10. Plin Plan
“Kenyamanan itu gak bisa di dapetin dari sembarang tempat. Dan tempat pertama gaakan pernah bisa tergantikan oleh tempat kedua.”
~ReyhanBW****
“Sal, jelasin ke semua orang kita gak pernah ngelakuin apapun! Jelasin Sal!” paksa Dian kepada kekasihnya .
Faisal Abinaya Yudishtira. Lelaki bertubuh tinggi dengan rahang yang tegas itu menatap Dian dengan rasa bersalah. Dia tidak bisa membantunya, mau seberapa kencangpun Faisal berteriak tetap tidak akan ada yang percaya.
“Maaf, Yan.”
“Gue gak butuh maaf lo! Gue cuman butuh lo ngomong ke semua orang kalau prasangka mereka itu salah,” sentak Dian. Gadis itu memegang kedua lengan kekasihnya, berharap bahwa lelaki yang dia cintai ini bisa membantunya.
“Jangan ganggu anak saya lagi!” suara yang berasal dari ayah Faisal itu terdengar dari arah belakang Dian.
“Faisal, ayo pulang!”
“Nggak! Tunggu! Om, sumpah saya dan Faisal gak pernah melakukan apa yang di tuduh orang-orang, say—”
“Kamu pikir saya percaya? Urus masalah kamu sendiri, mulai sekarang jangan hubungin Faisal lagi.”
Kepergian lelaki itu benar-benar berhasil membuat Dian terpuruk. Dian harus menanggung semua hinaan, celaannya seorang diri. Tidak ada yang membelanya. Tidak ada yang percaya padanya.
Selama seminggu itu, hari-hari Dian bagaikan di neraka. Dia mengalami perundungan yang sangat keji. Mulai dari disiram oleh air pel, dilempari telur, meja dan loker di coret-coret dengan gambar yang tidak senonoh.
Sungguh saat itu Dian berharap dia mati saja, terlebih ketika Kepala sekolah memutuskan untuk mengeluarkan Dian karena kasusnya. Padahal Dian sama sekali tidak melakukan apapun dengan Faisal di laboratorium malam itu.
“Dasar Jalang, cewek murahan!”
“Perek.”
“Lo pasang tarif berapa Dian?”
“Kalau gue jadi lo! Gue mending mati disaat itu juga!”
“Dian!”
Panggilan dari gurunya membuat Dian terbangun. Sepertinya sejak jam pelajaran dimulai, Dian tanpa sengaja tidur di dalam kelas. Untunglah saat ini yang sedang mengajar di depan adalah Bu Nia, guru terbaik di SMA Wijaya.
Bisa dibayangkan jika Dian ketiduran di kelas pas pelajaran Pa Tatang, bisa-bisa Dian harus menyampaikan salam terakhir dan surat wasiatnya saat itu juga.
“Kamu sakit?” tanya Bu Nia khawatir melihat bulir keringat di dahi Dian.
Dian mengusap wajahnya gusar. Mimpi itu membuatnya kembali ketakutan.
“Maaf Bu, saya gak enak badan makanya ketiduran,” lesu Dian merasa tidak enak.
Bu Nia memaklumi, “Gak pa-pa, lagian pelajaran udah mau berakhir, bel pulang sebentar lagi berbunyi. Kalian beres-beres aja sekarang, kita lanjutkan minggu depan.”
Dengan cepat semua murid langsung memasukkan alat tulis mereka ke dalam tas. Beberapa sudah siap mengeluarkan jaketnya masing-masing.
Karena di dalam sekolah ada larangan memakai jaket kecuali yang sedang sakit, membuat mereka selalu menyimpan jaketnya di dalam tas. Terlebih jika mereka melanggar peraturan, siap-siap saja mereka harus berhadapan dengan Pa Tatang dan tongkat baseballnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIAN
Teen FictionDian seorang murid baru di SMA Wijaya datang untuk membuka lembaran baru dan kisah baru dikehidupannya. Dian tidak mau lagi jatuh cinta karena trauma masa lalunya, Dian juga tidak mau bersosialasi dengan siapapun terkecuali dengan Sari putri dari bi...