Lagi, Jaemin terbangun di tengah malam. Suhu tubuhnya yang terasa memanas saat tengah malam membuat pemuda itu harus terpaksa bangun dari mimpi indahnya, mengambil baskom berisi air serta handuk kering guna menurunkan suhu tubuhnya.
Langkah kakinya terhenti, tepat kala manik matanya menatap sesosok pemuda tengah berdiri tidak jauh darinya, menatap kosong ke arah Jaemin dengan tangan yang menggenggam sebuah garpu.
Jaemin merengut, sedikit takut untuk mengambil langkah mendekat. Aura yang ada di sekeliling pemuda itu terasa mengganjal di hati. Terasa lebih suram dan gelap.
Entahlah, Jaemin harap ini hanyalah sebuah halusinasi saja. Ia juga berharap bahwa sosok itu hanyalah bayangan yang dibentuk oleh imajinasinya. Karena jika sosok itu nyata adanya, itu bukanlah pertanda baik.
Sosok itu berjalan ke arah Jaemin. Tangannya yang menggenggam garpu terangkat, seakan ia siap menusuk Jaemin kapanpun.
Jaemin tentu panik, tetapi ia mencoba untuk tenang sebisa mungkin. Namun, ketenangan itu buyar saat tahu sosok itu adalah Hwang Hyunjin yang beberapa hari lalu telah kehilangan sosok terkasih.
"H-Hyunjin, tenangin diri lo--AGH!" detik berikutnya, garpu tersebut telah menancap tepat di mata kanan milik seorang Na Jaemin.
Nafas Jaemin tersengal tatkala dirinya terbangun dari mimpi yang begitu buruk. Panik, ia menatap ke arah Hwang Hyunjin yang masih tidur meringkuk di atas kasurnya.
Miris, itu yang Jaemin rasakan. Hatinya terasa sakit saat melihat kondisi Hyunjin yang semakin menurun drastis semenjak jasad Kim Hyunjin ditemukan beberapa hari lalu.
Tubuh yang dulunya berisi itu, tampak telah mengurus, dengan kantung mata yang terlihat jelas di bawah mata pangeran kampus itu.
Terkadang Jaemin kesal terhadap dirinya sendiri karena tidak mampu membantu banyak, namun di lain sisi ia benci terhadap takdir yang begitu kejam ini.
Tidak cukupkah kejadian beberapa tahun lalu yang membuat trauma mendalam di hidup mereka? Haruskah mereka merasakannya lagi saat ini?
Tok Tok
Lamunan pemuda itu membuyar, tepat saat ketukan pada jendela kamarnya terdengar. Memberanikan diri, ia turun dari atas kasurnya, lantas mengintip dari balik gorden yang terpasang.
Tak ada siapapun di sana.
Sepi, dan gelap.
Ah, seram rasanya saat melihat halaman belakang yang terhubung langsung dengan hutan bambu itu. Terutama saat pencahayaan terlalu minim.
Merasa bulu kuduknya meremang, Jaemin memutuskan untuk kembali ke tempat tidurnya. Namun, lagi, ketukan terdengar memenuhi indera pendengaran.
Bukan hanya ketukan pada jendela, tetapi pada pintu serta dinding kamarnya yang perlahan semakin jelas terdengar.
Duk! Duk! Duk!
Keringat dingin mengucur dengan deras dari pelipisnya. Jaemin melirik ke arah Hyunjin yang tengah menatapnya dari balik selimut yang ia kenakan. Mata pemuda bermarga Hwang itu tampak berwarna merah terang, membuat tubuh Jaemin semakin bergetar ketakutan.
Terlebih saat handle pintu mulai bergerak, dan semakin cepat kala Jaemin mencoba untuk mendekat dan membukanya.
"JAEMIN!"
BRAK!
Jaemin jatuh terduduk dilantai saat pintu tersebut terbuka dengan lebar. Lututnya terasa begitu lemas hanya untuk menopang berat tubuhnya yang tak seberapa.
Di hadapannya, berdiri Renjun, Jeno, dengan Hyunjin yang tampak begitu panik.
"Lo kemana aja?!" Hyunjin menarik pergelangan tangan Jaemin untuk mendekat ke arahnya, lantas memeluk erat tubuh itu seakan takut kehilangan.
"H-hah? Gue di sini kok, di kamar. T-tunggu lo 'kan ta--"
"Di kamar apanya?! Ini bukan kamar kosan, Jaem! Buka mata lo!"
Jaemin membuka matanya lebar-lebar. Dilihatnya ruangan tersebut tak percaya.
Ini memang bukan kamar kos nya.
Lantas dimana?
Kenapa ia bisa ada di sini?
"Demi Tuhan, Jaem. Lo gak boleh kemana-mana tanpa pengawasan kita," ringis Hyunjin, menangis saat tubuh kurusnya mendekap Jaemin. "Gue gak siap kehilangan orang yang gue sayang lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
DGS ( 2 ) - Death or Death? [ ✔ ]
HorrorBook two of Death Game Series; Death or Death? Sosok mengerikan itu kembali, membawa mimpi buruk yang tiada akhir. Pilihan satu-satunya hanyalah mati, atau mereka akan tetap dikelilingi oleh rasa takut yang begitu menyesakkan dada.