17

245 16 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Berulang kali Lili melirik jam dinding di antara bingkai foto presiden dan wakil presiden yang menggantung tepat di atas papan tulis kelas dengan tak sabar. Entah karena dia menunggu, atau memang seperti itulah perpindahan dari menit ke menitnya, namun Lili merasa kalau siang ini waktu terasa lebih lambat dari biasanya. Rupanya, kegusaran Lili di tempatnya duduk telah di baca oleh Sarah yang duduk di belakangnya, karena cewek dengan aksesoris serba biru itu langsung menoel punggung Lili menggunakan bolpoin yang ia pegang.

"Lo kenapa? Sakit?" tanya Sarah khawatir. Dan sekarang cewek itu semakin terkejut saat melihat wajah Lili yang pucat dan... "Yaampun, Li!? Lo kenapa ih? Kok ruam gitu leher lo?"

Pertanyaan Sarah itu membuat Ares (teman sebangku Lili untuk hari ini) yang sejak tadi memilih jalannya untuk tidur di kelas daripada merangkum buku sosiologi langsung membuka mata ketika suara Sarah samar terdengar di telinganya. Cowok itu menjauhkan sebelah pipinya dari meja, menegakkan tubuhnya. Matanya sedikit menyipit dengan kepala condong ke depan memerhatikan wajah pucat Lili dengan seksama.

"Anjay, lo kenapa Li?" tanya Ares tak selow. Cowok itu berseru—benar-benar dengan suara super besar sampai membuat seluruh penghuni kelas menoleh ke arah mereka. Ares menggaruk dahinya yang tak gatal ketika Pak Toipi yang sejak tadi menyibukkan diri dengan kertas-kertas di atas mejanya, ikut menoleh.

Dari balik kaca matanya Pak Toipi memerhatikan salah satu siswinya yang nampak tak berdaya di bangkunya. "Lili, kau sakit?"

Ditanya seperti itu malah membuat Lili ingin menangis. Tubuhnya terasa semakin panas akibat ruam dan gatal kemerahan yang entah kenapa bisa timbul. Cewek itu menahan airmata di pelupuk mata sambil meringis. "Kayaknya alergi saya kambuh, Pak."

"Astaga, baiklah, tolong Sarah kau antarkan Lili ke UKS."

Sarah langsung mengangguk. Cewek itu berdiri sambil memegang lengan Lili, dibantunya teman sekelasnya itu berdiri kemudian mereka berdua berjalan keluar kelas.

Suasana kelas yang ribut langsung dihentikan oleh Pak Toipi. Guru berkacamata itu mengatakan agar penghuni kelas kembali melanjutkan pekerjaan mereka dan dilarang berisik. Membuat seisi kelas menurut dan kembali berkutat dengan pekerjaan mereka, walaupun beberapa tetap memilih untuk bermain HP atau pekerjaan lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan mata pelajaran sosiologi siang ini.

Fajir memerhatikan dari tempatnya duduk dengan kening mengernyit dalam. Jauh ke dalam ingatannya, sepertinya ia melihat Lili baik-baik saja sampai masuk ke kelas tadi yang seperti ingin berbicara dengannya, namun diurungkan oleh cewek itu entah karena apa sebabnya.

"Cewek lo alergi apaan, Jir?" Dipo bersuara. Ikut memandangi punggung dua cewek yang mulai menghilang di depan sana.

"Nggak tau."

"Anjay, jadi beneran lo udah jadian sama Lili?!" Angga yang sengaja pindah tempat duduk dari bangkunya karena meja itu kosong langsung menoleh ke belakang. Cowok itu sedang sibuk main HP, namun radar pendengarannya jelas melalang buana karena langsung siaga satu ketika mendengar gosip yang menggelitik telinga.

LiliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang