2. Siswa baru
"Bersikap bodo amat itu perlu karena nggak semua omongan orang lain bisa di terima."
Dian Diarasanti
****
Wanita yang memakai seragam sekolah berbeda dari anak yang lainnya berjalan memasuki area SMA Wijaya, kedatangannya menarik perhatian beberapa murid seakan-akan dia adalah artis yang sedang naik daun.
Parasnya yang cantik dengan bentuk tubuh idel mampu memikat beberapa murid lelaki untuk menatap ke arahnya, rambut panjangnya melambai-lambai seiring dia mengambil langkah. Gadis itu tampak tidak memperdulikan tatapan mereka yang jelas-jelas tertuju padanya.
"Maaf, ruang guru sebelah mana ya?" tanya Dian pada seorang gadis yang sedikit gemuk, memakai kacamata dengan rambut yang dikucir kuda, dia sedang asik membaca tulisa-tulisan dimading namun segera mengalihkan tatapannya begitu mendengar pertanyaan Dian.
Gadis itu menatap Dian dengan tatapan, 'Siapa lo?'
"Lo nanya gue?" tanyanya seraya menunjuk dirinya sendiri.
Dian mengerutkan keningnya, memang siapa lagi yang dia tanya selain gadis ini. Tanpa banyak bicara Dian menganggukan kepalanya singkat.
"Lo lurus aja terus belok kiri, nanti ada pertigaan lo belok kanan terus lurus lagi, di sebelah kanan ada WC jadi lo harus belok ke sebelah kiri, nanti ada lapangan basket lo ikutin jalan dari sana lo bisa nemuin kantor." Gadis itu menjelaskan dengan tempo yang cepat membuat Dian tidak mengerti.
Jujur saja Dian itu buta arah, dia tidak bisa mengingat jalan dengan baik meski sudah melewati jalannya berkali-kali, satu-satunya hal yang selalu menjadi kelemahannya sejak dulu.
"Dian."
Seseorang memanggilnya dari belakang membuat Dian refleks berbalik ke arahnya, gadis cantik berambut sebahu itu langsung merangkul Dian kasar tanpa permisi membuat kepala Dian berada di bawah ketiaknya.
"OMG gue nggak nyangka banget bakal satu sekolah sama cewek culun kaya lo lagi," ucapnya senang.
Dian langsung melepaskan diri dari rangkulannya dan merapikan rambut panjangnya yang kusut ulah gadis yang merupakan anak dari Bi Asih ini. Sari.
Teman masa kecil Dian saat di Bandung akan tetapi keduanya berpisah begitu Sari pindah ke Jakarta saat SMP dan sekarang mereka di pertemukan kembali di SMA yang sama.
Fyi, Sari baru bertemu dengan Dian lagi di sekolah karena saat keluarganya pindah rumah Sari sedang menginap di rumah temannya.
"Sorry, gue nggak langsung nemuin lo di rumah," nyengirnya tanpa beban.
Sari baru menyadari kehadiran sosok gadis yang tadi sempat ngobrol dengan Dian.
"Eh, Wi. Apa kabar?" tanya Sari sedikit canggung.
Sari memang tidak begitu akrab dengan gadis itu tapi dia mengenalnya bahkan seluruh SMA Wijaya pasti mengenalinya. Bukan tanpa sebab, itu karena Dewi selalu membaca tulisan di mading berulang kali bahkan hampir setiap waktu dia habiskan di sana. Hal itulah yang menjadi keunikannya sendiri dan menjadi ciri khas seorang Dewi.
"Sar, antar gue ke ruang guru," ujar Dian seraya menarik tangan Sari darisana.
Dengan senang hati Sari mengarahkannya, di perjalanan Sari tidak henti-hentinya berbicara untuk menjelaskan beberapa ruangan di sekolah ini, mulai dari lapangan basket, lorong-lorong yang menurut Sari angker dan terlarang yang terletak di belakang sekolah, dia hampir menjelaskan semua hal.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIAN
Teen FictionDian seorang murid baru di SMA Wijaya datang untuk membuka lembaran baru dan kisah baru dikehidupannya. Dian tidak mau lagi jatuh cinta karena trauma masa lalunya, Dian juga tidak mau bersosialasi dengan siapapun terkecuali dengan Sari putri dari bi...