Husna menatap jendela kamar, melihat derasnya hujan yang membasahi bumi. Iya, saat ini Husna sudah ada di rumah. Raka akhirnya memberitahu orang tua Husna tentang kecelakaan yang terjadi, jangan ditanya bagaiamana marahnya mereka karena diberitahu disaat terakhir. Tanpa perdebatan panjang setelah kondisi Husna membaik dan diperbolehkan pulang oleh Dokter, Husna langsung di bawa pulang ke rumah.
Husna juga memberitahu kedua orang tuanya tentang pekerjaannya, akhirnya hari itu juga Ayah Husna langsung membawa semua barang-barang Husna pulang, yang paling banyak sih buku-ku motivasi dan koleksi novelnya yang lumayan banyak, barang-barang itu sementara diletakkan di ruang tamu. Setelah kondisi Husna pulih, mereka akan merenovasi kamar Husna supaya ukurannya bisa lebih besar lagi. Husna bersuyukur orang tuanya tidak terlalu banyak bertanya, ia merasa lebih tenang setelah berada di kamarnya sendiri.
Sementara itu, beberapa hari ini perasaan Dhangku tidak karuan, menjelang pernikahannya dipikirannya hanya ada Husna, ia tidak tahu harus bagaiamana, ia ingin berteriak, berlari kencang bahkan menyelam ke dasar laut. Ia bahkan tiba-tiba menderita insomnia dan tremor. Sepertinya ia kehilangan semangat hidup, di kantorpun ia meminta sekretarisnya untuk mewakilinya untuk menemui klien-kliennya.
Ibunya melihat perubahan putranya, wajah calon pengantin harusnya bersinar bahagia penuh semangat, tapi wajah putranya justru terlihat seperti orang yang kehilangan hidupnya. Malam ini ia menemui putranya di dalam kamar, asap rokok memenuhi ruangan, lampu masih padam dan putranya tengah duduk di balkon sembari merokok menatap gelapnya malam.
"Dhangku."
Dhangku menoleh sebentar lalu kembali melihat ke luar, "ada apa, Bu?" tanya Dhangku.
Ibunya menarik napas panjang, "Ibu yang harusnya bertanya, ada apa, Nak?" tanya ibunya lembut, terdengar nada getir dalam suaranya.
"Aku nggak tahu." jawab Dhangku singkat.
"Apa yang kamu rasakan?"
"Kosong, hampa. Aku ingin berteriak, berlari sekencang mungkin tanpa berhenti." jawab Dhangku.
"Apa artinya itu?" tanya Ibunya lembut. Ia mengusap lembut kepala putranya, ia sedih melihat keadaan putranya yang kacau seperti ini.
"Entahlah," jawab Dhangku terkekeh. "Aku akan menikah tapi aku merasa seperti mau bunuh diri." katanya sembari tertawa, "aneh kan, Bu?"
"Kamu mikirin Husna?" ibunya membelai lembut kepala Dhangku. Dhangku mematikan rokoknya. Ia berbalik, memeluk ibunya erat, "Aku sangat merindukannya, Bu. Maaf." lirih Dhangku di balik pelukan ibunya. Ibunya memeluk putranya erat, tak terasa air mata mengalir diwajahnya.
***
Raka mengendarai mobilnya pelan, ia melihat setiap sisi jalan matanya terlihat mencari seseorang. Ia baru dari rumah Chlesea, gadis itu nggak ada di rumahnya, kata ibunya Chelsea keluar rumah dari pagi untuk mencari pernak pernik pernikahannya. Harusnya Raka nggak panik karena wajar seorang calon pengantin wanita ingin mencari aneka pernak pernik tambahan untuk acara pernikahannya, tapi pesan yang dikirim Chelsea beberapa saat yang lalu membuatnya cemas.
"Aku nggak tahu ada apa dengan diriku? Aku merasa ... bingung."
Itulah pesan yang dikirim Chelsea, Raka langsung menghubungi Chelsea tapi ponsel gadis itu mati, sudah hampir tiga puluh menit ia berputar-putar di jalan, sampai ada notifikasi nomor Chlesea bisa dihubungi, segera Raka menghubungi gadis itu.
"Kamu dimana?" tanya Raka begitu telponnya diangkat.
"Aku di taman di dekat kantor."
"Tunggu aku di sana, jangan kemana-mana, kamu dengar." tekan Raka
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa di Sujud Terakhir
SpiritualHusna Alikha Sarefi gadis berusia 20 tahun yang sangat cantik dan tutur sapanya yang sopan membuatny memiliki teman yang banyak. Ia sedang menempuh kuliahnya di sebuah universitas swasta. Kehidupannya hanya berkutat di kampus dan rumah. Hingga suat...