Zes (Indonesië?)

52 1 0
                                    

Willem : Oops! Hahaha! Begitulah Ma... Kami baru jadian pagi ini...
Mama Rosseta : Ya ampun! Kalian lucu sekali! Mama jadi ingat masa muda Mama! (tersenyum pucat)
Willem : Hmmm... Mama gak apa-apa?
Mama Rosseta : Tentu saja Mama gak apa-apa, sayang! Kalian memang serasi! Mama doakan supaya kalian terus saling mencintai dan gak akan terpisah!
Sharon : Hahaha! Makasih doanya Tante... Tante baik sekali! (memeluk Mama Rosseta)
Mama Rosseta : Tentu saja, sayang!
Willem : Kalau begitu, tunggu sebentar yaa, Ma... Willem isi dulu formulir pendaftarannya...

Willem mengisi poin demi poin yang ditanyakan dalam lembar formulir itu, dengan hati yang gembira, bercampur khawatir, Willem bertekad akan memenangkan Olimpiade Sains itu.

Willem : Ini, Ma... Mama tinggal membubuhkan tandatangan Mama di ujung kanan bawah!
Mama Rosseta : Baiklah, sayang! Berjuanglah yaa! Mama akan selalu mendukungmu!
Willem : Makasih, Ma! Aku akan berusaha sebaik mungkin buat memenangkan Olimpiade ini!
Mama Rosseta : Kalian mengobrollah dulu... Mama akan ke kamar untuk beres-beres!

Mama Rosseta berjalan menuju kamarnya. Dan melihat dirinya di cermin sambil bergumam.

Mama Rosseta : Untung saja, Will tidak menyadari bahwa tadi aku tidak bercanda, aku memang mengira dirinya Kristoff! Sebenarnya apa yang terjadi denganku... Aku benar-benar gak ingin mengharapkan kedatangan Kristoff lagi, tapi kenapa semakin aku melupakannya, semakin parah pula depresiku... Will yang malang... Kenapa dia harus punya Mama sepertiku, ibu yang harus menjaga anaknya, tapi kenapa ini malah terbalik, aku sangat malu padanya...

Mama Rosseta berbaring di tempat tidur sambil terus memikirkan perasaan Willem, anak yang paling dekat dengannya, anak yang paling ia sayangi, ia bertekad untuk benar-benar menghilangkan depresinya agar bisa melihat Alex dan Will bahagia.

Sharon : Tuh kan, Will! Apa kubilang! Mamamu pasti mendukungmu!
Willem : Het is waar wat je zegt!
(Memang benar yang kamu katakan!)
Sharon : Aku gak mengerti, Will...
Willem : Aku bilang, yang kamu katakan memang benar! Makasih karena sudah mendorongku buat menjalani apa yang aku suka!
Sharon : Ohh begitu! Hahaha! Iyaa, sama-sama, Will! Seberapa beratpun masalahmu, aku akan selalu membantumu sebisaku!

Ponsel Sharon tiba-tiba berbunyi, Sharon melihat siapa yang meneleponnya, ternyata itu Mamanya, Mamanya menyuruh Sharon segera pulang, karena hari sudah semakin sore, akhirnya Sharon pamit pada Willem.

Sharon : Will, Mama sudah menyuruhku pulang, kalau begitu aku pulang dulu yaa?
Willem : Baiklah, Ron... Hati-hati yaa... Maaf karena gak bisa mengantarmu... Sepertinya tadi Mama pergi ke kamar karena Mama merasa kondisinya semakin memburuk, aku harus memeriksanya...
Sharon : Gak apa-apa kok! Aku ini cuma kekasihmu, tapi Mama adalah orang yang rela susah payah mengandungmu selama 9 bulan! Kamu sangat harus memperhatikannya... Kalau begitu aku pergi yaa... Sampai ketemu di sekolah besok!

Willem mengantar Sharon sampai teras rumah, dan menemaninya sampai ia benar-benar pergi.

Willem : Baiklah! Sampai jumpa! Perhatikan jalanmu, jangan sampai kamu tersandung hanya karena terpesona dengan ketampananku! Hahaha!
Sharon : Huhh! Tentu saja gak akan! Lagi pula kamu percaya diri sekali! (pipinya merah)
Willem : Hahaha! Ehh! Lihat jalannya gak rata!
Sharon : Aaaa!

Sharon tersandung pada tangga di teras rumah Willem, dengan sigap Willem berlari dan menangkap Sharon agar tak terjatuh.

Willem : Sudah kubilang jangan terlalu fokus pada ketampananku! Hahahah!
Sharon : Uhh... Kamu ini selalu menyebalkan... Gak pernah berubah! (pipinya merah)
Willem : Seenggaknya ucapkan makasih padaku dong! Untung kamu gak jatuh...
Sharon : Baiklah... Baiklah... Makasih, Willem Van Derkan, anak paling tampan di dunia! Kau puas!?
Willem : Hahaha! Kamu ini lucu sekali... Ya sudah, pulanglah... Nanti Mamamu mencarimu...
Sharon : Hmmm... Baiklah! Sampai jumpa Will, kekasihku!
Willem : Sampai jumpa, gadisku!

Sharon segera pulang ke rumahnya, Willem datang ke kamar Mamanya, namun ternyata Mamanya tertidur, akhirnya ia memutuskan untuk belajar guna persiapan Olimpiade Sains yang akan ia ikuti, setelah hari beranjak malam, ia tertidur. Pagi harinya seperti biasa, Will mandi dan sarapan bersama Mamanya.

Mama Rosseta : Pagi Kristoff!
Willem : Mama... (senyumnya menghilang)
Mama Rosseta : Hahaha! Kamu kena lagi, sayang! Beri tau Mama kamu mau boterham (sandwich) dengan selai apa? Aardbei (stroberi)? Sinnasaappel (jeruk)? Druif (anggur)? Atau Framboos (raspberry)?
Willem : Framboos saja Ma... Will sedang ingin rasa yang gak biasa!
Mama Rosseta : Baiklah, sayang! Biar Mama buatkan buatmu yaa!
Willem : Baiklah! Makasih Ma...
Mama Rosseta : Anak Mama sudah memutuskan buat melepas lensa kontak?
Willem : Gak kok, Ma... Ini Will membawanya, setelah sarapan, nanti Will pakai...
Mama Rosseta : Kenapa begitu? Mama sudah gak apa-apa kok! Kamu gak usah pakai lagi, yaa?
Willem : Meskipun begitu, Will tetap ingin menjaga kondisi Mama, di samping itu, Will juga masih merasa kurang percaya diri dengan warna mata Will...
Mama Rosseta : Hari ini jangan memakainya, yaa? Demi Mama... Mama mohon... Mama tau rasanya perih kalau terlalu lama memakai lensa kontak... Seenggaknya kasihanilah matamu, sayang...
Willem : Baiklah, Ma... Hari ini Will gak akan memakainya, demi Mama... Makasih karena Mama kembali memperhatikanku lagi, ini seperti terlahir kembali rasanya...
Mama Rosseta : Maafkan Mama karena gak memperhatikanmu selama ini, sayang... Mama janji akan selalu memperhatikanmu mulai sekarang! Oké, dit is jouw boterham!
(Oke, ini roti lapismu!)
Willem : Dank je, Mama! Dit is zo lekker!
(Terima kasih, Mama! Ini enak sekali!)
Mama Rosseta : Baiklah... Makan yang banyak, anakku! Kamu butuh banyak tenaga untuk berpikir di sekolah!
Willem : Tentu saja, Ma!

Setelah Willem menyantap habis roti lapis yang dibuat Mamanya, ia segera pamit dan berangkat ke sekolah, dengan perasaan datar ia masuk ke kelas dan duduk di bangkunya, tak lama Sharon datang.

Sharon : Goedemorgen, knappe jongen!
(Selamat pagi, pria tampan!)
Willem : Pagi! Kamu sudah bisa bahasa Nederland? (tersenyum semringah)
Sharon : Belum... Karenamu aku membaca kamus bahasa Belanda semalaman...
Willem : Aku gak menyuruhmu mempelajari bahasa Nederland kok! (tersenyum)
Sharon : Iyaa... Kamu memang tidak menyuruhku kok! Ini inisiatifku sendiri... Aku ingin mengerti bahasa Belanda, negara asal kekasihku!
Willem : Hahaha! Aku ini setengah Indonesië juga, Ron... Lagipula aku juga sudah lama di Indonesië, bahasa Indonesië-ku sudah benar-benar lancar, Ron...
Sharon : Kupikir, bahasa Indonesiamu gak selancar menurutmu... Kamu masih menyebut rumah sakit dengan ziekenhuis, roti lapis dengan boterham, dan dalam mengucapkan Indonesia pun kamu memakai vokal Belanda, yaitu Indonesië!
Willem : Hahaha! Iyaa sih... Aku gak bisa memungkiri itu... Tapi seenggaknya kamu mengerti kan, beberapa kosa kata yang kusebutkan dengan bahasa Nederland...
Sharon : Iyaa! Bahasa Indonesiamu masih sangat terpengaruh dengan bahasa Belanda! Tapi itulah ciri khas yang membuatmu unik!

~~Bersambung~~

Is Het LevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang