Vijftien (Hitam)

58 1 12
                                    

Mama Rosseta : Ohh... Hahaha! Mama kira kalian sudah gak rindu pada Papa...
Willem : Kami selalu rindu pada Papa, Ma... Dan ketika Papa datang nanti pun, rindu kami gak akan pernah terobati...
Mama Rosseta : Apa maksudmu!?
Alex : Will!
Willem : Ahh, Maaf... Will sedang gak terlalu enak badan, jadi omongan Will melantur kemana-mana...
Mama Rosseta : Baiklah, gak apa-apa... Lanjutkan makanmu, sayang... Jangan terlalu banyak beraktivitas, supaya badanmu gak kelelahan, sayang...

Willem menghabiskan makanannya dengan perasaan tidak enak di hatinya, setelah itu, seperti yang diminta Mamanya, ia mulai menyuapi Mamanya dengan penuh rasa sayang, sesekali bercanda, hingga tak terasa, hari semakin malam, setelah mereka makan, masing-masing kembali ke kamar untuk tidur.

Keesokan harinya,

??? : Tok-tok-tok!

Mama Rosseta bergegas ke depan untuk membukakan pintu, terlihat beberapa orang menggotong sebuah peti mati, didepannya terlihat Lex, ajudan Alex membawa sebuah foto pria eropa yang nampak tersenyum, seorang lainnya membawa papan bertuliskan sebuah nama, nama itu adalah "Kristoff Van Derkann", tanpa percaya sepenuhnya, Mama Rosseta langsung ambruk ke lantai, tangisnya begitu lirih.

Lex : Good morning, Mrs. Van Derkann, introduce me, I am Lex, the aide of your first son, we came here to take your husband to his final resting place, hope you, Mr. Alex, and Willem were given strength and fortitude in accepting the return of Mr. Kristoff Van Derkann.

Mama Rosseta tak meresponnya, dan hanya menangis terduduk di lantai dekat pintu, Lex membantu membopongnya dan mendudukkannya di sofa, pandangannya kosong, perasaan terkejutnya membuat ia tak bisa berkutik apapun.

Willem keluar dari kamarnya terpapah-papah dengan lunglai, matanya tak mampu lagi membendung air matanya, begitu jasad papanya diletakkan di tengah rumah, ia langsung berlari mendekati peti mati seraya berteriak,

Willem : Waarom heb je me verlaten!? Je houdt niet langer van ons! Denk je niet aan zijn gevoelens!? Zij denkt nog steeds vaak aan mij als jij!
(Kenapa papa tinggalkan aku!? Papa sudah gak menyayangi kami lagi! Tidakkah papa memikirkan perasaannya!? Dia masih sering menganggapku sebagai dirimu!)

Sementara itu dengan langkah lembutnya, Alex datang memeluk Willem, kemudian berusaha menenangkannya,

Alex : Will! Tahan dirimu! Kau bilang kau akan minta maaf pada papa!
Willem : (Menepis pelukan alex) Lepaskan aku Alex! Kamu gak ngerti perasaanku! Kamu punya waktu yang lebih banyak bersama papa! Sedangkan aku? Setelah sekian lama aku baru melihatnya sekarang! Dan dia sudah pergi meninggalkanku!
Alex : Aku ngerti, mungkin semua ini salahku... Bukan maksudku menyelesaikan masa kuliahku lebih lama sampai, saat aku datang ke Nederland papa sudah sakit, dan membuatmu hanya bisa melihat jasadnya saja, tapi... Aku ini hanya seorang manusia, Will.. Otakku gak bisa melahap semua materi sekaligus dan lulus dalam waktu cepat, maafkan aku...
Willem : Bukan! Bukan begitu maksudku, ini semua bukan salahmu, aku ngerti soal itu... Aku hanya kesal... Kenapa!? Kenapa papa gak mengabari kalau dirinya sakit? Ini semua tidak adil! Terlebih lagi, pihak Ziekenhuis mengindahkan permintaan papa! Mama, kamu, dan aku punya hak untuk tau, Alexander!
Alex : Ik je begrijpen, Will... (Aku ngerti, Will...) Tapi, pernahkah kamu mikir tentang perasaan papa? Penyakit papa sudah parah, dan dia gak mau kita mengetahuinya karena gak mau menambah beban pikiran kita... Aku harus memberitahumu sekarang, papa jatuh sakit karena ia melihat kondisi mama yang semakin memburuk, papa sempat mau pulang ke Indonesië, tapi tubuhnya gak kuat, dan sampailah di titik terparah penyakit papa, ia lebih baik dibenci oleh mama, daripada melihat tangis mama yang lirih waktu melihat papa terbaring sakit... Setidaknya itulah yang papa katakan padaku sebelum aku pulang ke Indonesië karena rindu kalian...
Willem : Kenapa pa!? Kenapa!? Hiks.. hiks.. seenggaknya biarkan aku merawatmu sebelum pergi! Aku benci mengatakan hal ini, tapi maafkan aku... Vergeef me, papa.. hiks.. hiks.. aku terlalu banyak berpikir buruk tentang dirimu... Padahal, di Nederland sana papa sedang berjuang melawan maut... Aku sudah durhaka padamu, papa... Maafkan aku...
Alex : (Memeluk Willem) Sudahlah, Will... Ini semua bukan salahmu, pasti di atas sana papa ngerti kenapa kamu berpikir kayak gitu...
Willem : Aku gak bisa memaafkan diriku sendiri, Alex...
Alex : Daripada terus nyalahin dirimu, mending kamu lihat keadaan mama di ruang depan...
William : Kamu benar juga, aku hampir lupa!

Willem segera berlari menuju ruang depan, tampak mama Rosseta masih terduduk lemas di sofa, wajahnya pucat, sembari didampingi Lex, ajudan Alex.

Willem : Mama! (Berlari menghampiri)
Mama Rosseta : Kristo... Ahh, aku lupa suamiku sudah mati... Haha... Ada apa anakku sayang? (Tersenyum terpaksa)
Willem : Will tau... Mama kuat! Kita lalui ini sama-sama ya ma... Kita berdoa, semoga papa Kristoff meninggal dengan tenang, dan bahagia di atas sana...
Mama Rosseta : Hah!? Siapa yang meninggal, sayang? (Tersenyum pucat)
Willem : Ayo ikut Will, ma...

Will mengajak mama Rosseta ke ruang tengah, menariknya lebih dekat ke jasad papanya. Wajah mamanya berubah dari senyum pucat, menjadi raut kesedihan yang mendalam seraya berteriak histeris sambil menangis,

Mama Rosseta : Kristoff....!!!! Kenapa kamu pergi meninggalkanku!! Aku benci padamu! Kau tega Kris... Aku gak bisa hidup tanpamu!! Biarkan aku segera menyusulmu Kris...

Berlari ke dapur mengambil sebilah pisau lalu kembali ke depan peti mati sembari tertawa histeris,

Mama Rosseta : Hahahaha! Ayo kita pergi sama-sama Kris...
Alex : Mama! (Memegang tubuh mama Rosseta)
Mama Rosseta : Lepaskan mama Alex! Kamu bilang, kamu mau mama bahagia, kan?
Alex : Tentu saja aku mau, ma...
Mama : Kalau begitu, biarkan mama melakukan ini! Mama akan bahagia kalau mama bersama papa!
Alex : Alex memang mau mama bahagia! Tapi gak begini caranya, ma! Papa sudah ditakdirkan pergi! Mama harus ikhlas! Dengar apa kata Alex, ma! Alexander, anak mama!
Mama Rosseta : Kalau kamu tetap begitu, sekarang juga mama akan menggoreskan ujung pisau ini ke tangan mama!
Willem : Mama! (Berusaha merebut pisau itu) apa mama sadar dengan apa yang mama lakukan!? Sadar ma! Papa itu sudah pergi! Mama harus mengikhlaskannya!
Mama Rosseta : Diam Alexander! Diam Willem! Biarkan mama melakukan ini! Lepaskan mama! Mama mau pergi dengan papa!

Dalam perebutan pisau itu, ujung pisau tak sengaja menggores pergelangan tangan Willem, hingga darah mengucur dari tangannya.

Willem : Arghhh! Shh.... Ahhh...
Alex : Willem!
Mama Rosseta : Putraku!!
Willem : Shh... Sudahh... Will gak apa-apa ma... Tolong berhenti melakukan itu... Will mohon...
Mama Rosseta : Erghh! Pisau sialan! (Membanting pisaunya) Maafkan mama Will... Maafkan mama! Mama gak sengaja!
Willem : Gak apa-apa, ma... Shh... Asal mama janji gak akan pernah melakukannya lagi ya... Shh... (Tersenyum pucat)
Alex : Itulah sebabnya, mama harus dengar perkataan kami, jangan melakukan hal yang berbahaya lagi, ikhlaskan kepergian papa, ma...
Mama Rosseta : Betapa memalukannya mama... Setelah melakukan percobaan bunuh diri, mama hampir membunuh anak mama sendiri...

~~Bersambung~~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Is Het LevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang