Elf (Je begrijpt me niet)

81 2 3
                                    

Mama Rosseta : Ayo! Dihabiskan yaa... Jangan bersisa, kalau orang Indonesia zaman dulu itu bilangnya Pamali, gak baik kalau membuang-buang makanan, sayang makanannya...
Willem : Siap, Ma!
Sharon : Iyaa, Tante! Sharon pasti menghabiskannya kok!
Alex : Ini enak sekali! Mana mungkin aku gak menghabiskannya?

Mereka makan bersama sambil bercengkrama, Sharon merasakan kehangatan bak berada dalam keluarga sendiri, setelah makan, Mama pergi ke dapur untuk Memasak, sedangkan Alex keluar sebentar untuk sekedar berjalan-jalan di kota. Sharon mengajak Willem untuk berkencan hari ini.

Sharon : Will! Ayo ikuti aku!
Willem : Kita mau kemana, Ron?
Sharon : Kesini!
Willem : Taman kota? Tapi untuk apa?
Sharon : Hari ini kita berkencan! Kamu ini lugu atau gimana sih, dari tadi kamu bertanya untuk apa terus!
Willem : Hehe! Maafkan aku, aku baru pertama kali berpacaran, jadi aku gak begitu tau apa saja yang dilakukan orang saat berpacaran...
Sharon : Ya sudah! Gak apa-apa! Nanti juga kamu akan merasakan kesenangannya kok! (semringah)
Willem : Baiklah, ayo!

Mereka berjalan-jalan di taman kota, membeli es krim, dan makanan ringan lainnya.

Willem : Hahaha! Ron... Kamu ini makannya seperti anak kecil yaa... Lihat pipimu kotor, sini biar aku bersihkan!
Sharon : Hehehe! Soalnya es krim ini enak sekali, Will! Makasih yaa!
Willem : Iyaa! (semringah)
Sharon : Apakah ini senyummu yang asli? Tampan sekali!
Willem : Haha! Makasih... Akhir-akhir ini aku jadi lebih sering tersenyum, sepertinya itu karena kamu...
Sharon : Ahh... Jangan menyanjungku seperti itu... Aku jadi malu mendengarnya...
Willem : Kenapa harus malu, Ron? Toh kita ini sepasang kekasih, jadi wajar-wajar saja menurutku... Benar, kan?
Sharon : Iyaa sih... Tapi tetap saja aku malu... (pipinya merah)
Willem : Hahaha! Kamu ini... Ya sudah, habiskan dulu es krimmu, nanti memeleh loh....

Di sela-sela obrolan mereka, dering ponsel Willem berbunyi, dengan segera Willem mengangkat telepon itu.

Willem : Halo, ini siapa ya?
Alex : Ini Alex, Will...
Willem : Kenapa nada bicaramu rendah sekali?
Alex : Aku baru saja mendapat kabar dari Nederland...
Willem : Kabar apa!? Cepat katakan!
Alex : Papa is overleden, Lex zei vanmorgen dat de toestand van papa verslechterde en zijn adem stopte een uur geleden...
(Papa sudah meninggal dunia, Lex bilang, pagi ini keadaan Papa memburuk, dan nafasnya berhenti begitu saja sejam yang lalu...)

Mendengar kabar itu, seketika air mata menetes ke pipinya, dunianya seakan berhenti, perasaannya dingin, dan ia mulai kehilangan senyumnya lagi.

Willem : Je maakt een grapje, toch? Moet je bewust zijn? Papa gaat terug naar Indonesië, toch?
(Kamu pasti bercanda, kan? Pasti Papa sudah sadar? Papa akan kembali ke Indonesië, kan?)
Alex : Het is moeilijk te accepteren, maar dit is de realiteit, Will...
(Memang sulit diterima, tapi inilah kenyataannya, Will...)

Willem menutup teleponnya, menundukkan dirinya sambil menutup wajanya, Sharon yang tak tahu apa-apa mendadak kebingungan.

Sharon : Willem... Kamu kenapa?
Willem : Hmm... Sebaiknya kita pulang dulu...
Sharon : Tunggu, Will! Tapi kenapa?
Willem : Pokoknya aku ingin pulang!
Sharon : Kamu ini kenapa sih!? Gak biasanya kasar begitu!
Willem : Aku ingin pulang! Terserah, kamu mau ikut atau gak!

Willem bergegas ke kendaraannya, Sharon mengikutinya, ia langsung duduk di boncengan motornya, Willem segera melajukan sepeda motornya ke rumah, sesampainya di rumah, ia berlari ke dalam, Sharon menahan tangannya, Willem mencoba melepaskannya.

Willem : Apa yang kamu lakukan!? Lepaskan tanganku!
Sharon : Ada apa denganmu, Will?
Willem : Lepaskan aku!
Sharon : Seenggaknya beritahu aku, kau kenapa?
Willem : Papaku meninggal! Puas kau!? (air matanya kembali menetes)

Sesegera mungkin Sharon melepaskan tangannya, Will merubuhkan dirinya ke lantai, seperti hilang harapan, ia menunduk, air matanya menetes ke lantai.

Sharon : Maafkan aku, Will...
Willem : Kamu pulang saja...
Sharon : Will...
Willem : Pulang... Pulang...
Sharon : Willem Van Derkann...
Willem : Pulang! Kamu gak dengar apa kataku!?
Sharon : Aku tau kamu sangat bersedih karena ini, aku mengerti perasaanmu, semuanya juga sedih... Tapi kamu gak bisa egois seperti ini! Aku juga bersedih! Kamu gak boleh begitu! Aku gak akan pernah pulang sebelum kamu tenang!
Willem : Hahaha! Egois katamu!? Jangan bertindak seolah kamu tau segalanya tentangku! Kamu gak tau gimana perasaanku selama ini!
Sharon : Aku mengerti perasaanmu! Kamu harus sabar, Will!
Willem : Nee! Je begrijpt me niet! Dit gevoelens! Je zult dit gevoel nooit begrijpen!
(Gak! Kamu gak mengerti aku! Perasaan ini! Kamu gak akan pernah mengerti perasaan ini!)
Sharon : Baiklah, aku memang gak pernah merasakannya, apalagi mengerti perasaanmu, tapi seenggaknya tenanglah, Will! Aku ada di sisimu... Tenanglah, sayangku... (air matanya menetes juga, ia memeluk Willem dengan erat)
Willem : Pergilah, Ron... (lemas)
Sharon : Tenang... Aku ada di sisimu... Kamu akan baik-baik saja...
Willem : Kenapa kamu gak pergi juga? Padahal aku sudah membentakmu dengan kasar... Sekarang kamu tau sifat asliku... Aku bukan lelaki yang baik... Aku malah membentak perempuan tanpa beban...
Sharon : Aku gak pergi, karena aku mencintaimu... Aku gak mau kamu menderita sendiri... Aku gak marah kamu membentakku seperti itu, aku mengerti situasinya... Maaf karena aku sudah bertingkah seolah aku mengetahui banyak hal tentang dirimu... Mulai sekarang aku akan mencoba mengerti kamu, aku akan mengenalmu lebih dalam, agar kehadiranku melukiskan kebahagiaan untukmu...
Willem : Ahh, mengenai hal itu, maafkan aku... Jangan terlalu dipikirkan, aku begitu terbawa emosi sampai aku bicara hal yang enggak-enggak...
Sharon : Tunggu sebentar!
Willem : Kamu mau kemana?
Sharon : Aku akan segera kembali!

Sharon berlari ke halaman belakang, ia memetik setangkai bunga mawar, lalu kembali ke hadapan Willem, ia memberikan bunga itu.

Sharon : Ini! Hiruplah aroma bunga Roos kesukaanmu! Aku yakin ini akan menenangkan pikiranmu...
Willem : Ahh, Makasih banyak... (menghirup bunga itu)
Sharon : Biarkan aku memelukmu! Aku yakin kamu akan lebih tenang... (memeluk Willem)
Willem : Baiklah, makasih... Maaf soal tadi... Banyak sekali pikiran gelap yang memengaruhiku...
Sharon : Iyaa, gak apa-apa... Tenangkanlah dirimu...
Willem : Kau tau? Aku berpikir setelah kepergian Papa seperti ini, kehidupanku akan lebih buruk dari masa itu, kondisi Mama juga pasti akan lebih buruk lagi, dan aku harus terus berlagak seperti Papa... Pasti Mama akan memanggilku Kristoff lagi... Menurutmu apakah aku ini lemah? Padahal waktu itu Mama hanya terkena depresi ringan, dan sekarang aku masih mengeluh...
Sharon : Lemah? Tentu saja gak, kamu hebat! Kamu kuat dalam menjalani itu semua, bahkan kamu selalu tersenyum, walaupun itu hanya senyum palsu... Kalau aku berada di posisimu, belum tentu aku sekuat dirimu... Mungkin aku bisa bunuh diri...
Willem : Kalau begitu untunglah aku yang mengalaminya...
Sharon : Kenapa!?

~~Bersambung~~

Is Het LevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang