Tiga Puluh Tujuh

123 21 12
                                    

Dhangku menyambut ibunya yang baru saja masuk ke dalam kamarnya, "Ibu..." belum selesai Dhangku bicara tiba-tiba sebuah tamparan mendarat di pipinya.

Plak.

"Ada apa, Bu? Salahku apa?" Tanya Dhangku terkejut, ia mengusap pipinya pelan, berharap rasa sakitnya sedikit berkurang.

"Kamu tega mengkhianati Chelsea dan mendekati Husna, sahabat calon istrimu." Serunya dengan suara lantang. Wajahnya memerah menahan emosi.

"Bu, Husna nggak merebutku dari siapapun." Bela Dhangku.

"Oh ya? Kamu bela saja dia, ibu nggak nyangka, gadis selugu dan secerdas dia tega melakukan ini, ibu sudah salah menilainya." Kata ibunya.

"Tenang, Bu. Ayo duduk dulu dan dengerin ceritaku." Dhangku mengajak ibunya duduk di sofa ruang tamu, tak lupa ia membawa segelas air untuknya.

"Siapa yang memberitahu ibu tentang ini?" Tanya Dhangku berusaha tenang.

Ibunya mulai menceritakan hal yang diketahuinya di kantor Chelsea tadi dan tentunya cerita versi Chelsea. Setelah mendengar cerita ibunya Dhangku mulai menceritakan hubungannya dengan Husna. Tentang bagaimana mereka bertemu pertama kali, tentang bagaimana ia meninggalkannya begitu saja tanpa berita dan juga tentang pertemuannya di London.

Ibunya tak hentinya menghela napas, ternyata hubungan Dhangku dan Husna sedalam itu. Sebegitu menderitanya Husna karena ulah anaknya. Ah tidak, bukan karena anaknya saja. Tapi ini karena keinginannya, keinginannya yang ingin putranya berbakti padanya dan mengabaikan perasaan anaknya sendiri.

"Hubungan kami bukan hanya sebatas pertemuan kami beberapa bulan yang lalu, Bu." Kata Dhangku menghela napas. "Husna sudah memutuskan hubungan kami, dan memintaku untuk menganggapnya orang asing, aku berusaha, tapi hati ini menolak, Bu. Hati ini masih ingin bersamanya. Aku ingin mengganti semua hari yang penuh dengan derita yang dilaluinya karena aku, karena kepengecutanku."

Ibu Dhangku memegang kepalanya yang terasa berat, ia lalu melihat putranya yang sangat rapuh, ternyata hidup santai yang dijalaninya adalah kepura-puraan. "Maafkan ibu, Nak. Ini salahku." Isaknya.

"Semua sudah terjadi, pernikahanku nggak bisa aku batalkan." Kata Dhangku.

"Apa kamu ikhlas menjalani semua ini, Nak? Apa kamu bisa menerima Chelsea dan melupakan Husna?" Tanya ibunya.

"Aku nggak bisa menjawab pertanyaan ibu, karena aku sendiri nggak tahu. Tapi, aku akan berusaha menjalani pernikahanku dengan baik. Demi ibu, demi keluarga kita." Jawab Dhangku meyakinkan ibunya.

Di luar Chelsea meninggalkan rumah Dhangku dengan perasaan hancur. Ia akan menikah dengan laki-laki yang mencintai sahabatnya. Chelsea menghapus air matanya, ia naik ke dalam mobil dan melaju meninggalkan rumah Dhangku. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan. Chelsea menyalakan musik dengan volume yang cukup besar, air matanya tidak mau berhenti mengalir, satu-satunya tempat yang bisa ia datangi sekarang adalah Raka.

***

Husna sudah mengepak bajunya, hanya beberapa yang masih tergantung dilemari. Terus terang sekarang ia bingung harus kemana, yang jelas ia harus pindah dulu baru mulai mencari pekerjaan baru. Daripada di dalam kamar terus, Husna memutuskan untuk keluar. Jarang-jarang ia main ke mall di pagi hari.

Doa di Sujud TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang