Dua puluh tiga

550 47 17
                                    

Entah mimpi apa Husna sebelumnya. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu bang Rayhan lagi, setelah sekian lama, dirumahnya, pada malam hari, bertamu seperti orang yang sudah biasa.

Apa aku melewatkan banyak hal? batinnya.

"Husna," panggilan sang ayah menyadarkannya dari keterkejutan ini. Husna masih bergeming ketika sang ayah memintanya membuatkan teh hangat untuk bang Rayhan. Husna mengangguk samar sebelum masuk ke dalam rumah. Ia berhenti sebentar untuk sekedar mengintip melalui jendela, interaksi kedua orang tuanya dan bang Rayhan terlihat begitu dekat dan hangat. Jelas menunjukkan bahwa mereka tidak hanya kenal secara kebetulan.

"Kakak ngapain di situ?"

"Ssst," Husna meletakkan jari tangannya di depan bibir, lalu memberi gerakan tangan agar adiknya itu mendekatinya. "Salsa kenal sama tamunya Ayah didepan?" tanya Husna sembari memberi ruang pada Salsa untuk mengintip.

"Itu bang Rayhan kak." jawab Salsa.

"Mereka kenal darimana?" buru Husna.

"Nggak tahu, Salsa cuma tahu kalau bang Rayhan sering berkunjung kemari." jawab Salsa. "eh, nggak sering-sering juga sih kak, kadang-kadang. Tapi kalau mampir ke warung sering."

"Apa? ke warung?" Husna kembali terkejut.

"Iya, katanya suka sama masakannya Ibu."

Husna berjalan ke dapur dengan pikiran penuh, kepalanya mendadak terasa berputar. Ia membuat teh dengan pikiran yang kacau. Ia pulang ke rumah, mengambil cuti 3 hari ke depan supaya ia bisa lebih tenang, dan melupakan Dhangku selama-lamanya. Namun, bukannya ketenangan malah ia mendapati sebuah kenyataan yang baru yang akan menambah masalah dalam hidupnya.

"Husna, kenapa lama sekali?" terlihat Ibu menghampiri Husna yang masih berdiri di depan kompor.

"Ini airnya sudah mendidih kok di diemin?" Ibu mengambil alih semuanya. Mulai dari menuangkan air ke dalam gelas hingga mengaduk teh. "Ayo bawa ke depan, jangan lama-lama. Ibu mau tengok adikmu dulu, kata Salsa tadi hizam masih mengerjakan pe_er di kamar."

"Iya bu," Husna mengangkat nampan dan membawanya ke depan.

"Silahkan diminum tehnya." kata Husna mempersilahkan Rayhan untuk minum.

"Terima kasih." jawab Rayhan sedikit canggung. Terlihat jelas dari wajahnya, ia juga terkejut dengan keberadaan Husna di rumahnya.

Husna memperhatikan adiknya, Salsa tengah menikmati martabak manis buah tangan dari bang Rayhan. Setelah berbicara tentang rumah makan dan entah apa Ayah pamit masuk ke dalam rumah, ayah mengajak Salsa ikut masuk. Sebelum masuk ayah berpesan agar Rayhan tidak bertamu sampai larut malam.
Sepertinya ayah sengaja memberi kami ruang untuk berbicara.

Hening beberapa lama, suara jangkrik dan semilir angin malam membuat suasana semakin canggung.

"Gimana kabarnya dek Husna?" Bang Rayhan akhirnya bersuara, ia lebih dulu memecah keheningan diantara kami.

"Alhamdulillah baik, bang Rayhan apa kabar?" balas Husna.

"Alhamdulillah baik." Bang Rayhan menarik napas pelan sebelum kemudian melanjutkan ucapannya. "Sudah sangat lama ya kita tidak bertemu?"

Husna mengangguk, kemudian bertanya, "Bagaimana bang Rayhan bisa ada disini?"

Rayhan tersenyum kikuk, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Itu..." belum selesai Rayhan menjawab, Husna kembali bertanya.

"Gimana bang Rayhan bisa kenal dengan kedua orang tuaku, dan sekarang bisa bertamu ke rumahku?"

Rayhan tahu, lambat laun ia akan mengalami hal ini dan jujur saja ia juga sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Husna.

Doa di Sujud TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang