Dua Puluh Delapan

225 40 9
                                    

Up sedikit dulu buat refresh lanjut malming yah 😘
.
.
.
.

Husna menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, berada didalam lift bersama pria itu benar-benar membuatnya sesak, oksigen dalam tubuhnya mendadak menipis. Setelah keluar dari dalam lift ia berusaha berjalan santai, walau bagaimanapun pria itu tidak boleh tahu perasaannya yang sebenarnya, jadi sebelum masuk ke ruangannya ia ke toilet terlebih dahulu, mengatur dirinya agar lebih kuat jika berhadapan lagi nanti.

Dengan rasa percaya diri Husna masuk ke ruangannya, ia memulai bekerja seperti biasanya, melupakan hal-hal yang membuatnya susah bernapas.

Ponsel berdering, Husna tidak melihat nama yang tertera di layar ponselnya, ia langsung menerimanya.

"Halo, assalamualaikum." Jawab Husna, matanya fokus pada layar komputer.

"Waalaikumsalam warahmatullahhiwabarakatuh, bagaimana kabarmu, Nak?"

Suara lembut milik ibunya yang sudah paruh baya membuat suasana hati Husna makin kacau.

"Alhamdulillah, Husna baik, Bu. Ibu gimana kabarnya? Ayah sama adik-adik?" Tanya Husna, nada cemas kentara sekali terdengar dalam suaranya.

"Alhamdulillah kami semua baik-baik saja, oh ya, ibu mau menyampaikan pesan Bapakmu, kalau bisa minggu ini kamu pulang ya." Kata Ibu dengan lembut.

Apa? Pulang?

"Apa terjadi sesuatu yang buruk, Bu?" Tanya Husna cemas.

"Semua baik-baik saja, hanya saja Ayah dan ibu ingin membicarakan sesuatu denganmu, ya sudah, kamu kerja lagi ya, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Husna menurunkan ponselnya. Dari nada suara ibu sih memang tidak ada yang perlu dicemaskan, tapi tumben ibu menelponnya dan memintanya pulang biasanya Husna pulang kaoan saja dia mau.

Husna kembali fokus pada pekerjaannya, tapi itu tidak lama karena Chelsea menghampiri mejanya.

"Husna, temani aku keluar yuk."

"Maaf, aku lagi banyak kerjaan, Chel." Tolak Husna halus tak lupa ia memberi senyuman dan raut wajah menyesal.

"Please, aku mau kamu membantuku memilih unit yang bagus nanti."

Wajah Husna berubah, "maksudnya?" Tanyanya.

Chelsea dengan semangat menarik sebuah kursi dan duduk lebih dekat dengan Husna.

"Tahu nggak, Mas Dhangku sedang berada disini, dia sengaja menjemputku untuk memilih dalah satu unit di perumahan elite yang sedang kita kerjakan sekarang. Katanya kalau mau membangun rumah tangga harus menyiapkan rumah dari sekarang."

Tak sadar tangan Husna menggenggam mouse komputernya dengan erat, beberapa detik dunianya terasa berhenti.

"Gimana?"

Husna melepaskan genggamannya, ia menarik napas pelan lalu berusaha tersenyum ke arah Chelsea, "baiklah, beri aku waktu 5 menit untuk bersiap."

"Okey babe, thank you." Ucap Chelsea sembari memeluk Husna.

Husna, Dhangku dan Chelsea berangkat menggunakan mobil Dhangku. Husna duduk di kursi penumpang belakang. Ia sengaja menyibukkan diri dengan ponselnya, agar tidak ikut terlibat percakapan antara Dhangku dan Chelsea. Namun, Chelsea seperti biasanya selalu menanyakan pendapat Husna hingga sesekali Husna terlibat juga dalam percakapan itu. Dan ada sesuatu yang menjalar dihatinya ketika melihat tataoan Dhangku melalui kaca spion, pria itu tersenyum sinis padanya.

Setelah berkeliling komplek perumahan, mereka berhenti disalah satu blok. Chelsea mengajak mereka turun, ia mengeluarkan kunci rumah yang ia bawa dari kantor tadi.

"Sepertinya kamu sudah mengincar tempat ini?" Kata Dhangku.

Chelsea tersenyum malu, "aku dan Husna sudah melihat rumah ini sebelumnya dan kami menyukainya, ya kan Husna?" Kata Chelsea.

"Benar." Jawab Husna seadanya.

"Oh ya? Kalau begitu mungkin Husna bisa menjelaskan tentang kelebihan dari rumah ini, ya kan sayang." Ucap Dhangku sembari menatap Chelsea.

"Oh itu, ya kalau Husna nggak keberatan?" Kata Chelsea.

"Untuk sahabatnya aku rasa ini bukanlah hal yang berat, bagaimana, Husna?"

Ucapan dan tatapan Dhangku pada Husna sedikit mengintimidasi, Chelseapun merasakannya, ia menatap Dhangku dan Husna bergantian.

"Ini kan diluar jam kerja, kalau Husna nggak bisa biar aku saja ya." Ujar Chelsea.

"Nggak apa-apa, Chelsea. Ini bukan hal yang berat, buat sahabatku." Balas Husna. Ia menarik napas dan mulai menjelaskan kelebihan dari rumah itu. Bahkan Husna memberikan beberapa gambaran tentang perabotan rumah tangga yang pas dan cocok untuk setiap ruangan.

Lalu mereka tiba diruangan kamar tidur utama, Husna menelan ludah, menarik napas panjang dan mulai menjelaskannya.

***

Thanks vomentnya 😘

Doa di Sujud TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang