Tujuh Belas

570 72 45
                                    

Alohaaaaa ...
Assalamualaikum wr wb ...
Pa kabar semua? Hehehe maafkeun ya updatenya lamaaaaaaaa bangeeeet 🙈

Makasi buat kalian yang selalu mengingatkanku tentang dhangku dan husna tanpa henti.

Dan terima kasih buat doa kalian semua alhamdulillahhirobbilalamin my baby boy udah lahir sehat walafiat sama emaknya dan sekarang lg menikmati begadang yg bikin puyeng tapi heppy krn si bayik siklusnya siang jd malem, malem jd siang 😍😘

Nanti kalo ada waktu aku mau revisi bab2 sebelumnya ya ... paling ndak kurangin typo lah 😅

Yg selalu nunggu updatean bisa komen disini ya, biar jd penyemangatku😘

So, heppy riding sista2 n brother 😉

.
.
.
.

Husna membersihkan diri dengan air hangat sepulangnya dari pesta. Pesta yang membuat dadanya sesak sepanjang waktu, mengingat dan melihat pria yang dicintainya telah melupakannya sekian lama, bahkan ia telah bertunangan. Husna menertawakan dirinya, betapa bodohnya ia. Menunggu tanpa ada kepastian selama ini, selalu menyebut nama pria itu dalam doanya tapi nyatanya ....

Husna menggelengkan kepala, cepat-cepat ia menyelesaikan mandinya. Setelah itu ia mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat isya. Iya, sangat terlambat memang karena tadi ia tidak bisa shalat tepat waktu disaat pestanya baru saja dimulai.

Husna menggelar sajadah dan mengenakan mukena berwarna moca miliknya dan ia mulai mendirikan shalat. Di sujud terakhirnya Husna tidak lupa memanjatkan doa yang selalu ia mohon pada Allah swt.

"Husna,"

Suara Irina terdengar memanggil dari luar pintu kamar. Husna yang telah selesai shalat berdiri dan membukakan Irina pintu.

"Sudah selesai shalatnya?" Tanya Irina.

Husna tersenyum sembari membuka pintu lebih lebar mempersilahkan Irina masuk. "Alhamdulillah sudah, ayo masuk." Ajak Husna.

Irina masuk ke dalam dan duduk di tepi ranjang, ia memperhatikan Husna yang melepas kemudian melipat mukenanya. Terselip rasa haru dihati Irina, ia juga seorang muslim tapi entah kapan terakhir kali ia membasahi wajahnya dengan air wudhu, entah kapan terakhir kalinya ia mengenakan mukena. Yang diingatnya, mukenanya masih terlipat rapi di dalam lemari.

"Ada apa?"

Pertanyaan Husna membuyarkan Irina dari lamunannya. Ia tersenyum kecut. "Entah kapan terakhir kali aku shalat."

"Mungkin kalimat itu bisa diganti." Kata Husna memegang lengan Irina.

"Diganti? Maksudnya?" Irina kebingungan dengan apa yang diucapkan oleh Husna.

Husna tersenyum lembut, "Mungkin, kamu bisa mengatakan kapan aku bisa mendirikan shalat lagi?" Kata Husna.

Irina tersenyum senang, "Kamu benar, terima kasih banyak." Kata Irina memeluk Husna. "Oh ya, aku mau menanyakan sesuatu." Irina teringat maksudnya mendatangi Husna.

"Mau menanyakan apa?"

Irina berdehem pelan, "Sebelumnya aku mau minta maaf, aku nggak ada maksud menguping hanya saja aku terlanjur melihat dan mendengar."

Husna mengerutkan alis, bingung dengan apa yang diucapkan oleh Irina. Irina bisa melihat kebingungan diwajah Husna. "Begini, tadi dipesta, aku nggak sengaja melihat dan mendengar pembicaraanmu dengan pak Dhangku."

Ucapan Irina membuat Husna terkejut, ia sama sekali tidak berpikir bahwa pembicaraannya dengan Dhangku tadi bisa saja dilihat dan didengar oleh orang lain. Dan ternyata Irina melihat dan mendengarnya, ya Tuhan betapa cerobohnya ia. Lain kali ia harus menghindari pertemuan atau pembicaraan apapun dengan Dhangku, ia tidak mau semua orang tahu masa lalu apa yang dimilikinya bersama pria itu.

Doa di Sujud TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang