16

257 18 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Lili memimpikannya lagi.

Memimpikan kejadian yang dialaminya ketika beranjak remaja. Ledekan, hinaan, dan segala macam aspek pendukung yang membuat masa menuju remajanya itu seperti di neraka. Kembali ia seperti berada di tengah-tengah kerumunan yang mengerumuninya sambil melontarkan ejekan-ejekan menyakitkan. Perihal tubuh gemuknya, perihal wajah chubby-nya. Ia ingin berlari, namun seseorang menahannya dan membuatnya kembali terduduk—menerima sorakan-sorakan itu lagi. Kerumunan itu semakin bertambah, wajah-wajah yang sama dengan wajah yang mengejeknya dulu nampak berkali-lipat seolah mereka memiliki kembaran. Mengejeknya hingga ia menangis. Ia tersesat, ia ingin lepas dari belenggu. Ia mulai berdiri, memberanikan diri untuk keluar dari kerumunan sambil berlari dan ketika ia tahu bahwa di depannya bukan sebuah jalan yang bisa di lewati—tetapi karena ia tidak dapat menghentikan laju kakinya, akhirnya ia terjerembap. Jatuh ke tanah; tanah yang tiba-tiba longsor dan menenggelamkannya ke dasar jurang...

Sebelum akhirnya ia terjaga karena sebuah suara yang nyaring memanggil. Peluh membasahi kening Lili padahal dingin AC jelas terasa menyelimuti. Cewek itu terduduk di ranjang dengan napas terengah-engah saat ia berhasil menembus selubung awan hingga membuatnya kembali ke dalam realita.

Lili mengerut saat suara berisik yang tadi membangunkannya dari mimpi buruk—dia harus berterima kasih pada alarm HP-nya—dan menatap HP silver itu dari tempatnya. Tangannya terulur malas mengambil HP itu, menggeser ikon pada layar untuk mematikan alarm yang ia setel lima belas menit lebih awal dari biasanya.

Cewek itu menyibak selimut dan membawa kakinya menapaki dinginnya ubin lantai di kamar saat suara adzan subuh terdengar lima menit kemudian. Lalu, tanpa menunggu lebih lama lagi Lili segera melesat ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Jika untuk waktu magrib atau isya biasanya Mama, Opa dan dirinya akan melakukan shalat berjamaah di ruang shalat, tetapi berbeda jika di pagi buta begini. Karena Opa yang seperti biasa akan pergi ke masjid yang letaknya di antara kompleks perumahan Lili dan perumahan sebelah, sedangkan mengikuti Mama—Lili memilih untuk melakukan ibadah sendiri di dalam kamarnya seperti biasa.

"Asli gue nggak khusu' dah ini!" gerutunya ketika selesai melipat mukena dan menaruhnya di atas meja kecil dekat al-qur'an. Ini semua salah Fajir yang mengatakan ingin menjemputnya sampai membuatnya kepikiran melulu. Dan pasti, mimpi buruknya itu datang juga sebagai bentuk manifestasi karena cowok itu juga ada di sana.

Setidaknya menurut Lili bahwa Fajir ada di sana dan ikut meledeknya juga.

Dengan cepat ia menggeleng. Dia sudah bertekad untuk tidak ingin mengenang masalalu-nya dan melanjutkan hidup dengan bahagia, di samping itu juga saat ini tidak ada alasan untuknya untuk tidak bahagia. Meskipun menyebalkan, Lili mengakui kalau Fajir sekarang berbeda—maksudnya tidak seperti dulu.

Dan Lili telah menanamkan dalam hati bahwa ia akan berusaha menilai dari perspektif berbeda soal Fajir.

Cowok itu baik, cowok itu tampan, cowok itu...

LiliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang