik karena aku pernah merasakannya."

"Kau punya kakak?"

Pegangan tangan Erin pada Coda terlepas. Iris crimson itu menggelap. Untuk sesaat, Coda merasa bersalah telah membiarkan kalimat itu meluncur dari lisan tanpa penghalang. Seharusnya ia tahu pembicaraan tentang keluarga selalu menjadi topik yang sensitif bagi beberapa orang. Tetapi, sebelum Coda sempat untuk meminta maaf, Erin telah lebih dahulu memasang senyum cerah. "Ya! Walau aku sudah melupakan bagaimana ingatan tentang kakakku, aku selalu tahu kalau itu adalah masa-masa yang indah."

"Ah begitu." Ada perasaan lega yang mekar kala melihat senyum itu. "Kuyakin, seseorang seperti Erin pasti memiliki kakak yang baik dan mengagumkan."

Erin mengangguk, "Kakakku ... kata Orion, dia punya rambut perak dan mata serupa dengan kilat magenta muda." Pemuda itu tertawa kecil, "dia berbeda denganku meski kami kembar. Dia kuat, dan punya kekuatan sihir yang hebat. Ditambah lagi, kata Orion, dia tidak punya selera humor--katanya galak sekali."

"Orion?"

Erin mengangguk, "Tapi segala hal yang kuingat adalah bagaimana dia yang menghiburku di depan perapian yang hangat. Menyanyikan lagu-lagu dan menari, semua itu ia lakukan agar aku melupakan sakitku yang kambuh semakin parah tiap musim dingin."

'Erin, kakak bawakan sesuatu untukmu! Ini syal rajutan khusus dari Bestia! Pakailah agar lehermu tetap hangat.'

'Erin, jangan menangis lagi, ya. Lihat, Kakak baru mempelajari tarian ini. Hap Hap!'

'Apakah masih sakit, Erin? Dengar, kakak akan menyanyikan sebuah lagu untukmu.'

Sekelebat ingatan masa lalu menyapanya. Sebelum matanya bertambah panas akan emosi yang meledak, Erin segera menggelengkan kepala. Ditariknya lengan Coda untuk berjalan lebih cepat, hingga pemuda bertelinga masang itu terhuyung dan memekik. "E-erin, jangan berlari terburu-buru!"

Dan tawanya bergema di koridor hitam istana Lama.

***

Erin tidak bisa berhenti tersenyum setelah mendorong Coda masuk dan menubruk Fang. Mengabaikan pelototan Coda yang meminta bantuan, setelah memberi ucapan semangat pelan, Erin menutup pintu ruangan. Dari sisi koridor yang lain, terdengar suara langkah sepatu yang keras. Erin melihat Orion yang berjalan dengan gestur gelisah. Berkali-kali pria itu mengusap wajahnya dan menghela napas. Erin hanya memandangi Orion sampai sang pangeran berhenti dan menatapnya heran.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Orion melirik pintu kamar tamu yang dipakai Fang, "kau mau bertemu Coda? Ketuk saja daripada menunggu seperti itu."

Erin menggeleng, "Tidak kok."

Mata Orion menyipit, "Kau sudah tidak apa-apa?"

Erin mengangguk.

"Begitu. Syukurlah." Orion mengangguk dan melanjutkan perjalanannya. Tetapi raut sedih yang sempat Orion lihat sebelum anak itu menyembunyikan dengan senyum manis telanjur mengganggunya. Makanya, Orion berbalik ke tempat Erin masih berdiri.

Throne of StellarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang