BAG 15. Cuman kasihan

80 8 0
                                    

15. Cuman kasihan

"Perhatian bukan berarti cinta."
~Reyhan BW

****

Malam menjelang begitu cepat, Reyhan masih duduk di kursi rumah sakit menunggu Resa yang sedang menghampiri kamar rawat Ibunya. Setelah Tante Sani—Ibu Resa didiagnosis TB jantung oleh dokter, Resa langsung menangis dan ketakutan membuat Reyhan tidak tega meninggalkannya sendirian. Icha dan Andri juga sempat menengok sebentar untuk melihat keadaan Resa.

“Gimana?” tanya Reyhan setelah melihat Resa berjalan mendekat ke arahnya.

Gadis itu duduk di sebelah Reyhan, tidak terlalu dekat karena Resa menciptakan jarak di antara mereka berdua.

“Mama baru tidur, baru kali ini Mama harus di opname, sebelumnya masih bisa dapet perawatan dari rumah,” ujar Resa terdengar lesu.

“Kakak lo kapan balik?”

“Gak tau, lo sendiri tau Han kakak gue pulang setahun sekali itu pun waktu lebaran doang. Paling dia transfer uang buat biaya rumah sakit.”

Reyhan mengangguk pelan, helaan napas keluar dari mulut Reyhan. Dengan gerakan lembut, Reyhan membawa sebelah tangan Resa untuk ia genggam, seolah berusaha menyalurkan tenaga untuk membuat gadis itu tetap kuat. Kedua tangan Reyhan memerangkap tangan kiri Resa, gadis itu tidak merespons apa pun melainkan hanya menatap Reyhan nanar.

“Lo gak sendiri, masih ada gue, kalau lo butuh bantuan gue bakal bantu semaksimal mungkin. Fighting Echa,” senyum Reyhan terukir memberikan ketenangan untuk Resa. Echa—adalah nama panggilannya dulu sewaktu SMP. Reyhan masih suka memanggil Resa dengan nama panggilannya itu.

“Gak usah, lo juga sekarang lagi sibuk tuh ngejar cewek,” celetuk Resa.

“Ngejar cewek?” Reyhan mengernyit heran.

“Iya, lo kan lagi ngejar Dian,” jelas Resa yang dibalas oh ria oleh Reyhan.

“Emang Dian maling harus gue kejar,” kelakar Reyhan seperti biasanya.
 
Resa mendengus, “Iya maling, maling hati lo!”

Suara gelak Reyhan terdengar menggelegar membuat beberapa perawat menoleh ke arah mereka. Resa segera menepuk bahu Reyhan menyuruhnya diam.

“Maling hati gue gimana? Nih liat hati gue masih utuh, organ tubuh gue masih lengkap,” ungkap Reyhan meraba-raba tubuhnya sendiri.

“Bukan itu maksud gue, Reyhan Bannar Wijaya!” geram Resa.

“Iya iya apa? Maling hati gue gimana?” Reyhan menyerah.

Namun bukannya menjawab, Resa malah terdiam. Menatap Reyhan yang juga sedang menatapnya. Tatapan cowok itu terkesan santai berbeda dengan Resa yang harus mengontrol detak jantungnya tidak karuan. Tangan Reyhan masih menelungkup tangan Resa.

“Lo cinta sama Dian?” akhirnya pertanyaan itu yang Resa ajukan.

“Ya, nggak, lah!” sergah Reyhan cepat seraya menghempas pelan tangan Resa.

“Yakin? Tapi yang gue liat lo perhatian sama dia,”

“Perhatian bukan berarti cinta!” ucap Reyhan.

Resa merasa tidak yakin dengan jawaban Reyhan. Pasalnya Reyhan itu kurang peka dengan perasaannya sendiri.

“Kalau gak cinta berarti suka?”

Reyhan terlihat berpikir sejenak. Pikirannya melayang ke arah di mana dia suka melihat ekspresi dari wajah Dian. Lalu momen-momen di mana Reyhan menghabiskan waktunya bersama Dian itu terasa menyenangkan dan Reyhan menikmatinya.

DIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang