25

201 18 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Elo kan yang naro hadiah rubik ke laci meja gue?" Lili menoleh, memandang cowok tinggi yang berdiri dalam jarak sentuh itu. Terpaan halus angin malam terasa menggelitik kulit wajahnya.

Tadi sepulang dari renang, alih-alih mengantar Lili langsung pulang ke rumah, Fajir malah mengajak Lili untuk mencari makan dulu. Berhubung mereka pulang dari renang di waktu yang sangat sore dan hampir menuju waktu shalat magrib, keduanya berhenti di masjid terdekat untuk melaksanakan shalat terlebih dahulu setelah itu barulah menuju destinasi yang dituju.

Seperti hari-hari biasa, Benteng Kuto Besak memang selalu menjadi 'night market'-nya Palembang. Baik lokal maupun pendatang selalu menyempatkan diri untuk menghilangkan penat di sini. Selain bisa melihat keindahan sungai musi di malam hari karena letaknya yang sangat dekat dengan jembatan ampera, di sini juga menawarkan macam-macam makanan dan jajanan untuk para pengunjung. Selain itu, ada juga beberapa atraksi yang di pertontonkan. Namun, setelah menyantap Martabak Kare di restoran legend atas saran Lili, keduanya memilih untuk berdiri memandangi sungai musi dengan se-cup kopi instan hangat ditangan keduanya.

Satu tangan Fajir masuk ke dalam saku celana sementara satunya lagi memegang cup kopi sambil menegak isinya. Fajir membiarkan cairan hangat itu masuk melewati tenggorokannya, lalu menoleh dan melemparkan sebuah anggukan singkat sebagai jawaban. "Waktu itu lagi nyari buku referensi tugas bu Yun, terus nggak sengaja lihat ada mainan kesukaan lo."

"Kok lo tau gue suka rubik?" Lili menatap heran. Satu pertanyaan yang sejak mendapatkan hadiah rahasia itu akhirnya terungkap juga. Pasalnya hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa ia suka mengotak-atik rubik setiap kali pikirannya sedang kacau, atau saat ia sedang tidak ada kegiatan.

"Nggak sengaja lihat lo mainin rubik di depan perpustakaan pas SMP dulu. Pernah juga ngelihat lo main rubik di depan gerbang sekolah, lo kayaknya lagi nunggu jemputan waktu itu. Pas SMP juga." jawab Fajir. Cowok itu membawa tubuhnya menghadap Lili, dengan sedikit menunduk ia kembali bersuara. "Lo sampe sini paham kan kalau gue sejak dulu nggak pernah nggak suka sama lo?"

"Sori," sudut bibir Lili tertarik ke bawah, "gue udah asal ngehakimi lo soal itu..."

Fajir mengulum senyum. "Yang penting sekarang lo tau isi hati gue sebenarnya ke elo gimana."

Lili membalas dengan senyuman kecil. Pendar lampu yang temaram membuat cewek itu tak melihat dengan jelas wajah cowok di depannya. Namun yang Lili tahu bahwa Fajir sedang tersenyum sekarang, dan entah kenapa hal itu membuat hatinya menghangat.

Segala hal yang dulu ia takuti nyatanya tidak terjadi. Sama sekali tidak terjadi. Jika Fajir pernah mengatakan kalau keberadaan Lili adalah hal terindah yang Tuhan berikan di dalam kehidupan cowok itu, sekarang Lili memiliki satu pandangan sebagai jawaban. Cowok itu seperti malaikan pelindungnya, dan membuatnya merasa nyaman berada di dekat cowok itu. Senyuman masih terukir di wajah Lili saat cewek itu kembali membawa pandangannya menyusuri hamparan sungai musi yang membentang di depan mata, ia kembali mengingat percakapan anak-anak kelasnya di ruang ganti tadi sore.

LiliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang