6. Reyhan, Aldo dan Fanny
****
Pagi hari adalah waktu yang paling Dian sukai, udara yang masih belum tercemari oleh polusi, terasa sangat menyegarkan dan juga menangkan.
Sekolah masih sangat sepi hanya ada beberapa murid yang sudah tiba, lapangan parkir yang biasanya penuh pagi ini hanya terisi 4 motor yang berjejer di dekat pohon. Hanya ada beberapa murid yang membawa kendaran pribadinya ke sekolah selebihnya lebih memilih untuk memakai kendaran umum ataupun diantar jemput oleh orang tua mereka.
Orang tua ya? Dian tersenyum miris begitu memikirkan orang tuanya, sudah hampir satu minggu dia tinggal di Jakarta akan tetapi Ibunya sama sekali tidak pernah bertanya perihal kabar Dian. Entah itu kepada Bi Asih ataupun kepadanya langsung. Semenjak ayahnya meninggal Dian tahu kalau sekarang rasa sayang ibunya kepada Dian sudah tergantikan dengan rasa benci terhadap anaknya sendiri.
Sepenuhnya Ibunya menyalahkan Dian atas kematian ayahnya sendiri.
Dian membuka pintu kelasnya yang ternyata tidak kosong seperti biasanya, ada seseorang di sana yang sedang menulis sesuatu dibuku, dia teman sebangku Dian. Resa.
Dian mendekatinya dan duduk di sebelahnya, mengeluarkan beberapa buku pelajaran dan membacanya ulang. Itu hanyalah sebagai pengalihan agar suasana tidak terlalu canggung.
"Lo deket sama Aldo?" Resa memecah keheningan yang sempat terjadi beberapa menit yang lalu.
"Gak."
Hening. Mereka kembali fokus pada kegiatannya masing-masing dan Dian sama sekali tidak tertarik untuk mendengar apa yang ingin Resa katakan berikutnya.
"Gue pernah liat lo makan sama Aldo di kafe, itu yang namanya nggak deket?" kali ini Resa bertanya dengan nada yang sinis.
Dian memilih diam, tidak menanggapi pertanyaan Resa barusan. Lagipula Dian tidak suka jika kehidupannya dicampuri oleh orang lain, bukan urusan Resa jika Dian dekat dengan siapapun. Entah itu Aldo, Reyhan atau Mang Udin satpam sekolahannya.
"Mungkin karena lo murid baru jadi lo nggak tau kelakuan Aldo selama ini itu kayak gimana, dia dulu pernah—"
"Ngapain lo ngomong kayak gini ke gue?" potong Dian melirik tajam pada Resa, "Gue nggak peduli siapapun di sini, dan gue gak tertarik menjalin hubungan sama siapapun di sekolah ini termasuk," ada jeda di kalimat Dian, "Buat temenan sama lo."
Perkataan Dian berhasil membuat Resa bungkam, selama ini mereka berdua memang sangat jarang berbicara meskipun duduk berdampingan. Dian selalu lebih memilih berbicara dengan Sari dibanding dengan orang lain bahkan cewek itu menunjukkan sifat antisipasi pada orang-orang di sekitarnya. Resa tersadar kalau dia terlalu mencampuri urusan orang lain.
****
Alih-alih pergi ke kantin, Dian lebih memilih pergi ke halaman belakang sekolah yang jarang didatangi murid lain. Jika dulu saat masih bersekolah di Bandung, halaman belakang sekolah adalah tempat yang paling tidak ingin Dian kunjungi karena dia tidak suka tempat sepi tapi kali ini ternyata hanya tempat itulah yang bisa membuatnya tenang.
BRUGGG
Sebuah suara yang tidak jauh dari tempat Dian berdiri terdengar sangat keras, dengan langkah pelan Dian mencoba mendekat ke arah sumber suara. Gadis itu mengintip dari balik tembok sebelum akhirnya menemukan dua orang pria yang sedang bertengkar.
Reyhan dan Aldo.
Reyhan memegang kerah Aldo dengan tatapan marah dan memojokannya ke dinding, sedangkan Aldo dengan sudut bibir yang terluka malah menyunggingkan bibirnya menatap remeh pada Reyhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIAN
Teen FictionDian seorang murid baru di SMA Wijaya datang untuk membuka lembaran baru dan kisah baru dikehidupannya. Dian tidak mau lagi jatuh cinta karena trauma masa lalunya, Dian juga tidak mau bersosialasi dengan siapapun terkecuali dengan Sari putri dari bi...